Plot
Pertempuran masif antara Superman (Henry Cavill) melawan General Zod (Michael Shannon) menyisakan sebuah luka besar bagi kota Metropolis. Banyak korban berjatuhan dan juga pastinya banyak kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat pertarungan antar dewa tersebut. Salah satu yang terkena dampaknya adalah Bruce Wayne (Ben Affleck) dimana dia harus rela akan kehilangan gedung perusahaannya serta menjadi saksi beberapa korban yang diakibatkan akan pertarungan tersebut. Semenjak itulah Bruce menganggap bahwa keberadaan Superman merupakan ancaman bagi dunia dengan kekuatannya yang tidak tertandingi tersebut. Untuk itu dengan identitas lainnya sebagai Batman, Bruce mencari cara supaya mampu menghentikan langkah Superman. Disisi lain, ada Lex Luthor (Jesse Eissenberg) yang secara diam-diam memanfaatkan momen pertikaian antara Superman dan Batman tersebut.
Review
Okay, here it is.. The most talking movie for recently years, the most anticipated movies of this year, dan berbagai kalimat hiperbolis lainnya yang memang layak disandang film yang disutradarai oleh Zack Snyder ini. Mungkin mempertemukan para superhero bukanlah ide yang baru lagi mengingat The Avengers yang tidak diragukan menjadi pionir akan hal tersebut, namun siapa yang tidak tergiur melihat dua pahlawan yang telah memiliki nama besar baik di dalam dunia film maupun dunia komik ini bersatu dalam satu frame? Siapa yang tidak tergiur melihat dua pahlawan masa kecil ini berkerja sama dalam melawan musuh mereka dalam dunia film, bukan lewat yang media nya lebih kecil seperti kartun? Semua hal yang menjanjikan ini sendiri bagai dua mata pedang bagi Zack Snyder. Di satu sisi, film ini dijamin hampir 100% akan mendulang sukses, namun di sisi lain beban yang diemban oleh Zack tentunya sangat besar. Terbukti berbagai komentar-komentar miring telah didaratkan oleh para pecinta film, baik mengenai trailernya yang kurang menjanjikan ataupun terlalu banyak menebarkan berbagai petunjuk-petunjuk penting (yang paling disayangkan adalah terungkapnya Wonder Woman yang hadir dalam film ini), maupun pemilihan cast yang sedikit menuai kontroversi, seperti contoh utama adalah Ben Affleck yang dipercaya untuk menjadi salah satu superhero kesayangan kita, yaitu Batman. Ya, Ben dipaksa harus menerima berbagai komentar-komentar miring akan keputusan tersebut walaupun sebenarnya Ben telah menunjukkan kapasitas aktingnya lewat Argo dan juga Gone Girl. Kapasitas sutradara Zack pun juga kembali dipertanyakan setelah karya nya yang paling anyar yaitu Man of Steel kurang mendapatkan tanggapan positif dari para kritikus. Buruknya lagi, dari pihak rival, keberhasilan Marvel Cinematic Universe juga telah mematok standar yang tinggi bagaimana film bersatunya superhero itu dibuat sehingga banyak yang meragukan akan kualitas film pembuka akan Justice League ini. Lalu, apakah keraguan mereka terbukti?
Mari kita buka dengan berbagai hal positif dahulu. Batman vs Superman: Dawn of Justice (selanjutnya akan gw singkat BvS) didanai dengan nominal yang tidak main-main, yaitu kurang lebih $250 juta. Dan Zack Snyder memang telah terbukti sebagai sutradara yang mampu mengoptimalkan dana yang telah diberikan tersebut. Lihatlah berbagai efek visual yang mengagumkan dalam film ini. Tidak perlu menunggu lama, opening nya saja telah memperlihatkan indahnya pengambilan gambar. Gw menyukai momen dimana Bruce (secara absurd) terbang dengan beratus-ratus, atau bahkan ribuan, kelelawar yang mengelilinginya. Adegan slow motion ketika kedua orang tua Bruce terbunuh pun cukup memanjakan mata, mengingatkan gw akan opening Watchmen yang brutal serta indah dengan lagu Bob Dylannya itu (one of my favorite opening movie). Tidak hanya dalam aspek visual, keahlian Zack lainnya adalah mampu mengemas action secquence baik dalam skala minor maupun masif. Pertempuran yang kita semua nantikan antara Batman dan Superman di garap dengan maksimal oleh Zack. Zack tahu benar akan kelebihan masing-masing dari kedua superhero tersebut. Batman dengan gadget-gadget canggih serta kepintarannya, Superman dengan kekuatan fisiknya yang tidak perlu dijelaskan lagi dahsyatnya. Pertarungan antar superhero melawan Doomsday di third act pun tidak mengecewakan, dengan momen di mana munculnya Wonder Woman yang digarap dengan ikonik oleh Zack Snyder dengan bantuan iringan musik dari Hans Zhimmer yang memang tidak pernah mengecewakan. Percakapan antara Batman dan Superman setelah kehadiran Wonder Woman itu pun menambah betapa memorable scene tersebut. Sontak momen tersebut berhasil