Wednesday, 28 December 2016



"What we lost in the fire, we found in the ashes"- Sam Chisolm

Plot


Emma Cullen (Haley Benett) adalah salah satu penduduk desa dari Rose Creek, dimana desa tersebut sedang dikuasai oleh pengusaha keji bernama Bartholomew Bogue (Peter Sarsgaard). Terbawa oleh keinginan dendam atas kematian suaminya, Emma meminta bantuan Sam Chisolm (Denzel Washington) untuk membantu penduduk desa menyingkirkan Bogue. Sam, yang menerima permintaan tersebut, mencoba mengumpulkan kenalan-kenalan nya yang dirasa mampu membantu misi mustahil itu.




Review


Dari judulnya saja bisa ditangkap bila film ini terinspirasi (atau remake) dari film klasik nan legendaris hasil polesan Akira Kurosawa yaitu Seven Samurai serta versi Hollywoodnya yang berjudul sama. Saya belum menonton kedua film tersebut sehingga saya pun tidak berani membandingkan kemiripan lainnya. Plot yang diangkat dalam garapan teranyar Antoine Fuqua sangatlah simple. Mengenai sebuah wilayah yang diduduki oleh penguasa kejam yang mengambil semua keuntungan sumber daya dari tempat tersebut, hingga timbul perlawanan dari penduduk wilayah yang bernama Rose Creek tersebut dengan menyewa 7 koboi (well, six actually) yang mahir dalam menggunakan senjata. Ya, sangat sederhana sehingga wajar apabila pada bagian third act nya menghabiskan hampir menyentuh durasi 45 menit. Tetapi sebelum menuju kesana, penonton akan diajak untuk melihat bagaimana kejamnya Bartholomew Bogue yang diperankan dengan baik oleh Peter Sarsgaard. Bogue merupakan karakter classic villain yang membuat penonton begitu muak ketika ia tampil di layar. Lihatlah dengan begitu dinginnya ia membunuh salah satu penduduk di depan rumah Tuhan dan di depan banyak orang. Dan sekali lagi, Sarsgaard berhasil dengan brilian memerankan Bogue. Selain Bogue, Haley Benett pun mencuri perhatian (no, i’m not talking about her cleavage) dimana Emma Cullen (nenek moyangnya keluarga Cullen, okay, i’m just playin’ with you) yang diperankannya memancarkan perempuan yang kuat, namun juga memiliki kerapuhan lewat sorot matanya. Emma pun memiliki momen-momen yang membuktikan bahwa dirinya bukanlah perempuan yang lemah, dimana dia juga turut membantu dalam perang melawan pasukan Bogue. Tak ayal, karakter Emma mengingatkan saya akan karakter Katniss Everdeen di The Hunger Games (terlepas dari kemiripan muka antara Haley Benett dan Jennifer Lawrence).

