Thursday 4 July 2019


"The world need the next Iron Man"- Peter Parker

Plot

Delapan bulan rupanya masih terlalu singkat untuk umat bumi melupakan perang besar yang telah terjadi. Kemenangan memang berhasil diraih, namun harus dibayar akan pengorbanan nyawa yang dilakukan Tony "Iron Man" Stark (Robert Downey Jr.), Natasha "Black Widow" Romanoff (Scarlett Johanson), Steve "Captain America" Rogers (Chris Evans) dan Vision (Paul Bettany). Publik pun bertanya-tanya siapa pengganti mereka, terutama Iron Man. Beban besar di sandang oleh para Avengers yang tersisa, termasuk Peter Parker (Tom Holland) sebagai Spider-Man, dalam meneruskan tugas Avengers. Namun, Peter merasa ia butuh rehat sejenak dari kesibukan nya sebagai Spider-Man. Peter memiliki rencana tersendiri yaitu memanfaatkan study tour sekolahnya untuk bisa berdekatan dengan MJ (Zendaya). Sebab itulah ia sebisa mungkin menghindari panggilan tugas dari Nick Fury (Samuel L. Jackson) yang sebenarnya membutuhkan sosok Spider-Man untuk menghadapi makhluk-makhluk yang dinamakan Elemental yang kerap hadir di berbagai belahan dunia. 



Review

Pondasi ceritanya memiliki perbedaan yang kontras. Disatu sisi, ada kisah ancaman kehancuran dunia, lalu di sisi lain ada sesosok remaja yang bertekad untuk bisa menyatakan cintanya. Peter dipaksa harus menentukan pilihan apakah ia harus menjalankan tugasnya sebagai anggota Avengers atau lebih mengedepankan kisah asmaranya yang ingin ia bangun bersama MJ. Ada kisah kepahlawanan, lalu coming of age layaknya film romcom pada umumnya. Keduanya melebur menjadi satu, untuk menjembatani proses pendewasaan diri Peter Parker. Narasinya jelas mengingatkan kita akan film kedua dari Raimi's Spider-Man trilogy (Which is, still the best Spider-Man movie ever), yang membedakan adalah pada karakter Peter Parker itu sendiri.

Jika di Spider-Man 2, kita diperlihatkan Peter Parker kesulitan dalam mengimbangi kehidupan normal nya bersamaan dengan tugasnya dalam memerangi kriminalitas sehingga melahirkan kebimbangan, di Far From Home sebaliknya, Peter Parker versi terbaru ini justru menghindari tanggung jawab nya sebagai Spider-Man dengan lebih memfokuskan pada kehidupan masa remaja nya. Ia merasa dunia tidak terlalu membutuhkan Spider-Man karena masih banyak superhero lainnya yang jauh lebih superior dibandingkan dirinya. 

Terdengar egois? Memang. Wajar saja jika Anda merasa karakter Peter disini cukup menyebalkan, namun harap diingat lagi, Peter masih berusia 16 tahun. Ia masih duduk di kursi SMA. Ditambah lagi dengan apa yang telah ia saksikan selama ia berkarir menjadi Spider-Man, mudah dimengerti bila semangat dan antusiasnya yang ia perlihatkan kala Tony merekrutnya bergabung menjadi Avengers kini mulai luntur dan ia merasa perlu rehat sejenak supaya bisa menikmati kehidupan normal nya. 

Dalam bimbangnya inilah, Peter selalu merindukan sosok Tony yang sudah menjadi father figure untuk dirinya. Tanpa Tony, ia mulai kehilangan arah dan tidak tahu keputusan apa yang harus ia ambil. Di tengah-tengah rasa kehilangan, muncul lah Quentin Beck (Jack Gyllenhaal) yang hadir kala menghadapi salah satu Elemental yang hadir di sungai Venise sekaligus membantu Peter menyelamatkan teman-teman satu sekolah nya. Dalam waktu singkat, kehadiran Quentin atau nantinya disebut sebagai Mysterio berhasil mengisi kekosongan seorang Tony dalam memberikan wejangan kepada Peter. Seperti yang Peter ungkapkan, ia begitu lega ada teman superhero yang bisa dijadikan tempat untuk cerita. 

