“Ladies and gentlemen, welcome to the 78th Hunger Games”-Finnick Odair
Plot
Melanjutkan kisah Mockingjay Part 1, Para
Pemberontak yang dipimpin oleh Presiden Coin (Julianne Moore, damn, she’s still really gorgeous)
berniat untuk mengambil alih Distrik 13. Dengan bantuan sang Mockingjay,
Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence), sang presiden yakin apabila Distrik 13
bisa direbut maka tujuan utama melakukan kudeta terhadap Presiden Snow (Donald
Sutherland) akan jauh lebih mudah. Tapi kondisi mental Katniss sendiri sedang
tidak baik ketika melihat Peeta (Josh Hutcherson) malah berbalik memusuhinya
akibat brainwash yang dilakukan
Presiden Snow dan antek-antek Capitol nya
Review
Perlu gw tekankan, gw adalah salah satu
penonton yang sangat menikmati dua film awal The Hunger Games, bahkan,
sekuelnya yaitu The Catching Fire adalah salah satu film terbaik untuk film
beradaptasi novel. Dalam film tersebut,
ketegangan yang didapatkan benar-benar intens, konflik politik dan segala tetek
bengek akan propagandanya semakin dalam dan mudah dinikmati, karakter baru yang
muncul begitu unik serta menarik dan tentu masih ada seorang Katniss dengan
pidato yang penuh semangat dan bermakna yang berhasil membuat gw merinding
(adegan ketika Katniss berpidato dan ada kakek tua yang berani mengangkat
tangannya sambil menunjukkan simbol Mockingjay dengan jari nya itu adalah
adegan terfavorit gw sepanjang franchise ini). Tetapi ketika pihak Lionsgate
memutuskan untuk memisah sekuel terakhir dengan 2 bagian, di saat itu juga gw
ragu apakah The Hunger Games akan mendapatkan penutup yang layak. Dan keraguan
gw benar-benar terjadi, bukan saja Part 2 ini bukan penutup yang layak untuk
franchise sebesar The Hunger Games, tetapi film ini juga menjadi film paling
lemah di banding yang lainnya (yah, beda tipislah dengan Part 1).
Pada Part 1 pun telah terlihat jelas bahwa
sang sutradara mengulur-ulur durasi dalam suatu adegan dan juga memasukkan
adegan yang tidak penting (syuting Katniss, everyone?) tapi gw cukup menyukai
drama politiknya. Karena Part 1 kebanyakan drama dan jalan menuju sebuah
‘ledakan’ pemberontakan, gw sebagai penonton awam yang hanya mengikuti
franchise ini lewat sajian visual, gw pun mengharapkan kalau di Part 2 ini lah
segala konflik yang ada disajikan dengan intensitas tinggi dan bermakna. Tetapi
sayangnya semua harapan tinggallah harapan. Keraguan gw telah muncul ketika
film telah memasuki setengah jam pertama. Begitu lambat dan tidak ada
pertukaran dialog yang berhasil menarik perhatian, bahkan adegan ketika Katniss
mengajak simpatisan Distrik 13 untuk melawan Snow pun begitu garing dan berlalu
begitu saja, tanpa meninggalkan kesan apapun. Gw tidak menyangka pidato sang
Mockingjay bisa berakhir seperti itu. Untungnya setiap adegan aksi, Francis
Lawrence berhasil menggedor adrenaline kita sebagai penonton. Adegan ketika
para pemberontak dikejar dengan banjir oli atau lumpur hitam yang berbahaya,
penyusupan ke Captiol dengan melewati bawah tanah hingga pertempuran dengan
mutan, dan usaha diam-diam Katniss memasuki kerajaan Snow, semuanya berhasil
ditampilkan F-Law dengan intensitas tinggi. Karakter-karakter yang ‘hilang’ di
dalam adegan aksi itu pun tidak dibuat hanya berlalu begitu saja, dan sayangnya
hanya itu nilai positif film ini. Ketika tidak ada adegan aksi nya dan hanya
mengandalkan porsi drama, di saat itu pula Mockingjay Part 2 kehilangan greget
nya dan sangat tidak menarik untuk diikuti. Jadi jangan heran apabila penonton
di bioskop ada yang rela meninggalkan ruangan bioskop di pertengahan film. Bahkan
ketika film telah bergerak menuju konflik akhir, tidak ada pergolakan emosi
yang hadir dari para pemberontak, penduduk Panem, atau bahkan Katniss sehingga
scene klimaks tersebut hanya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan
apapun. Lalu bagaimana dengan cinta segitiganya? Satu kata yang mampu mewakili
setiap menit ketika film ini beranjak ke ranah percintaannya, Awkward. Gw sama sekali gak merasakan
romansa di antara Peeta-Katniss-Gale. Antara Katniss-Gale pun hampir tidak ada
chemistry dan koneksinya hampir kosong sehingga tidak tampak apabila
mereka adalah sahabat dari kecil. Gw yang selalu bersimpati dengan cowok yang
di friendzone malah gak ada rasa
simpati atau kasian sama sekali ke Gale. Peeta-Katniss pun juga tidak jauh
berbeda, ditambah dengan karakter annoying
Peeta yang membuat gw berharap karakter ini ditiadakan (maaf, Mbak Niken
:P). Dan juga gw gak menyangka apabila di film ini akan muncul sebuah adegan
ciuman ketika situasi sedang genting, i
mean, c’mon, is it really important to kiss someone when you are on live or die
conditions??Fucking cliche.
