"What we lost in the fire, we found in the ashes"- Sam Chisolm
Plot
Emma Cullen (Haley Benett) adalah salah satu penduduk desa dari Rose Creek, dimana desa tersebut sedang dikuasai oleh pengusaha keji bernama Bartholomew Bogue (Peter Sarsgaard). Terbawa oleh keinginan dendam atas kematian suaminya, Emma meminta bantuan Sam Chisolm (Denzel Washington) untuk membantu penduduk desa menyingkirkan Bogue. Sam, yang menerima permintaan tersebut, mencoba mengumpulkan kenalan-kenalan nya yang dirasa mampu membantu misi mustahil itu.
Review
Dari judulnya
saja bisa ditangkap bila film ini terinspirasi (atau remake) dari film klasik nan legendaris
hasil polesan Akira Kurosawa yaitu Seven Samurai serta versi Hollywoodnya yang berjudul sama. Saya belum menonton kedua film
tersebut sehingga saya pun tidak berani membandingkan kemiripan lainnya. Plot
yang diangkat dalam garapan teranyar Antoine Fuqua sangatlah simple. Mengenai
sebuah wilayah yang diduduki oleh penguasa kejam yang mengambil semua
keuntungan sumber daya dari tempat tersebut, hingga timbul perlawanan dari
penduduk wilayah yang bernama Rose Creek tersebut dengan menyewa 7 koboi (well,
six actually) yang mahir dalam menggunakan senjata. Ya, sangat sederhana
sehingga wajar apabila pada bagian third act nya menghabiskan hampir
menyentuh durasi 45 menit. Tetapi sebelum menuju kesana, penonton akan diajak
untuk melihat bagaimana kejamnya Bartholomew Bogue yang diperankan dengan baik
oleh Peter Sarsgaard. Bogue merupakan karakter classic villain yang
membuat penonton begitu muak ketika ia tampil di layar. Lihatlah dengan begitu
dinginnya ia membunuh salah satu penduduk di depan rumah Tuhan dan di depan
banyak orang. Dan sekali lagi, Sarsgaard berhasil dengan brilian memerankan
Bogue. Selain Bogue, Haley Benett pun mencuri perhatian (no, i’m not
talking about her cleavage) dimana Emma Cullen (nenek moyangnya keluarga
Cullen, okay, i’m just playin’ with you) yang diperankannya
memancarkan perempuan yang kuat, namun juga memiliki kerapuhan lewat sorot
matanya. Emma pun memiliki momen-momen yang membuktikan bahwa dirinya bukanlah
perempuan yang lemah, dimana dia juga turut membantu dalam perang melawan
pasukan Bogue. Tak ayal, karakter Emma mengingatkan saya akan karakter Katniss
Everdeen di The Hunger Games (terlepas dari kemiripan muka antara Haley Benett dan Jennifer Lawrence).
Permasalahan
utama The Magnificent Seven jelas motivasi tiap karakter untuk membantu
penduduk Rose Creek melakukan perlawanan kurang kuat. Kecuali Sam Chisolm (yang
akan diungkapkan pada akhir cerita), naskah yang dibuat oleh Richard Wenk dan
Nic Pizzolatto tidak mengajak penonton untuk menelusuri lebih jauh motivasi
enam karakter lainnya. Untuk sebuah “misi” menyerahkan nyawa seperti itu
(apalagi hampir semua anggota The Magnificent Seven sadar betapa hebat sumber daya yang dimiliki Bogue ), tentu diperlukan sebuah dorongan yang kuat, terutama untuk
karakter-karakter yang sebelumnya tidak diperlihatkan memiliki hati bagai
seorang ksatria . Walau tiap anggota The Magnificent Seven cukup likeable
karena tiap anggota memiliki keunikan, tetapi dengan motivasi yang kuat
tersebut penonton akan merasakan keterikatan yang jauh lebih dalam dengan
mereka. Motivasi yang memutuskan Sam Chisolm meminta bantuan keenam karakter
lainnya pun cukup dipertanyakan mengingat hanya dengan Goodnight Robicheaux
saja ia memiliki hubungan pertemanan.