Permasalahan utama The Magnificent Seven jelas motivasi tiap karakter untuk membantu penduduk Rose Creek melakukan perlawanan kurang kuat. Kecuali Sam Chisolm (yang akan diungkapkan pada akhir cerita), naskah yang dibuat oleh Richard Wenk dan Nic Pizzolatto tidak mengajak penonton untuk menelusuri lebih jauh motivasi enam karakter lainnya. Untuk sebuah “misi” menyerahkan nyawa seperti itu (apalagi hampir semua anggota The Magnificent Seven sadar betapa hebat sumber daya yang dimiliki Bogue ), tentu diperlukan sebuah dorongan yang kuat, terutama untuk karakter-karakter yang sebelumnya tidak diperlihatkan memiliki hati bagai seorang ksatria . Walau tiap anggota The Magnificent Seven cukup likeable karena tiap anggota memiliki keunikan, tetapi dengan motivasi yang kuat tersebut penonton akan merasakan keterikatan yang jauh lebih dalam dengan mereka. Motivasi yang memutuskan Sam Chisolm meminta bantuan keenam karakter lainnya pun cukup dipertanyakan mengingat hanya dengan Goodnight Robicheaux saja ia memiliki hubungan pertemanan.
Tetapi mungkin hal-hal tersebut sengaja “dikorbankan” oleh Fuqua demi menampilkan adegan third act nya yang harus diakui sangatlah menghibur. Dengan diiringi scroing garapan Simon Franglen dan James Horner, desingan peluru, ledakan dinamit, aksi keren yang ditampilkan Billy Rocks serta karakter-karakter lainnya tentu memberikan pengalaman  menonton yang mengasyikkan. Dan mungkin saja gun fight sequence yang dimiliki The Magnificent Seven ini merupakan salah satu yang terbaik pada tahun ini. Sebelum menuju third act pun juga tidak kalah menariknya dimana Fuqua memilih untuk menggerakkan narasinya dengan mengajak kita melihat persiapan para penduduk untuk menghadapi perang melawan pasukan Bogue. Walau tidak berhasil secara optimal, tetapi apa yang diputuskan oleh Fuqua patut diapresiasi.
Sebagai karakter utama, Sam Chisolm sepertinya ingin diperlihatkan oleh Fuqua sebagai a badass hero with a silent type, apalagi ditambah dengan setelan baju hitamnya yang semakin menambah kesan tersebut. Ketika Denzel Washington yang mengemban tugas tersebut tentu saja penonton tak perlu cemas. Denzel Washington tak diragukan lagi memiliki seorang kharisma pemimpin sehingga tidak aneh apabila ia merupakan pemimpin di Magnificent Seven. Karakter Sam ini tentu mengingatkan saya akan peran Denzel lainnya yaitu Training Day sebagai Alonzo Harris, hanya ini adalah versi good guy.  Chris Pratt tentu tanpa kesulitan memerankan Joshua Faraday yang sedikit selengekan, walau harus diakui karakter ini mengingatkan kita akan peran yang membuat Chris Pratt menjadi hot komoditi di Hollywood saat ini, siapa lagi kalau bukan James Quill a.k.a Star Lord. Ethan Hawke, yang bekerja sama dengan Denzel Washington di Training Day yang keren itu, juga menarik perhatian dengan kalimat-kalimat sarkas nya. Menarik juga bila Goody yang walau memiliki kemampuan menembak yang jauh lebih baik dibanding lainnya, memiliki halusinasi dalam pikirannya yang memaksa dirinya untuk tidak menembakkan senjata lagi, dan Ethan Hawke tak kesulitan memerankan Goody yang memiliki paranoid itu.Karakter Jack Horne yang diperankan Vincent D’Onofrio pun tidak mengecewakan seperti banyak kata penikmat film. Mungkin hanya Vasquez yang terkesan biasa saja dan tidak menarik perhatian, kecuali bila ia berinteraksi dengan Chris Pratt. Dua karakter paling badass patut disematkan oleh Billy Rocks-nya Lee Byung-huun serta Red Harvest yang diperankan dengan baik oleh Martin Sensmeier, terutama Billy. Dari awal karakternya diperkenalkan saja, kita sudah tahu bila karakter ini akan menjadi karakter yang paling keren dalam film ini. Kalem, pendiam, dan juga dilengkapi dengan keahlian melempar pisau yang luar biasa. Dan benar saja, pada third act nya, Billy-lah yang paling mendapatkan banyak momen-momen badass.
Kesimpulannya, The Magnificent Seven tidak jauh berbeda dengan film-film popcorn lainnya. Sedikit menderita dalam penceritaan, dan juga overlong. Namun, dengan kerja bagus para castnya (terutama Halley Bennett yang membuat Emma Cullen adalah salah satu karakter perempuan terbaik tahun ini) serta third act nya yang luar biasa menghibur, The Magnificent Seven merupakan sajian western yang cukup menghibur walau kurang berkesan dan cukup pula mudah dilupakan.

7/10

 
Categories: ,

1 comment:

  1. jangankan dibandingkan dengan seven samurai yang legendaris itu, dengan versi hollywood yg lama aja film ini masih tidak lebih baik..
    hilmansky.com

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!