"If this is a surprise party, somebody missed the cue"- Bradley Thomas
Plot
Satu hari yang sial untuk Bradley Thomas (Vince Vaughn), dimana ia harus kehilangan pekerjaan, sekaligus menghetaui istrinya, Lauren (Jennifer Carpenter), bermain api di belakangnya. Namun, dua kejadian yang tak diinginkan itu tidak membuat Bradley (yang tidak ingin dipanggil "Brad") buta dan masih mampu mencari jalan keluar dari kondisi yang tak mengenakkan itu. Ia memaafkan Lauren, dan berencana untuk mendapatkan anak bersamanya. Ia juga memutuskan untuk bekerja dengan Gil (Marc Blucas), seorang pengedar narkoba yang dikenalnya dengan baik. Selama 18 tahun, keadaan tampak berjalan lancar, sebelum akhirnya Bradley bertemu dengan Eleazar (Dion Mucciacito) yang memiliki bisnis seperti Gil dan ingin bekerja sama dengan Gil.
Review
Selain Wedding Crasher, coba sebut satu film dimana seorang Vince Vaughn melakukan performa meyakinkan dan filmnya disukai penonton banyak atau pun juga kritikus sebelum Hacksaw Ridge. I'll wait.
Tidak ada? Yup, that's exactly my point. Setelah Wedding Crasher, nama aktor satu ini memang bisa dikatakan cukup tenggelam dan seolah tidak relevan lagi untuk dibicarakan. Apalagi di dalam resumenya, ia juga terlibat remake gagal total dari film yang dicintai oleh sebagian besar penikmat film, yaitu Psycho, 19 tahun lalu, satu alasan yang membuat dirinya sebagai aktor yang cukup tidak disukai dan diragukan kapabilitas aktingnya. Pemulihan karir sepertinya tengah dilakukan oleh Vince Vaughn, ketika pada tahun 2016, ia membintangi Hacksaw Ridge yang disukai oleh kritikus. Tidak hanya itu, penampilan Vince Vaughn sebagai Sgt. Howell mendapatkan perhatian serta pujian oleh penikmat film. Namun, bisakah hal itu kembali ia ulang ketika dirinya diposisikan sebagai fokus utama dalam satu film? Brawl in Cell Block 99 adalah lapangan bermain untuk Vaughn selanjutnya, bedanya kali ini dia adalah karakter utama.
Apa yang dilakukan Vaughn disini bisa saya katakan seperti yang dilakukan oleh Steve Carrel. Carrel melucuti identitas nya sebagai aktor komedi dengan memerankan karakter yang benar-benar berhasil membuat pangling para penonton. Begitu juga yang dilakukan Vaughn. Karakter Bradley yang ia mainkan disini jelas bukanlah untuk bahan tertawaan orang banyak, bahkan kehadirannya saja rasanya cukup untuk membuat orang bergidik ngeri bila berdiri di dekatnya. Badannya yang tinggi cukup untuk mengintimidasi orang, belum lagi kita membicarakan soal ketenangan serta matanya yang tajam. Vaughn sukses meyakinkan penonton jika Bradley bukanlah orang yang tepat untuk kita ajak berkelahi. Untuk lebih meyakinkan sebagai Bradley yang diceritakan sebagai mantan petinju, Vaughn pun melakukan latihan tinju 3 bulan dan menaikkan berat badannya. Bahkan, para produser film ini,menyatakan bila adegan ketika Bradley menghancurkan mobil istrinya benar-benar dilakukan oleh Vaughn, menggambarkan betapa seriusnya Vaughn dalam memerankan karakternya.
Performa Vaughn sebagai Bradley tampaknya akan sangat berbekas di benak penonton, termasuk saya. Saat pertama kali muncul saja, Vaughn telah memunculkan aura yang sangat berbeda. Tanpa harus melakukan kekerasan atau aksi kriminal, cukup dengan turun dari mobilnya dan melihat raut mukanya saja telah meyakinkan saya jika Bradley bukan orang yang biasa dan memiliki bom waktu dalam dirinya. Intimidatif, menyeramkan, pembunuh, bahkan mungkin psikopat, sebutan-sebutan berbentuk spekulasi tersebut muncul di benak saya ketika melihat Bradley pertama kali. Pertanyaan mengenai performa Vaughn pun juga langsung terjawab seketika. Ya, ini adalah performa terbaik Vaughn sebagai aktor dalam karirnya, berkat penambahan gesture kecil nya yang mampu membuat penonton mengerti apa yang sedang dirasakan Bradley. Bahkan, pengalaman panjangnya sebagai aktor yang bermain dalam film bergenre komedi pun turut membantu Vaughn dalam melayangkan one liner yang cukup menggelitik (pernyataannya akan dirinya malas menonton film dengan subtitle berhasil membuat saya tertawa). Namun bukan berkat Vaughn saja yang membuat karakter Bradley bagi saya akan menjadi salah satu karakter terbaik di tahun 2017, tetapi juga suntikan karakterisasi dari sutradara juga penulis naskah, S. Craig Zehler, tidak bisa kita kesampingkan.
