Sunday 1 October 2017

Sekitar satu bulan lalu, Netflix, salah satu layanan tv cable, menghadirkan film adaptasi dari salah satu manga terbaik yang pernah hadir, Death Note. Sedikit mengenai Death Note, Death Note adalah sebuah karya masterpiece yang diciptakan oleh Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata, yang menceritakan buku berwarna hitam yang dinamai Death Note, bila nama seseorang ditulis di atas kertas buku tersebut, dalam sekejap orang itu akan menemui ajalnya. Keduanya berhasil menciptakan jalan cerita yang unik, absurd namun sangat cerdas. Death Note juga di motori dua karakter menarik, yaitu Light Yagami dan L. Karakterisasi yang brilian pada keduanya juga hubungan serta kisah cat and mouse antar keduanya berhasil membuat Light dan L begitu dicintai oleh penikmat Death Note dan Death Note sendiri mendapatkan kritik yang memuaskan dan juga kepopuleran di ranah dunia. Tidak heran jika pihak Netflix tertarik untuk mengangkat kisah manga Death Note ke layar lebar versi Amerika.
Ini merupakan adalah film adaptasi Death Note pertama yang dipublis oleh industri Amerika, karena selama ini Film adaptasi Death Note ditangani oleh industri film dari Jepang, seperti trilogy Death Note yang hadir di tahun 2006. Penggemar animanga (Anime Manga) Death Note di seluruh dunia tentu mengantisipasi Death Note versi Amerika ini dengan penuh was was. Hal ini bukan tanpa sebab, karena selama ini, bisa dibilang tidak ada sama sekali film adaptasi manga versi Amerika yang memuaskan, sebut saja seperti Speed Racer dan yang paling mengecewekan adalah Dragon Ball Evolution. Dan benar saja, film adaptasi garapan Adam Wingard tersebut dicerca habis-habisan baik penonton kasual dan yang terutama die hard fans animanga Death Note.
Cerita yang sangat berbeda dari sumber aslinya dan terutama karakter-karakternya yang berbeda jauh sekali dengan apa yang tergambarkan dalam animanga Death Note. Bila dalam manga, karakter Light adalah karakter yang begitu cerdas, tenang, memiliki perencanaan yang matang, mampu memikirkan beberapa langkah jauh ke depan dibandingkan yang lain serta kalkulatif sehingga bisa dipahami mengapa dirinya sangat sulit ditangkap, sedangkan L yang merupakan detektif nomor satu di dunia yang ditugaskan untuk menangkap Light atau codename nya Kira, merupakan karakter unik yang gemar memakan semua makanan yang manis, kekanak-kanakan namun kemampuan daya pikirnya mampu menyaingi Light sehingga tidak jarang strategi yang digunakan L mampu memaksa Light terpojok. Mereka berdua bisa dibilang memiliki kesamaan, namun sayang mereka berada disisi berlawanan, dan itulah salah satu faktor mengapa rivalitas Light dan L sangat menarik diikuti dan menggoda untuk diikuti hingga akhir.
Death Note versi Netflix sangat berbeda. Selaku sutradara, Adam Wingard seolah memiliki gagasan bila semua hal positif di dalam animanga lebih baik dihilangkan dan diganti yang baru. Dan hasilnya, berantakan dan hampir seluruh penggemar Death Note menyatakan ketidak puasannya, bahkan seorang Adam Wingard pun harus menghapus akun twitter nya akibat banyaknya caci maki bahkan ada yang mengancam untuk membunuh Adam Wingard.
Dan inilah yang selalu menjadi permasalahan film adaptasi yang diangkat dari manga. Sang kreator seolah tidak memahami esensi dari manga, dan seenaknya saja mengubah apa yang sebenarnya merupakan daya tarik atau daya jual manga yang berpengaruh dalam meningkatkan popularitas. Hal ini tidak berpengaruh di industri Amerika saja, di Jepang pun pernah terjadi. Bila teman-teman masih ingat, film adaptasi live action Attack on Titan pun mendapatkan respon negatif dari penggemar manga Attack on Titan a.k.a Shingeki No Kyojin karena merubah cerita seperti yang ada di manga nya.
Death Note memang didominasi akan dialog-dialog rumit, namun penggemar tidak keberatan karena memang disitulah esensinya, yaitu melihat adu pintar antara Light dan L. Di versi Netflix, dengan mengatasnamakan kepuasan penonton, mereka seenaknya saja melebih-lebihkan suatu adegan, misal yang paling mengherankan bagaimana cara setiap korban tewas akibat namanya di tulis di dalam Death Note. Dalam animanga, mereka cukup digambarkan dengan mengalami sakit jantung, berlawanan sekali di versi Netflix yang semua adegan kematiannya mengingatkan kita akan franchise film Final Destination.
Memanfaatkan kepopularitas suatu manga dan mengangkatnya sebagai film sah-sah saja, namun tolong jangan khianati juga penggemar yang setia mengikuti kisahnya dalam bentuk lembar manga. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi para sutradara yang ingin mencoba untuk mengadaptasi film dari manga.
Categories: , ,

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!