"I've came here to spit on my father's face. Can't say it was a metaphor."- Michèle Leblanc
Story
Michele Leblanc (Isabelle Huppert), wanita berusia senja yang merupakan petinggi dalam perusahaan produksi video game, tiba-tiba saja menjadi korban pemerkosaan siang hari. Walau sempat shock dengan apa yang telah ia alami, Michele tetap tenang dan malah melanjutkan rutinitasnya seperti biasa, sambil sesekali menerima teror dari sang pemerkosa.
Review
Lewat Basic Instinct, sutradara berusia 78 tahun Paul Verhoeven, unsur erotisme pun tampak menjadi trademark sang sutradara. Namun yang saya suka dari Verhoeven, bagaimana ia piawainya mengkorelasikan unsur tersebut dengan fokus penceritaan, itulah yang membuat Basic Instinct itu jauh lebih dari sekedar adegan interogasinya saja (if you know what i mean). Elle, yang merupakan hasil adaptasi dari novel karya Phillipe Djian, ini terlihat memang bagai santapan empuk bagi Verhoeven. Menjadi berbeda kala kita mengetahui bila karakter yang menjadi pusat penceritaan adalah seorang wanita yang berusia 64 tahun. Menarik bagaimana Verhoeven tetap mempertahankan unsur erotik nya kala yang menjadi sentral cerita tidak lagi dalam usia prima nan seksi yang notabene nya merupakan senjata pamungkas untuk tetap mempertebal unsur seksi nya.
Sebelum membahas itu, mari kita lihat naskah yang dikerjakan oleh David Birke ini. Sesuai judulnya, film ini memang didominasi oleh karakter Michele sehingga tampaknya dari menit awal hingga akhir, layar akan selalu terpampang oleh kehadiran Michele. Kita diajak melihat kehidupan Michele dalam bekerja, kehidupan sosial nya yang lumayan tertutup dan tidak lupa juga hubungan nya bersama keluarga atau kerabat terdekatnya. Dari menit demi menit yang disajikan begitu sunyi oleh Verhoeven, persepsi penonton pun akan tumbuh dan juga akan timbul pertanyaan bagaimana seorang wanita yang tampak individualis ini begitu terlihat kuat dengan segala macam masalah yang mengitari nya. Michele bukanlah seperti perempuan pada umumnya. Dengan masa lalu nya yang mencekam, membuat dirinya tumbuh menjadi perempuan kuat yang juga tampak membuat perasaan peka nya juga mati. Pada beberapa momen pun setiap keputusan atau juga perlakuan Michele berhasil dengan sukses membuat saya menggeleng-geleng kepala (menceritakan pemerkosaannya di restoran mewah kala dinner??). Sosok Michele mungkin bukanlah karakter yang likable, terlebih lagi akan rahasianya yang susah dimaafkan, tapi simpati jelas mudah diberikan kepada Michele, terlebih dengan masa lalu nya yang baru terungkap pada pertengahan cerita atau juga ketika ia menjadi korban pemerkosaan. Sempat menjadi kekhawatiran saya ketika konflik kasus pemerkosaan itu akan kehilangan menjadi fokus penceritaan, karena praktis setelah Michele diperkosa, adegan demi adegan mengajak kita untuk melihat rutinitas Michele. Namun untungnya Verhoeven jeli dengan tetap menyelipkan teror demi teror dari pelaku kepada Michele serta menempatkan timing yang pas saat pemerkosaan kembali terjadi.
Elle jelas bukanlah film untuk menjangkau semua demografis penonton. Elle berjalan sangat sunyi dan tidak ketinggalan dengan tempo yang pelan. Tidak bohong, saya sendiri pun sempat merasakan kebosanan, apalagi dengan bahasa Prancis nya yang kurang familiar bagi saya. Tetapi saya tetap bertahan dengan penceritaan Elle dikarenakan dua kata, Isabelle Huppert yang bermain luar biasa. Berkat performanya, karakter Michele begitu tampak elegan dengan usia senjanya. Setiap kali senyum yang ia pancarkan dan juga ketegasannya dalam setiap masalah yang ia hadapi, tidak membuat saya heran bagaimana seorang wanita berusia nenek-nenek ini tetap mampu menarik perhatian laki-laki, yang tidak langsung juga menjawab keraguan saya akan keputusan Verhoeven yang mendapuknya sebagai karakter sentral. Tidak hanya elegan, karakter Michele itu sungguh perempuan yang sangat tegar, lengkap pula dengan sisi arogansi nya yang melebur dengan kisah masa lalu nya yang pahit. Semua hal itu berhasil dipresentasikan Huppert lewat ekspresi muka juga dilengkapi dengan gestur tubuhnya. Sebuah hal yang pantas bila performanya diganjar dengan nominasi Oscar pertamanya pada tahun ini.
Tidak lengkap bila tidak membahas unsur erotisnya dalam film Verhoeven. Kadar erotisnya untung bukan menjadi tempelan saja karena Verhoeven memang ahli dalam mencampurkan erotis nya dalam membangun penceritaan. Verhoeven pun juga terlihat "menghargai" Huppert dengan tidak membiarkan dia full naked dalam Elle. Eksplorasi akan penyakit seksual pun mengambang tatkala twist di pertengahan cerita terungkap yang membuka layer kembali dalam penceritaan.
7,5/10
0 komentar:
Post a Comment