Saturday, 2 November 2019

"You may have changed the future. but you didn't change our fate"- Grace

Plot

Prajurit wanita setengah cyborg dari masa depan bernama Grace (Mackenzie Davis), memiliki tugas untuk menyelamatkan Dani Ramos (Natalia Reyes) dari buruan Legion, teknologi AI di masa depan yang akan membumi hanguskan umat manusia. Dari Legion sendiri mengirimkan terminator tipe Rev-9 (Gabriel Luna), terminator berteknologi super canggih yang memiliki kemampuan untuk memisahkan diri serta beregenerasi tanpa batas, demi membunuh Dani. Grace dan Dani nantinya akan bertemu dengan Sarah Connor (Linda Hamilton) yang memiliki tujuan berjaga-jaga mengantisipasi kebangkitan Skynet.



Review

Dengan menghadirkan dua aktor dari dua film klasik terdahulu nya, lalu mengajak kembali James Cameron yang kini duduk di kursi produser, serta keputusan untuk menganggap ketiga film sekuel setelah T2: Judgement Day seolah tidak ada, terlihat usaha dari pihak Paramount dan 20th Century Fox untuk menggembirakan hati penggemar franchise ini dengan menghadirkan film teranyar supaya bisa berakhir dengan kualitas yang bisa dibanggakan. Terlebih lagi dengan nama-nama ternama di bangku sutradara maupun naskah, yang kini diemban oleh Tim Miller (Deadpool 2) dan trio David S. Goyer (The Dark Knight trilogy), Justin Rhodes, dan Billy Ray (Hunger Games, Captain Phillips, Gemini Man). Di atas kertas, Dark Fate jelas sangat menjanjikan. Dan jangan salahkan bila ekspektasi penonton akan melambung tinggi.

Namun yang jelas, sehebat apapun pihak dibelakang layar Dark Fate, rasanya sulit untuk melakukan perubahan total pada dasar penceritaan. Maka pilihan yang rasional adalah tetap berpijak pada penceritaan klasik film-film Terminator awal dan melakukan perubahan seperlunya. Toh, bila harus belajar pada Terminator Genisys, mengubah cerita dasar secara signifikan juga tidak menjamin film berakhir dengan baik.

Dark Fate dibuka dengan adegan-adegan yang familiar ala Terminator jika Anda merupakan penikmat film yang mengikuti franchise ini dari awal, terutama dengan T2: Judgement Day. Dua karakter misterius yang mendadak muncul, lalu berusaha untuk mencari target utama dari misi masing-masing. Dan dalam setengah jam awal saja, Dark Fate telah menyajikan adegan aksi beradrenalin tinggi dengan melibatkan pertarungan beroktan tinggi, lalu dilanjutkan dengan car chase yang seketika, lagi, mengingatkan saya akan adegan car chase yang terjadi dalam T2: Judgement Day. Walau tidak terlalu memorable, namun ini sudah sangat efektif untuk mempertunjukkan kehebatan masing-masing dari Grace dan terutama Rev-9, sebelum nanti kita akan diperlihatkan kehadiran kembali Sarah Connor yang berhasil membuat saya ingin teriak kegirangan, ditambah dengan iringan soundtrack legendaris milik Brad Fiedel yang telah menjadi ciri khas franchise ini.

Setelah dibuka dengan cukup menjanjikan, Dark Fate mulai berjalan dengan intensitas yang cukup perlahan demi membangun narasi penceritaan. Selain karakter the chosen one nya yang beralih ke Dani Ramos, selebihnya memang Dark Fate tidak terlalu memiliki perbedaan yang signifikan, dan sekali lagi, saya mengerti akan pilihan ini. Oh, mengenai John Connor, penonton akan mendapatkan jawabannya sedari awal, yang memberikan petunjuk jika Dark Fate merupakan sekuel setelah Judgement Day. Dan dari ketika Dark Fate mulai bergerak perlahan, membangun fondasi cerita, tersibak sedikit demi sedikit kelemahan dari film ini. Karena ketika adegan aksi absen di layar, disitu pula Dark Fate tidak memiliki magnet yang cukup kuat untuk tetap mencengkeram atensi penonton.