membuat reaksi “Wow” dari para penonton. Ah, andai saja pihak Warner Bros tidak teledor dan mengubah keputusan mereka supaya status Wonder Woman tetap rahasia dan tidak dihadirkan dalam trailer mereka, mungkin Bvs mampu mendapatkan rating yang lebih tinggi dari gw. Lalu mari kita bicarakan aspek akting. Pertama-tama, mari ucapkan selamat kepada Ben Affleck yang mampu mematahkan omongan-omongan merendahkan terhadap dirinya yang menjadi “the next Batman”. Ya, para haters tersebut mau tidak mau harus menelan ludah mereka karena Ben sanggup menghadirkan Batman yang tidak kalah brutalnya dengan Batman versi Christian Bale, dan juga mampu menjadi sosok Batman yang intimidatif dimana hal itu membuat sosok Batman bagaikan sosok mitos dan legenda yang bahkan melebihi sosok Superman. Ketika menjadi Bruce Wayne pun Ben tidak mengecewakan. Ben sukses menggambarkan sosok Bruce yang menyimpan kegetiran akan masa lalu dan berkharisma dalam waktu yang sama. Yap, pembuktian yang sekali lagi berhasil dari Ben Affleck setelah sebelumnya ia lakukan di film Gone Girl. Kemudian Henry Cavill juga masih terlihat meyakinkan lewat sosoknya sebagai Superman, walau memang harus diakui Henry Cavill masih belum terlihat menonjol ketika harus bermain dalam momen yang emosional. Oh tidak lupa juga Gal Gadot sebagai Wonder Woman yang sukses menjadi scene stealer dalam setiap penampilannya. Terutama ketika berkostum Wonder Woman yang digambarkan sedikit ada unsur badass di dalamnya. Jeremy Irons sebagai Alfred pun juga tampil memuaskan walau belum sampai di tingkatan Michael Caine.
Dan mari kita bahas aspek negatifnya yang memang harus diakui cukup mengganggu. Pertama-tama, silahkan teriakkan bahwa Jesse Eissenberg merupakan contoh villain yang buruk sebagai Lex Luthor. Mungkin maksud dari Zack memilih Jesse untuk peran ikonik seperti Lex adalah berharap supaya penonton akan dengan mudahnya untuk membenci karakter Lex yang memang unlikeable dalam konteks karakternya yang memang annoying. Tetapi dalam kasus Jesse, tidak hanya karakter nya yang annoying tetapi juga aktingnya yang, maaf, membuat penonton jengah melihat sosoknya tampil di screen. Ditambah dengan sosoknya yang terlalu cerewet untuk karakter Lex serta kurang berhasilnya Jesse menggambarkan kegilaan dari sosok Lex. Kegagalan demi kegagalan tersebut membuat para penonton tidak susah untuk memberikan label bahwa Jesse gagal sebagai Lex Luthor. Tampaknya bukanlah keputusan yang tepat untuk menyuntikkan dosis elemen "Mark Zuckerberg-ism" ke dalam karakter Lex Luthor.
Tetapi dosa Jesse ini tidaklah sebesar dosa para writer serta Zack Snyder sebagai sutradara. Ya, salah satu masalah terbesar BvS dan juga menjadi sasaran para kritikus adalah alur serta plot nya yang berantakan. Let’s honest, Zack Snyder memang bukan story teller sehebat Christopher Nolan yang mampu menggarap cerita dengan rapi walau dengan plot-plot yang bertumpuk. Kemampuan tersebut belum ada di dalam Zack Snyder. Walau telah dibantu oleh David S. Goyer yang merupakan salah satu penulis dari The Dark Knight trilogy serta Chris Terrio yang menjadi orang dibalik layar akan luar biasanya Argo, Zack juga masih kurang mampu membuat pergerakan plot BvS rapi. Hasilnya, BvS tertatih semenjak dari film mulai ke narasi awal. Ketika ada salah satu penonton yang bergumam “ini film ceritanya apa ya?” maka kalian tahu bahwa ada yang tidak beres dengan alurnya. Buruknya lagi, Zack membiarkan beberapa plot utama maupun subplot nya dibiarkan tanpa jawaban. Begitu banyak pertanyaan gw setelah menonton film ini. Serius, kalian akan juga merasakan hal yang sama seperti gw. Salah satu contoh utama nya adalah, apa motivasi Lex Luthor? Serta berbagai, yang bisa dibilang, plot hole bertebaran dalam Bvs. Apakah perlu mengajak Jonathan Nolan untuk menjadi screen writer juga?
Sayang sekali, tatanan premis yang awalnya tentu saja menjanjikan ini harus berakhir dengan cukup mengenaskan dalam hal penceritaan. Kuat dalam segi visual serta momen-momen pertempurannya, namun dalam penceritaan BvS menderita berbagai luka yang cukup parah untuk disembuhkan. Bukanlah awal yang baik tentunya bagi kisah Justice League untuk kedepannya.
Sayang sekali, tatanan premis yang awalnya tentu saja menjanjikan ini harus berakhir dengan cukup mengenaskan dalam hal penceritaan. Kuat dalam segi visual serta momen-momen pertempurannya, namun dalam penceritaan BvS menderita berbagai luka yang cukup parah untuk disembuhkan. Bukanlah awal yang baik tentunya bagi kisah Justice League untuk kedepannya.
0 komentar:
Post a Comment