Ceritanya berpotensi melahirkan kompleksitas, terlebih ada beberapa momen yang bila dieksplor sedikit lebih dalam, akan memberikan warna tersendiri akan sosok Peter Parker bahkan bisa berdampak atas hubungannya dengan MJ, namun penulis naskah Erik Sommers dan Chris McKenna memilih jalur aman dalam menggulirkan penceritaannya sehingga momen-momen tersebut terasa hanya menjadi pengisi durasi saja. Far From Home nyatanya memang masih terasa ringan walaupun tema nya yang bersentuhan pada proses pendewasaan diri dan tanggung jawab besar pada diri Peter Parker. Jokes ala MCU juga masih hadir, sedikit hit and miss, yang mana Ned (Jacob Batalon) dan Betty (Angourie Rice) berhasil menjadi spotlight berkat comedy timing mereka yang nyaris sempurna. Terkhusus untuk Ned, saya akhirnya berhasil menyukai karakter nya disini.  Juga,  untungnya jokes yang hadir tidak sampai mendistraksi cerita yang tengah berlangsung, kecuali ada satu adegan di akhir. Kalau boleh jujur, saya ingin Marvel atau Disney mengurangi kadar jokes nya sih, ya ga perlu harus hadir kala momen menegangkan tengah terjadi, terutama di menit-menit akhir. 

Cerita nya yang memang bergulir cukup biasa saja, berhasil ditutupi dengan adegan aksi nya yang luar biasa menghibur. Semenjak pertama kali Mysterio berhadapan dengan Elemental di sungai Venise, saya telah mematok ekspektasi yang tinggi untuk adegan-adegan aksi selanjutnya. Bangunan-bangunan yang runtuh berhasil menjadi arena bermain bagi pahlawan kita yang sering memanfaatkan celah-celah sempit untuk menyelamatkan diri, sedangkan Mysterio dengan kemampuannya yang misterius (sesuai nama julukannya) berhasil mengimbangi keliaran dari aksi Spider-Man lengkap dengan gas(?) berwarna hijau nya. Percayalah, sama sekali tidak ada adegan aksi yang mengecewakan. Namun jika harus memilih momen terbaik dari Far From Home, jawaban saya tentu saja adalah dream sequence yang hadir di pertengahan cerita kala twist nya telah terungkap. Momen ini wajib, sangat wajib, harus Anda saksikan di bioskop. Kreativitas nan kegilaan dari Jon Watts semuanya tertumpahkan di adegan ini, dibantu dengan special effect mengagumkan serta pergerakan kamera yang begitu dinamis, memaksa saya untuk takjub dan rasanya ingin segera memberikan standing ovation hanya untuk adegan itu saja. Sekali lagi, adegan ini harus Anda saksikan dalam layar bioskop. Trust me, you'll be glad  you did. 

Tom Holland pun semakin matang dalam memerankan the friendly neighborhood Spider-Man, dan ia pun juga membuktikan jika ia memiliki kharisma yang mudah disukai penonton. Memang karakter Peter cukup menyebalkan di awal-awal, tapi berkat kharisma Tom Holland, kita menjadi mudah memaafkan kesalahan yang dilakukan Peter. Terlebih, Holland pun mampu senantiasa memancarkan kesedihan hanya melalui tatapan mata. Aktor pendukung yang ada pun berhasil memerankan karakter masing-masing dengan sesuai porsi. Zendaya begitu manis dalam memerankan MJ yang gloomy, sarkastik untuk menyembunyikan rasa perduli nya. Jake Gyllenhaal berpotensi menjadi scene stealer, walau akhirnya tidak demikian, namun bukan berarti aktingnya buruk. Berbicara scene stealer, hal ini berhasil direbut oleh seseorang yang muncul di mid credit scene, yang memaksa saya teriak dalam bioskop. Oh, dan Marisa Tomei jelas masih cantik nan sexy walau usianya telah lebih dari setengah abad.


8/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!