Pergerakan cerita cenderung monoton dan repetitif, tidak ada yang terlalu spesial, hingga nanti karakter Arnold Schwarzenegger, sang ikon dalam franchise ini, muncul di layar. Tidak bisa terpungkiri sih memang, sosok Arnold sangat efektif dalam menarik atensi penonton kembali. Tercipta juga hubungan "love hate relationship" antara Sarah dan sang terminator, yang kini memiliki nama yaitu Carl. Terdapat usaha untuk memodifikasi mengenai sosok Terminator, namun hingga akhir nanti, narasi ini hanya lewat saja tanpa menimbulkan kesan.

James Cameron merupakan the godfather dalam franchise ini, dan saya rasa beliau mengerti salah satu aspek terbesar mengapa dua film awal Terminator sangat dicintai oleh penikmat film hingga jatuhnya menjadi salah satu yang terbaik di genre aksi, terlepas dari visual effect atau ide ceritanya yang visioner, dan aspek tersebut adalah emosi atau hati. Jika di film pertama, kita disajikan hubungan romansa antara Sarah dan Kyle, pada sekuelnya, hubungan emosi berpusat pada John dan sang terminator, T-800. Terdapat momen-momen kehangatan yang tercipta. Salah satunya, siapa yang bisa melupakan momen ketika John bermain high five dengan T-800? Kehangatan seperti ini yang saya tidak temukan di film-film Terminator selanjutnya, dan sayangnya termasuk Dark Fate.

Sangat disayangkan karena Dark Fate memiliki kumpulan karakter yang memiliki sejarah masing-masing, seperti Grace dan Dani, atau Dani dengan Sarah yang memiliki kisah yang hampir sama, hingga Sarah dan Carl. Goyer and co. telah memiliki modal awal yang sangat baik, namun sayang sekali, kesempatan membangun hubungan emosional sangat minim tampil di layar. Interaksi yang terjadi berlingkup pada usaha menyelamatkan diri, atau strategi untuk bisa mengalahkan Rev-9. Kuantitasnya jauh lebih banyak dibandingkan obrolan yang menyentuh ke ranah pribadi dalam rangka usaha membangun relasi antar karakter. Akibatnya, tidak ada emosi yang terbangun, sehingga narasi sepenuhnya bertumpu pada pertanyaan, bagaimana Rev-9 di akhir nanti dikalahkan, bukan lagi apakah karakter-karakter utamanya bisa selamat, yah, mungkin pengecualian untuk Sarah dan Carl sih.

Saya cukup menyayangkan keputusan dari Goyer dan tim untuk malu-malu dalam mengungkapkan peran Dani di masa depan sehingga dirinya menjadi target utama bagi Legion, karena saya rasa sebagian besar penonton telah bisa menebak jawaban yang telah disiapkan. Saya sebenarnya masih berharap jika Goyer-Rhodes-Ray ingin menyiapkan kejutan, namun ternyata pun tidak ada. Jawaban yang telah disiapkan sama persis dengan apa yang dalam pikiran saya, dengan sedikit sentuhan emosional yang melibatkan relasi antara Grace dan Dani.

Untungnya, kelemahan pada narasi ditambah minimnya pendalaman relasi antar karakter sedikit ditutupi dengan gelaran adegan aksi nya yang harus diakui sangat menghibur. Dengan rating R, Tim Miller terlihat bebas dalam menggeber sajian aksinya. Darah bercipratan, lalu tubuh tercabik dengan memanfaatkan kekuatan dari Rev-9 yang benar-benar sukses besar dalam merepotkan Grace, Sarah, bahkan Carl. Baik di darat, udara atau pun dalam air, semuanya tidak masalah bagi Rev-9, walau sayangnya memang disini sosok Rev-9 mungkin tidak terlalu membekas karena fakta generiknya karakterisasi yang dimiliki. Mungkin disengaja ya, yah, namanya juga robot kan.



Linda Hamilton dan Arnold boleh saja menjadi scene stealer, namun hal yang paling mengejutkan adalah penampilan prima dari Mackenzie Davis yang tampaknya akan menjadi salah satu heroine terbaik pada tahun ini. Tidak hanya sexy, namun juga Mackenzie tampil begitu badass di setiap sajian aksi nya, terutama kala ia mengayunkan rantai yang mampu mencabik-cabik tubuh Rev-9. Dengan dikelilingi karakter-karakter keren di dekatnya, mudah untuk melupakan karakter Dani, terlebih memang sebelum mendekati third act, penonton belum memiliki alasan cukup kuat untuk terikat sepenuhnya dengan karakter ini.

7,5/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!