Mengenai karakter, ada satu karakter yang
semenjak kemunculannya sangat menarik perhatian dan pastinya mudah disukai,
yaitu Finnick (Sam Claflin). Walau di dalam film ini perannya tidak terlalu
menonjol, tetapi Sam Claflin berhasil membuat karakter Finnick menjadi scene stealer dan aktingnya tidak
membuat para pria muak melihatnya.Ya, karakter-karakter side kick The Hunger Games
masih memuaskan seperti Haymitch (Woody Harrelson), President Snow (yang
ditampilkan sedikit manusiawi) dan tentunya Plutarch yang diperankan alm.
Philip Seymour Hoffman yang telah menjadi salah satu karakter terbaik ketika
pertama kali muncul di Catching Fire. Bahkan komandan Boggs (Mahershala Ali)
juga memberikan kekuatan performa maksimal di setiap kemunculannya. Poin
utamanya, para karakter side kick berhasil
menutupi kekurangan yang dihasilkan oleh 3 karakter utama dalam film ini.
Jennifer Lawrence seperti biasa tidak mengecewakan, tapi tentunya karakter
Katniss yang sangat loveable semenjak
film pertama, mengalami degradasi kharismanya sehingga tidak terlalu banyak
yang bisa J-Law lakukan selain berakting dengan maksimal (adegan meluapkan
emosi di akhir film telah cukup membuktikan bahwa bukanlah sebuah kebetulan
J-Law adalah pemenang Oscar serta Lionsgate beruntung Katniss diperankan oleh
aktris berbakat seperti J-Law) dan fortunately,
J-Law didn’t make Katniss to be the next Bella Swan.
Pada akhirnya, The Hunger Games: Mockingjay
Part 2 tidak berhasil menjadi sajian penutup untuk sebuah franchise sebesar The Hunger Games. Kuat dalam action secquence, tetapi lemah dalam porsi drama serta pastinya
percintaan, sehingga kok gw malah pengen ada part 3 nya?
6/10
AARRRGHHHHHH!! I knew it you will mock Peeta!!!!
ReplyDelete"is it really important to kiss someone when you are on live or die conditions??"
Yes it is! And that's the only kiss that Katniss give to Peeta on Mockingjay! Ya iyalah Peeta lagi gila, jadi dia butuh ciuman itu supaya sadar kalo Katniss butuh dia... dan kata-kata "stay with me" dari Katniss yang dijawab "always" adalah semacam momen so sweet mereka berdua. *tetep membela garis keras*
anw, yang saya pertanyakan adalah kenapa kebanyakan laki-laki merasa karakter Peeta annoying (terutama karakter di film). Mungkin karena dia bukan karakter alpha male macem Gale yang harus setiap kali melindungi perempuan yang lemah? Ini sindrom laki banget. Bahwa laki harus lebih 'kuat' daripada perempuan, tidak peduli apakah perempuannya kuat juga atau tidak........
Memang saya gak suka adegan kayak begitu mbak, bahkan di film The Dark Knight Rises ketika Selina ngekiss Batman itu salah satu adegan paling klise dalam trilogy The Dark Knight (don't get me wrong, The Dark Knight's trilogy is one of my favorite movies ever)
ReplyDeleteNah untuk tipe laki-laki yg kami sukai mungkin bisa dijadikan contoh kayak Ron di serial Harry Potter, walaupun terkadang suka merengek gak jelas, tapi Ron memiliki karakter yg menarik seperti humorisnya, dan juga persahabatannya yg kuat, makanya bagi saya Ron > Harry
karna itu Peeta gak menarik sama sekali kecuali kemunculannya di Part 1 yang walaupun sedikit kemunculannya tetapi di Part 1 gak diperlihatkan sama sekali Peeta merengek dan merepotkan seperti seri-seri lainnya
Setuju nih, Mockingjay emang ga perlu dipecah jadi 2. Gw ngrasa kagak begitu klimaksnya aja seri terakhirnya. Banyak hal yang kayak cuma buat isi slot durasi.
ReplyDelete