Zehler begitu memperhatikan karakternya, terlihat dari bagaimana ia menghidupkan karakter Bradley. Zehler memberikan sentuhan akan seorang family man terhadap Bradley. Ia mencintai istrinya, bahkan memaafkan Lauren yang ketahuan telah selingkuh dengan pria lain dan tidak serta merta menyalahkan Lauren seorang. Kepedulian terhadap Lauren dan sang calon anak diperlihatkannya dengan memperhatikan keamanan sang istri. Hal ini tentu saja membuat karakter Bradley cukup mudah untuk disukai, dan penonton mau tidak mau merasakan simpati akan takdir Bradley yang mengharuskan dirinya mendekam di penjara. Zehler pun menjadikan karakter Bradley tidak hanya jago dan kuat luar biasa dalam bertarung, namun dirinya juga cukup cerdas nan taktikal dalam melaksanakan pekerjaannya. Terlihat di akhir film yang memperlihatkan strateginya, yang secara tidak langsung menjawab bagaimana Bradley bisa melakukan pekerjaannya sebagai drug dealer dengan lancar, yah paling tidak selama 18 tahun.
Setelah menyaksikan film ini, saya yakin akan terdapat beberapa penonton yang misleading akibat judul yang dipasang, apalagi ada kata Brawl di judul yang seolah menggambarkan bila film ini akan menyajikan adegan perkelahian antar tahanan dalam skala masif di dalam penjara. Maka saya akan bisa memahami jika ada penonton yang tidak menyukai dari hasil akhir Brawl in Cell Block 99 karena tidak sesuai dengan ekspektasi di awal. Jangankan didominasi sajian aksi, kisah Bradley harus hidup di dalam penjara saja baru bergerak ketika film menyentuh durasi kurang lebih 1 jam. Saya mengakui jika saya juga termasuk di antara penonton yang "tertipu", namun saya malah menyukai apa yang disajikan Zehler. Dan ketika mengetahui jika Zehler juga adalah orang yang paling bertanggung jawab di balik hebatnya film Bone Tomahawk, maka saya pun mengerti dengan apa yang menjadi keputusan Zehler dalam menggerakkan Brawl in Cell Block 99. Yap, tampaknya ini adalah gaya penyutradaraan Zehler, yang lebih memilih menggerakkan plot nya perlahan, cenderung lamban untuk memberikan kesempatan penonton lebih mengenal karakternya. Bedanya, Brawl in Cell Block 99 lebih mudah dikonsumsi walau dengan pergerakan plotnya yang pelan karena segala adegan yang terjadi di dalam Brawl in Cell Block 99 memiliki poin sendiri sehingga tidak sulit untuk menjaga atensi. Satu poin ini pula yang membuat saya lebih menyukai film ini dibanding Bone Tomahawk yang sedikit berat untuk diikuti akibat pelannya pergerakan plot.
Dan jika kalian juga telah menonton Bone Tomahawk, maka kalian pasti bisa mengantisipasi akan adanya beberapa adegan brutal atau gore disini. The Bone Tomahawk pun mungkin akan lebih dikenal berkat adegan ini yang sukses memaksa saya teriak layaknya gadis 14 tahun. Zehler tidak setengah-setengah dalam menyajikan adegan brutalnya, dan tidak hanya itu, Zehler menyajikannya dengan serealistis mungkin dan hadir pada timing yang tidak diduga-duga atau dengan kata lain on time, yang berhasil membuat adegan-adegan gore nya tidak mudah terlupakan, dan juga sukar untuk dilihat, tentu saja.
Lewat Brawl in Cell Block 99, Zehler ingin memperlihatkan pengorbanan seorang pria yang rela melakukan apapun, termasuk mengorbankan dirinya demi keselamatan orang yang ia sayangi, bahkan bila harus mengorbankan dirinya. Setiap pengenalan karakter yang Zehler lakukan di 1 jam sebelumnya berdampak pada momen ending yang bisa dicap sebagai salah satu momen paling menyentuh di 2017. Dan juga Brawl in Cell Block 99 adalah pembuktian dari seorang Vince Vaughn bila ia adalah aktor yang memiliki kapabilitas akting yang tidak bisa kita remehkan lagi.
0 komentar:
Post a Comment