Friday, 27 January 2017

2014 merupakan tahun yang menyenangkan untuk dunia perfilman, setidaknya bagi saya. Selain disebabkan rilisnya Interstellar, 2014 juga diisi dengan beberapa film yang bisa bergabung dalam list film terbaik dalam dekade ini. 2 film yang sangat diperbincangkan pada tahun tersebut adalah Gone Girl dan Nightcrawler. Dua film itu sukses menarik perhatian pecinta film dan menjadi diskusi banyak orang. Selain karena cerita, karakter yang terlibat dalam dua film itu pula yang mencari perhatian. Maka dari itu, saya akan mereview dua film terbaik pada tahun 2014 ini. Juga, rasanya berdosa sekali bila tidak mengulas ulang kedua film ini. Tidak usah panjang lebar lagi, inilah hasil review saya.

Gone Girl (2014)







"When I think of my wife, I always think of the back of her head. I picture cracking her lovely skull, unspooling her brain, trying to get answers. The primal questions of a marriage: What are you thinking? How are you feeling? What have we done to each other? What will we do?"- Nick Dunne

Story

Tepat pada hari jadi pernikahan Nick (Ben Affleck) dan Amy Dunne (Rosamund Pike), sang istri tiba-tiba menghilang pada pagi hari. Dengan bantuan detektif Rhonda Boney (Kim Dickens) serta para relawan, Nick mencoba untuk mencari jawaban dimana sebenarnya keberadaan Amy. 





