Monday, 9 October 2017


"I did not start this war. I offered you peace. I showed you mercy. But now, you're here. To finish us off...for good"- Caesar

Plot

Walau Caesar (Andy Serkis) memang berhasil meredam pemberontakan yang dilakukan kera penuh dendam, Koba (Tony Kebbell), namun Caesar tetap tidak bisa menghindari konflik antar kera dengan manusia. Bahkan Caesar harus menerima kenyataan ada beberapa kera yang mengikuti ideologi Koba sehingga rela untuk memerangi dirinya bersama pengikutnya dengan membantu manusia. Setelah berhasil meredam serangan yang dilakukan para tentara yang diketuai pria yang dipanggil Kolonel (Woody Harrelson) dan membebaskan beberapa tentara yang berhasil ditangkap, Caesar tidak akan menduga bila itu adalah awal dari petualangan yang mungkin paling personal dalam Caesar. Untuk pertama kali nya, Caesar menyadari bila dendam bisa merasuki para kera layaknya manusia.




Review

Selain Dunkirk, bisa dibilang War for the Planet of the Apes adalah film yang saya harapkan bisa saya saksikan dalam bioskop. Sayangnya akibat jadwal rilisnya yang begiti bedekatan dengan Dunkirk, saya pun harus merelakan untuk melewatkan War for the Planet of the Apes. Dengan budget yang tipis, sulit untuk saya untuk menyaksikan dua film di bioskop sekaligus dalam satu bulan. Keinginan itu tidak terlepas karena sebelumnya dua film dari trilogy reboot Planet of the Apes ini begitu memuaskan. Pada reboot yang dilakukan 6 tahun lalu, sang sutradara Rupert Wyaat dengan Rise of the Planet of the Apes nya menunjukkan bagaimana film reboot seharusnya dibuat. Adegan aksi, serta penggunaan CGI yang tepat, serta tidak lupa juga akan pendalaman cerita, Rise of the Planet of the Apes berhasil menjadi salah satu film yang paling mengejutkan pada tahun 2011. Kemudian dilanjutkan dengan Dawn of the Planet of the Apes yang meski tidak lagi disutradarai oleh Rupert Wyaat dan tongkat estafet diserahkan pada Matt Reeves, Dawn of the Planet of the Apes malah menurut saya berhasil melampaui kualitas bagus pada film pertamanya. Dengan konflik internal ditambah juga aksi-aksi nya yang memukau, Reeves mengantarkan Dawn of the Planet of the Apes menjadi salah satu film terbaik pada tahun 2014. Dengan dua film nya yang sama-sama memuaskan, ekspektasi tentu meninggi kala film ketiga akhirnya dirilis pada tahun ini.

Masih dipegang kendali oleh Reeves, War for the Planet of the Apes langsung dibuka dengan adegan penyerangan yang dilakukan oleh sekumpulan tentara. Para tentara ini ternyata juga ikut dibantu oleh beberapa kera yang memilki ideologi sama seperti Koba. Awalnya saya menganggap ketika adegan kera yang dipanggil Donkey tiba-tiba menepuk pundak salah satu tentara itu adalah semacam adegan humor. Adegan itu berlangsung singkat saja, dan dari situ mungkin Reeves ingin mengindikasikan bila War for the Planet of the Apes tidak lah dipenuhi akan adegan perang antar kera dan manusia. Reeves tahu betul esensi reboot Planet of the Apes ini, dan tetap memfokuskan penceritaan pada diri Caesar. Di awal, Caesar masih lah memiliki rasa kasihan dan berusaha sebaik mungkin ingin menjaga perdamaian dengan manusia. Namun, disebabkan oleh suatu kejadian, Caesar merasa cukup dan berbalik menjadi penyerang dalam film ini.

Kejadian itu tentunya merupakan pengembangan karakter untuk Caesar. Caesar akhirnya sadar bila keinginan untuk hidup berdampingan dengan manusia adalah hal yang mustahil. Kita melihat sisi gelap Caesar dalam film ini, dan dengan adanya kejadian yang menimpa Caesar, penonton pun bisa memahami, walaupun mungkin akan ada yang menyayangkan akan perubahan yang dialami Caesar. Walau diselimuti akan dendam, Caesar tidak sepenuhnya mengikuti jejak Koba, yah paling tidak, belum sepenuhnya.  Maka dari itu lah, diperlukan kehadiran gadis kecil bisu yang diperankan oleh Amiah Miller. Kehadiran gadis kecil ini bagaikan reminder untuk Caesar akan dirinya yang dulu, yaitu Caesar yang mencintai manusia.