Tetapi mungkin
hal-hal tersebut sengaja “dikorbankan” oleh Fuqua demi menampilkan adegan third
act nya yang harus diakui sangatlah menghibur. Dengan diiringi scroing garapan
Simon Franglen dan James Horner, desingan peluru, ledakan dinamit, aksi keren
yang ditampilkan Billy Rocks serta karakter-karakter lainnya tentu memberikan
pengalaman menonton yang mengasyikkan.
Dan mungkin saja gun fight sequence yang dimiliki The Magnificent Seven
ini merupakan salah satu yang terbaik pada tahun ini. Sebelum menuju third
act pun juga tidak kalah menariknya dimana Fuqua memilih untuk menggerakkan
narasinya dengan mengajak kita melihat persiapan para penduduk untuk menghadapi
perang melawan pasukan Bogue. Walau tidak berhasil secara optimal, tetapi apa
yang diputuskan oleh Fuqua patut diapresiasi.
Sebagai
karakter utama, Sam Chisolm sepertinya ingin diperlihatkan oleh Fuqua sebagai a
badass hero with a silent type, apalagi ditambah dengan setelan baju
hitamnya yang semakin menambah kesan tersebut. Ketika Denzel Washington yang
mengemban tugas tersebut tentu saja penonton tak perlu cemas. Denzel Washington
tak diragukan lagi memiliki seorang kharisma pemimpin sehingga tidak aneh
apabila ia merupakan pemimpin di Magnificent Seven. Karakter Sam ini tentu
mengingatkan saya akan peran Denzel lainnya yaitu Training Day sebagai Alonzo
Harris, hanya ini adalah versi good guy.
Chris Pratt tentu tanpa kesulitan memerankan Joshua Faraday yang sedikit
selengekan, walau harus diakui karakter ini mengingatkan kita akan peran yang
membuat Chris Pratt menjadi hot komoditi di Hollywood saat ini, siapa lagi
kalau bukan James Quill a.k.a Star Lord. Ethan Hawke, yang bekerja sama dengan
Denzel Washington di Training Day yang keren itu, juga menarik perhatian dengan
kalimat-kalimat sarkas nya. Menarik juga bila Goody yang walau memiliki
kemampuan menembak yang jauh lebih baik dibanding lainnya, memiliki halusinasi
dalam pikirannya yang memaksa dirinya untuk tidak menembakkan senjata lagi, dan Ethan
Hawke tak kesulitan memerankan Goody yang memiliki paranoid itu.Karakter Jack
Horne yang diperankan Vincent D’Onofrio pun tidak mengecewakan seperti banyak
kata penikmat film. Mungkin hanya Vasquez yang terkesan biasa saja dan tidak
menarik perhatian, kecuali bila ia berinteraksi dengan Chris Pratt. Dua karakter
paling badass patut disematkan oleh Billy Rocks-nya Lee Byung-huun serta
Red Harvest yang diperankan dengan baik oleh Martin Sensmeier, terutama Billy.
Dari awal karakternya diperkenalkan saja, kita sudah tahu bila karakter ini
akan menjadi karakter yang paling keren dalam film ini. Kalem, pendiam, dan
juga dilengkapi dengan keahlian melempar pisau yang luar biasa. Dan benar saja,
pada third act nya, Billy-lah yang paling mendapatkan banyak momen-momen
badass.
Kesimpulannya,
The Magnificent Seven tidak jauh berbeda dengan film-film popcorn lainnya.
Sedikit menderita dalam penceritaan, dan juga overlong. Namun, dengan
kerja bagus para castnya (terutama Halley Bennett yang membuat Emma Cullen
adalah salah satu karakter perempuan terbaik tahun ini) serta third act nya
yang luar biasa menghibur, The Magnificent Seven merupakan sajian western yang
cukup menghibur walau kurang berkesan dan cukup pula mudah dilupakan.
jangankan dibandingkan dengan seven samurai yang legendaris itu, dengan versi hollywood yg lama aja film ini masih tidak lebih baik..
ReplyDeletehilmansky.com