Thursday, 22 November 2018


"What's the law on what ya can and can't say on a billboard? I assume it's ya can't say nothing defamatory, and ya can't say, 'Fuck' 'Piss' or 'Cunt'. That right?:- Mildred

Plot

Merasa kasus pemerkosaan serta pembunuhan terhadap putrinya tidak jua menemukan pelakunya, sang ibu, Mildred (Frances McDormand), akhirnya melakukan perbuatan nekad dengan menyewa jasa pemasangan billboard untuk menanyakan seraya memberikan kritik keras kepada kepolisian setempat, yang dipimpin oleh Chief Willoughby (Woody Harelson). Tidak tanggung-tanggung, 3 billboard yang disewa oleh Mildred dengan masing-masing bertuliskan "How Come, Chief Willoughby, Raped While Dying, And Still No Arrests"

Review





Adegan awal telah dibuka dengan sosok Mildred dengan penampilannya yang eksentrik, dengan muka tanpa ekspresi, mendatangi tempat penyedia jasa billboard dan meminta Red Welby (Caleb Landry Jones). Dari adegan awal tersebut saja, penonton telah mampu mempelajari bagaimana karakter Mildred tersebut. Ucapan kasar mudah terucap dari mulutnya, sosoknya yang begitu intimidatif walau dia hanyalah seorang perempuan berusia senja, penonton akan sadar bila pada film ini kita akan diberikan sosok protagonist yang tidak biasa.

Suatu film secara umumnya memiliki sebuah konflik utama dalam menggerakkan narasi. Dalam Three Billboards Outside Ebbing, Missouri, tentu konfliknya adalah berpusat pada tindakan nekad dari Mildred untuk mengningatkan kepada penduduk setempat kota Ebbing, terutama kepolisisan setempat yang pernah terjadi di kota kecil tersebut. Sang sutradara, Martin McDonagh menjadikan konflik tersebut rupanya menjadikan konflik tersebut sebagai eksplorasi karakter yang ada pada film ini. Mungkin penonton mengharapkan bila narasi mengenai "siapa pelaku sebenarnya" adalah fokus utama narasi, yang mana nyatanya tidak sepenuhnya terjadi. Kenyataannya, McDonagh memperlihatkan bagaimana reaksi dari karakter-karakter yang terlibat, terutama tentu Mildred, Willoughby dan polisi kasar nan seenaknya saja yang memiliki reputasi sering melakukan tindakan kasar kepada orang berkulit hitam, Dixon (Sam Rockwell). 

Mildred seolah membuang semua nuraninya sebagai manusia (setidaknya di awal-awal penceritaan) demi mendapatkan keadilan untuk putri tercintanya. Ia sudah tidak perduli lagi dengan norma yang ada, bagaimana pandangan penduduk setempat yang kini berbalik memusuhinya, serta menganggap orang yang tidak menyetujui tindakan nya adalah sosok musuh. Pada awalnya, mudah untuk menjustifikasi tindakan Mildred. Ibu mana yang tidak terpukul serta murka akan tragedi yang ditimpa putrinya, sehingga bisa dimengerti ia akan mengambil cara apapun untuk mendapatkan apa yang ia cari. Menjadi masalah adalah orang yang "diserang" Mildred adalah sosok polisi bertanggung jawab, memiliki citra baik di pandangan penduduk, serta memiliki keluarga yang harmonis. McDonagh pun mengekspos bagaimana penilaian publik bisa berubah 180 derajat akibat suatu kejadian. Awalnya, penduduk kota Ebbing memberikan simpati sepenuhnya kepada Mildred, namun simpati tersebut seketika memudar setelah apa yang Mildred perbuat. Simpati tersebut berpindah kepada sasaran utama yang disuarakan Mildred, yaitu Willoughby. Terlebih Willoughby sendiri tengah mengalami kondisi tertentu.