Review



Percayalah, film ini jauh lebih dalam dibanding hanya menceritakan pencarian orang hilang. Hey, ini film David Fincher!! Semua yang mengikuti karya Fincher bergenre misteri pasti akan mengakui bila kehebatan Fincher dalam menerapkan proses investigasinya ke dalam film tidak diragukan lagi. Hal itulah yang membuat Se7en dan Zodiac (though i don’t love Zodiac so much) merupakan karya unggulan dari Fincher. Fincher sangat piawai bagaimana menyimpan misterinya untuk tetap menjaga atensi dari penonton, dan juga tidak ketinggalan bagaimana Fincher membuka satu per satu jawaban dari misteri nya dengan timing yang sangat tepat. Semenjak logo 20th Century Fox tampil di layar yang diselingi dengan scoring dingin dari Trent Reznor dan Atticus Ross, penonton seolah telah diberi petunjuk bila film terbaru Fincher ini akan pula beratmosfir dingin nan twisted. Hampir paruh pertama Gone Girl didominasi pencarian akan jawaban apa yang sebenarnya yang terjadi dengan Amy, juga keping demi keping flashback lewat voice over dari Amy sambil menulis buku diarynya. Bagian ini lah yang merupakan bagian terbaik dari Gone Girl. Memang, semua kajian dari investigasi yang berjalan dari menit ke menit seolah mengajak penonton untuk mendapatkan sebuah jawaban yang pasti, namun di sisi lain juga penonton tidak merasa yakin dengan jawaban yang seolah telah absolut itu.
Dan ketika terungkap jawabannya, BOOM!! Sebuah twist yang sebenarnya layak untuk ditempatkan di akhir film walau memang durasinya masih pendek. Setelah pertengahan awal yang memukau, saya akui durasi sisanya tidak mampu menyaingi kehebatan bagian awal, walau tidak sampai ke level buruk memang, still fun ride, but it’s absolutely a downfall. Bagian ini didominasi akan pertarungan tidak langsung dari Nick Vs Amy. Bukan dalam hal mencari kebenaran, because it doesn’t matter anymore, namun siapa yang lebih ahli mengambil hati masyarakat melalui kekuatan media. Pendekatan yang memang benar-benar terjadi dalam dunia nyata. Dan kembali lagi asumsi penonton dimainkan Fincher dengan brilian karena walau jawaban sebenarnya telah terungkap, namun sebagian penonton saya yakin tidak akan langsung memberikan penilaian jahat kepada sang mastermind setelah keping masa lalu yang telah tersebar di paruh awal. Fincher serta Gillian Flynn sang penulis naskah (juga penulis novel Gone Girl) tahu benar dalam hal bermain dengan persepsi penonton sehingga tidak jarang akan ada beberapa momen yang membuat penonton berubah-ubah dalam hal menempatkan dukungan mereka.
Selain piawai dalam mempermainkan anggapan penonton, Fincher juga berhasil membungkam bagi mereka yang mengkritik akan pemilihan cast nya. Bisa dimengerti mengingat Affleck serta Pike, terutama Pike, belumlah terlalu cemerlang dalam hal menjadi lead actor/actrees. Selain itu juga, pemilihan Tyler Perry dan Neil Patrick Harris juga sedikit membuat penikmat film mengernyitkan dahi dan mempertanyakan keputusan Fincher. Namun, seperti yang saya ungkap sebelumnya, Fincher terbukti masih pintar dalam hal memilih cast untuk filmnya. Affleck kembali membuktikan bila kali ini dia adalah aktor yang patut diperhitungkan. Afflect terlihat meyakinkan mempresentasikan Nick yang sesekali tampak bodoh, asshole-husband tapi di sisi lain ada pula aspek yang membuat Nick susah untuk dibenci. Tyler Perry mengesankan sebagai pengacara pembela Nick, dan yang lebih mengejutkan lagi NPH yang tampil begitu dingin sebagai Desi Collings. Dua aktris yang bagi saya masih asing, yaitu Kim Dickens serta Carrie Coon (sebagai Margo Dunne), tampil memukau. Dickens mempesona sebagai detektif yang memiliki segudang pertanyaan dalam pikirannya dan juga ketenangannya dalam menangani kasus. Carrie Coon juga tidak mau kalah dalam film layar lebar pertamanya ini. Sebagai Margo, dia sukses memperlihatkan rasa sayangnya terhadap Nick, saudaranya, baik ketika dia marah atau dalam momen subtil saat dia cemburu nya akan hubungan Nick dan Amy. Rosamund Pike? Well, you know she was amazing when i'll describe her acts in one full paragraph.
Melihat karakter Amy disini, jelas ada kemiripan dengan Catherine Tramell dalam Basic Instinct. Keduanya membuktikan bila wanita merupakan makhluk yang lebih mengerikan dibandingkan pria. Letak kelebihan Pike disini adalah bagaimana Pike berhasil menipu penonton dengan ekspresi muka lusuhnya yang pastinya mudah merebut hati penonton. Dan ketika karakternya mengharuskan ia berakting sebagai pembunuh dingin, Pike juga sukses. Lihat bagaimana ekspresi matanya yang seolah kosong nan dingin tapi dipenuhi akan aura kejahatan di matanya. Pike juga brilian menunjukkan Amy yang tampak begitu likeable dengan kelembutannya kala berbicara sehingga tidak mengherankan bila mudah untuk memaafkan kesalahannya (selain dosa nya yang terakhir tentu).
Gone Girl jelas merupakan jenis film yang asik untuk diulas sambil didiskusikan. Menawan dalam hal investigasi serta twisted characters, Gone Girl jelas bukan pilihan terbaik untuk ditonton bersama pasangan menikah Anda.

8,5/10


Nightcrawler (2014)






"I feel like grabbing you by your ears right now and screaming, "I'm not fucking interested!""- Lou Bloom

Story

Memperlihatkan sepak terjang Lou Bloom (Jake Gyllenhaal) dalam mendalami karirnya sebagai jurnalis freelance yang juga memperlihatkan sisi gelap dalam profesi jurnalis.