War for the Planet of the Apes memiliki suatu cerita yang sama seperti Rise of the Planet of the Apes, yaitu cukup didominasinya cerita mengenai Caesar menjadi tahanan. Yang berbeda tentu kondisi Caesar sendiri sebagai tahanan. Bila dalam Rise of the Planet of the Apes, Caesar masih seekor kera yang baru mengerti akan realita dan melihat sendiri bagaimana perlakuan manusia kepada para kera, dalam War for the Planet of the Apes, Caesar telah menjadi seorang pemimpin di dalam kelompoknya. War for the Planet of the Apes memiliki fokus akan pergelutan batin Caesar, dan disinilah pergelutan itu terjadi. 

Seperti pada Dawn of the Planet of the Apes, Reeves menyajikan War for the Planet of the Apes dengan perlahan, juga sunyi karena interaksi antar kera sering dilakukan dengan bahasa isyarat dan bisa saja cenderung membosankan bagi penonton yang "tertipu" dengan kata War di judulnya sehingga mengekspektasikan War for the Planet of the Apes akan dipenuhi dengan gelaran aksi. Pendalaman serta motivasi karakter di dalamnya tetaplah menjadi sajian utama. Tidak hanya Caesar yang diberikan motivasi akan tindakan yang dilakukannya, namun juga sang Kolonel yang digambarkan kejam pada awalnya pun memiliki sebuah motivasi yang tidak berbeda jauh dengan Caesar. Woody Harrelson bermain cemerlang disini berkat keberhasilannya dalam mengeluarkan aura intimidatif setiap kemunculannya, bahkan kala diam pun, kita bisa merasakan kegilaan dari sosok Kolonel yang mengingatkan saya akan sosok Colonel Kurtz di film Apocalypse Now. Dan setelah melihat akan easter eggs pada film tersebut (Ape-ocalypse Now), saya merasa memang persamaan antara sang kolonel dengan Kolonel Kurtz memang disengaja. Woody berhasil menjadi lawan yang sepadan untuk Andy Serkis yang rasanya tidak usah dijelaskan lagi bagaimana luar biasanya aktor ahli motion capture ini dalam memerankan sosok Caesar.

Dengan memiliki kata War di dalam judulnya, War for the Planet of the Apes benar-benar minim bila harus membicarakan adegan aksi. Praktis konflik pertempuran antara kera dan manusia hanya terjadi di awal dan akhir yang bisa dibilang memiliki durasi yang cukup singkat. Bahkan saya yang mengikuti dua film predesornya, sempat menduga bila film ini akan didominasi perperangan yang berlangsung antar kera dan manusia. Namun ternyata War disini yang dimaksud adalah perang yang terjadi dalam diri Caesar. Bila sebelumnya Caesar tidak bisa menghilangkan api dendam dalam diri Koba, kini Caesar sendirilah yang harus tenggelam dalam selimut api dendam tersebut. Saat Caesar untuk pertama kalinya menembak manusia, disaat itu pula penonton, termasuk saya, yang menyukai Caesar terkejut akan perubahan drastis dalam diri Caesar. Selain terkejut, menyayangkan apa yang Caesar lakukan juga ikut terasa, walau pun memang motivasi yang dimiliki Caesar sangat lah jelas. Yah, Reeves kembali berhasil menciptakan konflik batin tersendiri untuk penonton.

Walau memang bila ditilik dalam cerita, War for the Planet of the Apes sangat memuaskan, namun untuk sajian summer blockbuster, film ini cukup biasa-biasa saja bila membicarakan aksi yang terjadi. Tidak ada adegan yang mampu membuat penonton menahan nafas seperti adegan jembatan di film pertama, tidak ada pertempuran seru satu lawan satu seperti di Dawn of the Planet of the Apes. Ya, sama sekali tidak ada yang memorable sajian aksi di dalam War for the Planet of the Apes. Saya cukup kecewa karena akan ada potensi War for the Planet of the Apes menyajikan sebuah gelaran aksi yang memukau, apalagi setelah mengetahui kenyataan melalui pernyataan Kolonel. Telah terbayang bagaimana  serunya pertempuran yang terjadi antar 3 pihak di sajian akhir nya. Namun apa yang terjadi di layar tidak sesuai ekspektasi dan bahkan akhir dari rivalitas antara Caesar dan Kolonel bisa dibilang cukup anti klimaks. Hal inilah yang membuat saya merasa bila War for the Planet of the Apes sedikit dibelakang dua film pendahulunya. Walau tidak bisa terbantahkan, film ini memiliki ending yang bisa memaksa penonton untuk mengalirkan air mata.

7,75/10


1 comment:

  1. Website sangaat rapih, artikel berkualitas, keep it up!
    Kunjungi website kami
    Golden Gamat Mitoha

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!