Pada awal cerita, saya berasumsi jika Chief Willoughby tidak lebih dari polisi korup tak bertanggung jawab yang menyalahkan jabatan yang diembankan kepadanya. Tetapi anggapan tersebut patah ketika kita diperlihatkan bagaimana Willoughby adalah seorang family man yang begitu menyayangi keluarganya. Dirinya pun diperlihatkan begitu dihormati oleh rekan polisi lainnya, termasuk Dixon. Dixon sendiri memiliki reputasi buruk sebagai seorang polisi. Selain dirinya adalah polisi rasis, sosoknya pun seolah sebagai polisi yang memiliki masalah akan kecanduan pada minuman alkohol. Dirinya adalah orang yang tepat dalam menghadapi Mildred karena memiliki persamaan pada attitude mereka. McDonagh memberikan treatment yang begitu manusiawi terhadap 3 karakter utama tersebut. Tidak ada sosok protagonist putih seutuhnya, semuanya memasuki dalam lingkaran karakter abu-abu. Memang beginilah asyiknya ketika sutradara seolah menghapus konsep protagonist-antagonist seutuhnya dalam film. Anda ingin memberikan dukungan kepada siapa, itu sepenuhnya keputusan Anda sendiri, dan percayalah hal tersebut tidaklah mudah. Three Billboards mungkin memiliki dasar cerita yang kelam, namun McDonagh menolak untuk menjadikan karya nya ini kelam seutuhnya, karena selipan dark comedy bertebaran di sini, baik itu merupakan dialog yang diucapkan maupun perilaku karakternya yang tidak jarang memberikan kekonyolan sendiri. 

Mudah untuk langsung jatuh hati pada film ini karena di pertengahan durasi awal, McDonagh menggulirkan konflik demi konflik cerita dengan cepat. Ditambah soundtrack-soundtrack country nya yang catchy sangat membantu atmosfir western nya. Cukup disayangkan memang pada pertengahan durasi akhir, tepatnya ketika film memasuki third act nya, Three Billboards seolah kehabisan bensin. Atmosfir tegang di awal cukup hilang dimana McDonagh memilih untuk menyajikan di durasi akhir-akhir filmnya dengan atmosfir yang cukup sendu serta lamban. Saya sendiri sekali dua kali memeriksa durasi filmnya berjalan, menunjukkan kebosanan telah menghampiri. Untungnya, McDonagh dibantu 3 aktor pengalaman yang menunaikan tugasnya dengan sangat brilian.

Tidak salah jika pihak Academy memberikan Oscar masing-masing untuk McDormand dan Sam Rockwell. Entah ini berlebihan atau tidak, namun saya cukup yakin, dua karakter yang diperankan mereka berdua menjadi karakter yang memorable. McDormand begitu sempurna dalam memerankan karakter Mildred yang terlihat begitu kacau, dingin tapi di dalamnya terdapat sebuah kemarahan yang begitu besar akan tragedi serta ketidak adilan yang dialaminya serta kerapuhan yang memberikan kesan bila Mildred masih memiliki hati yang tersisa di dalam dirinya. Rockwell juga berhasil memerankan Dixon yang tampak begitu bengis, kasar serta slengean. Pada awalnya mungkin sosok Dixon sangat dibenci penonton, tetapi saat narasi nya bergerak kepada transformasi karakter kepada Dixon, sungguh mudah untuk mengubah benci tersebut menjadi simpati dan perduli terhadap karakter Dixon. Karakter ini juga menjadi favorit saya di dalam film ini. Harrelson juga mengesankan dalam menghidupi karakter Willoughby, walau memang bila dibanding dengan karakter Mildred dan Dixon, sosok Willoughby cukup tenggelam. Walau memang sedikit melambat dan sendu di paruh akhir, serta endingnya yang cukup mengundang pertanyaan, Three Billboards tetaplah film yang memuaskan dan tidak sulit untuk menobatkan bila Three Billboards Outside Ebbing, Missouri adalah salah satu film terbaik di tahun lalu.

8,25/10




0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!