Monday, 27 March 2017


 "We have plenty of matches in our house. We keep them on hand always"- Paterson

Plot

Menceritakan satu minggu dari kehidupan sehari-hari Paterson (Adam Driver) di kota tenang yang memiliki nama yang serupa dengan dirinya, Paterson, New Jersey. Paterson sendiri memiliki kekasih yang memiliki ketertarikan dengan seni juga cupcakes, Laura (Golshifteh Farahani). Paterson juga memiliki profesi sebagai supir bus, dan dalam waktu senggangnya, ia menulis puisi demi puisi di dalam notebooknya.




Review

Ada sebuah adegan yang saya ingat di film Fences dimana dalam adegan tersebut salah satu anak dari Troy menanyakan mengapa Troy tidak menyukai dirinya. Dan Troy menjawabnya dengan jawaban yang mungkin jauh diharapkan oleh sang anak, tetapi sulit juga untuk menyalahkan jawaban dari Troy. Troy menjawab dirinya tidak perlu menyukai sang anak, karena dia telah menjalankan tugasnya sebagai ayah, yaitu menghidupi sang anak. Saya teringat adegan tersebut tidak lama setelah saya menyaksikan film yang disutradarai juga ditulis oleh Jim Jarmusch. Paterson mungkin merupakan film yang cocok sebagai permulaan bagi kalian yang ingin mencicipi bagaimana jalan penceritaan jenis film arthouse. Reaksi saya juga kala berakhirnya perjalanan saya dengan Paterson, well, agak mix juga karena bila dibilang saya menikmati film ini, jawabannya tidak. Lalu, apakah saya membenci film ini? Well, not even close.

Jim Jarmusch menyajikan Paterson mungkin bisa diperbandingkan dengan beberapa karya nya Richard Linklater. Dalam satu minggu kita menjadi saksi kehidupan Paterson, sama sekali tidak ada konflik besar yang menaikkan tensi penceritaan. Tetap masih ada konflik yang menjadi bumbu cerita, tetapi hampir keseluruhan konfliknya begitu dekat dan realistis, ya seperti konflik-konflik yang terjadi di dalam kehidupan kita (pengecualian mungkin konflik yang ada di bar). Tidak hanya itu, narasi bergerak pun cenderung repetitif. Paterson bangun dari tidur, melihat jam tangan untuk memastikan waktu, mengecup mesra Laura, sarapan, berangkat kerja, menulis puisi kala senggang, pulang kerja, mengobrol dengan Laura dan ditutup dengan mengajak jalan Marvin, anjing peliharaan mereka yang tidak pernah akur dengan Paterson, lalu mampir di bar langganan Paterson. Kebiasaan Paterson tersebut berulang-ulang memenuhi hari-harinya, ditambah dengan beberapa konflik-konflik kecil untuk sedikit mewarnai hari-hari yang dijalani Paterson. Perjalanan yang repetitif ini lah faktor utama mengapa saya kurang menikmati Paterson. Setelah tiadanya konflik yang terlalu menarik perhatian, ditambah pula lontaran-lontaran dialognya yang bisa dibilang biasa saja, dan Paterson juga tidak jarang menghabiskan durasinya dengan tanpa dialog. Makin komplitlah mengapa saya beberapa kali ingin menyudahi film ini. Tepat sekali bila Paterson itu bagaikan lukisan abstrak yang tidak sembarang orang mampu menangkap keindahannya. Serius, dalam setiap karakter Paterson mengawali harinya, saya selalu menebak konflik utama apa yang sebenarnya menjadi fokus cerita Paterson, dan ketika durasi menyentuh akhir, jawaban itu tak terjawab karena Jarmusch tidak memiliki itu di dalam karya nya ini. Entah apa yang ia presentasikan kala meyakinkan para produser untuk akhirnya mau membantu menelurkan Paterson.


Lalu, apa motif saya mengungkit salah satu adegan Fences di awal paragraf dalam mengulas film Paterson ini? Walau saya tidak menikmati film ini, tapi bukan berarti saya juga tidak memutar otak mencari maksud dari Jarmusch membuat film Paterson, dan jawaban dari hasil observasi saya adalah belajar dari seorang Paterson yang mungkin saja tidak menyukai kehidupannya yang begitu pasif tanpa ada perubahan signifikan yang berarti, tetapi Paterson tetap menjalaninya dengan tenang, mensyukuri semuanya yang terjadi. Memang masih banyak pertanyaan lainnya, seumpama apa maksud di balik kejadian Paterson yang selalu menemui dua saudara kembar di hari-harinya? Saya belum memiliki jawaban akan hal itu.

Mungkin saya tidak sepenuhnya menangkap maksud sesungguhnya dari film ini, tapi saya tahu bila Paterson adalah film yang indah. Berkat bantuan Frederick Elmes, Jarmusch menangkap dari sudut demi sudut kota Paterson, lalu yang saya suka ketika Paterson menulis puisi, beberapa kali Jarmusch memvisualisasikan apa yang dipikirkan oleh Paterson saat menulis puisinya. Namun, apa yang membuat saya betah hingga akhir adalah karakter Paterson itu sendiri. Paterson mungkin bukanlah orang yang membuatmu betah berlama-lama kala bercerita dengannya, tetapi Paterson jelas orang yang mudah disukai berkat sifatnya yang ramah, baik hati dan tidak jarang mampu menjadi pendengar yang baik. Karakter Paterson juga mengajarkan untuk kita selalu senantiasa memperhatikan sekitar karena bisa jadi apa yang kita saksikan menjadi inspirasi dalam berkarya. Adam Driver tentu sempurna menjelma menjadi Paterson berkat mukanya yang senantiasa tanpa ekspresi, suaranya yang berat juga menunjukkan kewibawaan dari seorang Paterson, dan kala dirinya harus melontarkan jokes, Adam Driver juga berhasil melaksanakannya. Penampilan charming dari Adam Driver diseimbangkan juga oleh akting memikat dari Golshifteh Faharani yang berhasil menjadi seorang istri yang eksentrik, menyenangkan, begitu perhatian dengan sang suami yang membuat karakter Laura ini menjadi seorang istri idaman bagi semua pria. Chemistry antara Adam Driver dan Faharani juga terjalin dengan baik, tidak datar walau hanya disokong lewat dialog-dialog yang bisa dibilang biasa saja, namun hal itu ternyata telah cukup untuk membuat saya begitu iri melihat pasangan ini.

Tidak salah memang menyatakan bila Paterson merupakan film yang cukup berani memutuskan untuk menggerakkan narasi nya dengan meniadakan letupan-letupan konflik yang tidak bisa dipungkiri adalah hal yang ampuh untuk membuat penonton tetap tertarik mengikuti filmnya. Namun, mungkin disitu juga yang menjadi daya tarik Paterson sehingga mendapatkan tanggapan yang cukup positif di kalangan para kritikus. Saya tidak begitu menikmati Paterson, namun saya juga tidak memungkiri bila saya menyukai hubungan antara Paterson dan Laura, yang merupakan faktor utama saya untuk senantiasa mengikuti film ini hingga akhir.

7,25/10

Categories: , ,

2 comments:

  1. Pengen nonton film ini karena dipuji-puji... tapi agak males-malesan karena feeling filmnya bakal membosankan... harus nyiapin mood dulu biasanya hehe

    ReplyDelete
  2. tergantung ekpsektasi juga mbak :D

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!