Review

Saya memiliki keresahan tersendiri melihat fenomena masyarakat yang tampaknya jauh lebih tertarik dengan sebuah berita yang mencekam nan penuh akan drama. Lihatlah bagaimana kontes menyanyi menjadi melodrama seketika tatkala presenter mengulik kehidupan berat sang kontestan, perhatikan pula sidang kasus Jessica yang selalu menjadi sorotan disebabkan antusias penonton akan drama yang seringkali menghiasi sidangnya. Persoalan ini pula yang menyebabkan banyak sekali akan kelebihan negeri Indonesia tertutupi oleh akan banyaknya keburukan yang jelas jauh lebih dicari oleh para jurnalis guna mendapatkan rating yang tinggi. Aspek ini lah yang membuat Nightcrawler terasa begitu dekat dengan kehidupan sekarang, dan melalui pernyataannya, Dan Gilroy memang ingin menyematkan kritik kepada kita juga profesi jurnalis.
Sebuah ironi jelas tergambar kala kita diperlihatkan bagaimana para jurnalis ini bekerja. Musibah yang ada bagaikan ladang uang bagi mereka. Hal ini tampak jelas kala kita melihat petualangan Lou Bloom, yang sebelumnya hanyalah pencuri barang untuk dijual, memutuskan untuk menjadi seorang jurnalis lepas yang menjual video hasil rekamannya ke studio yang membutuhkan hasil "karya" nya.  Dan sayangnya, akibat sebuah "arahan" dari customer nya yaitu Nina (Rene Russo), Lou menjadi semakin ambisius dan mulai menghalalkan segala cara supaya video nya terlihat lebih "menjual".
Memang, selain isu yang diangkat oleh Gilroy dalam film debutnya ini (!), karakter Lou yang diperankan sangat brilian oleh Jake Gyllenhaal ini jelas menjadi sorotan. Di satu sisi, penonton tidak bisa membenarkan apa yang telah ia buat ketika bekerja, namun Lou tidak serta merta mendapatkan kebencian dari penonton. Semua itu jelas dari karakterisasi dari Lou yang merupakan pekerja keras dan ambisius dalam pekerjaannya. Bagaimana dia terlihat begitu termotivasi untuk belajar untuk profesi terbarunya itu, ia begitu pintar memanfaatkan waktu kosong yang ia punya untuk belajar hingga ia menjadi ahli dalam bidangnya. Lou juga memiliki sikap yang tenang kala ia berbicara, bahkan ketika ia mengancam seseorang, yang membuatnya lebih mencekam. Dan jujur, sangat susah membenci karakter anti hero terbaik pada tahun 2014 ini. Selain penggambaran karakternya, tentu kontribusi seorang Jake Gyllenhaal dalam menghidupkan peran Lou Bloom tidak bisa dilupakan. Sebuah hal yang memalukan untuk Academy Awards ketika mereka begitu lancangnya tidak memberikan nominasi best actor pada Gyllenhaal. Gylenhaal terlihat begitu meyakinkan dengan segala sorot matanya yang dingin, senyum manipulatifnya juga tidak ketinggalan bagaimana tenangnya ia kala berbicara namun begitu mengerikan kala membiarkan emosinya meluap.
Dan Gilroy juga terlihat fokus dalam penceritaan dengan menempatkan Lou serta dunia jurnalis dalam pusat naskahnya. Namun, aspek teknisnya juga secara mengejutkan tidak mengecewakan. Dengan bantuan Robert Elswit, Nightcrawler tampak mempesona dengan dunia malamnya. Ketika film bergerak ke action sequence, kembali Dan Gilroy memukau penontonnya. Car chase yang ada pada Nightcrawler bisa dibilang merupakan salah satu car chase yang memukau dalam perfilman, walau memang terkesan berlebihan setelah dengan realisme yang ada.
Seperti apa yang Gilroy katakan, seorang Lou Bloom tercipta disebabkan oleh permintaan dari masyarakat. Dengan segala isu satir didalamnya dan jelas karakter Lou Bloom itu tersendiri, Nightcrawler menjadi salah satu film yang sulit untuk dihapus oleh waktu.

8,5/10



0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!