Mengutip pernyataan dari kritikus terkenal, Roger Ebert, yang dimana beliau bilang “Every great film
should seem new every time you see it,” saya pun juga memiliki beberapa
film yang setiap kali saya menontonnya, saya tidak pernah dilanda akan
kebosanan. Saya pun tergerak untuk membuat list ini. Dan juga, saya membuat list ini sebagai
“pelarian” akan kekecewaan saya yang gagal menonton Arrival di bioskop. Hal
yang kelak akan saya sesali seumur hidup. Patut diingat, list film dibawah ini
murni berdasarkan subjektifitas saya, jadi mungkin kalian akan menemukan film
yang mungkin menerima kritik yang buruk atau bahkan sampah. Ini bukanlah list
film terbaik, tetapi list ini adalah film yang mau ditonton berapa kali pun,
tidak akan menawarkan suatu kebosanan untuk saya. Ibarat buah, film-film ini bagaikan buah semangka bagi
saya (yes, i love watermelon so much). Tidak perlu basa-basi lagi,
inilah daftar film-film favorit saya. Catatan, saya merupakan salah satu
penggemar Christopher Nolan, maka bila dalam list ini, film beliau paling
sering muncul, mohon di harap maklum.
Mungkin saya
adalah kaum minoritas dimana saya masih memiliki minat tersendiri akan dunia
wrestling. Saya masih mengikuti WWE, ROH atau Lucha Underground dan mungkin
suatu saat saya akan memulai untuk mereview pay per view yang diadakan oleh
WWE. Ketika masih kecil, saya menganggap apa yang terjadi dalam dunia gulat
merupakan suatu cerita yang asli, sebelum saya menonton film ini pada tahun
2010an. Mata saya terbuka akan bagaimana para pegulat ini berkorban segitu
banyaknya demi “menipu” supaya mampu menghibur penonton, yang membuat saya
bukannya malah merasa tertipu, namun meningkatkan rasa respect saya terhadap
para pegulat ini. Dengan penceritaan berfokus pada karakter Randy “Ram”
Robinson yang diperankan luar biasa oleh Mickey Rourke, film ini sangat cocok
bagi orang yang selalu meremehkan akan dunia wrestling.
Saya bukanlah
pecinta film arthouse, maka saya sendiri terkejut ketika saya begitu
mencintai film garapan Kaithryn Bigelow ini dimana bagi saya, untuk film yang
bertemakan perang, The Hurt Locker sangatlah minim akan adegan perang seperti
kebanyakan film bertema yang sama. Pendekatan yang berbeda di ambil Bigelow
dengan lebih memilih untuk mengobservasi kehidupan para tentara saat perang,
dimana pekerjaan “mulia” mereka tersebut turut mengganggu keadaan mental serta
pola pikir mereka. Bisa dilihat bagaimana William yang diperankan cemerlang
oleh Jeremy Renner yang merasakan dunia perang merupakan “rumah” baginya. Well,
the war is drugs for him.
Mungkin
kebanyakan pria akan merasa malu bila mereka mengaku menyukai film yang begitu
terkenal akan percintaan yang begitu melodrama ini. Saya kurang sependapat.
Untuk siapapun yang telah menonton Titanic, mereka pasti sependapat bila
Titanic itu memiliki suatu magis tersendiri yang membuat penonton nya merasa
ingin kembali dan kembali menonton ulang film nya James Cameron ini. Lagi pula,
kisah percintaan si kaya dan si miskin akan terus diminati oleh pecinta drama
asmara bukan? Dan ya, saya selalu merasa merinding kala intro My Heart Will Go
On mengudara di pertengahan narasi berjalan.
Siapa yang
menyangka bila drama seorang ayah yang telah tua renta bersama dua anaknya yang
menggeluti dunia gulat begitu powerfull hingga mampu membuat para penonton ikut
merasakan betapa peliknya problem yang ada? Mungkin baru Warrior lah yang mampu
memaksa saya untuk mengeluarkan air mata kala adegan gulat dua saudara ini di
akhir film. Oh, lupa juga dimana sebelumnya saya juga turut menangis haru kala
melihat ekspresi Nick Nolte di kasino. Dan tidak lupa juga bagaimana Tom Hardy begitu keren dimata saya sebagai Tommy Riordan.
Reaksi awal
saya kala mengakhiri “petualangan” saya bersama The Dude di The Big Lebowski
adalah “What the fuck did i just watch!!?” Serius, saya sama sekali
tidak mengerti apa maksud sebenarnya Coen Brothers membuat film ini? Selama
menonton The Big Lebowski pertama kali, saya sama sekali tidak merasakan
kelucuan yang ada, muka yang saya pasang selama durasi itu face palm (silahkan
buka google images bila tidak mengerti). Namun, tampaknya saat menonton pertama
kali, virus The Dudenism telah menyebar di seluruh pembuluh darah sehingga saya
ingin menonton ulang sekali lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan setiap menonton
ulang, rasa bosan sama sekali tidak menghinggapi dan mungkin bila menonton
sekarang, pada detik ini juga, saya masih bisa tertawa lepas saat melihat
kesialan demi kesialan yang dialami The Dude akibat kesotoyan Walter. Classic
cult movie.
Dalam dunia
musik, saya terbuka akan berbagai genre yang ada. Dalam tiap genre pun saya
memiliki idola masing-masing. Genre Rock, saya memiliki Queen dan Radiohead, di
dunia Metal saya mengagumi dan mencintai karya demi karya dari Dream Theater,
dan begitu seterusnya. Namun, maaf untuk pecinta Jazz, saya belum memiliki
penggemar di genre Jazz. Sampai ketika saya menonton kisah penggebuk drum di
Whiplash yang tersiksa akibat kerasnya pelatihan yang diberikan oleh sang
mentor. Walau kalian belum merasakan
akan kerasnya dunia musik atau pun belum, tidak ada yang bisa memungkiri bila
Whiplash merupakan karya debut cemerlang dari Damien Chazelle. Siapa yang bisa
melupakan performa hebat dari J.K Simmons yang mampu membuat penonton muak akan
kehadirannya, namun kala ia menghilang dari layar, penonton juga merasakan
kerinduan pada setiap makiannya.
Bad Boys 2 gave
me so much fun!!! Selain memperkenalkan saya pada Will Smith (one of my
favorite actors ever), Bad Boys 2 juga masih mampu menawarkan setiap
adegan-adegan komedi gila berkat perpaduan sempurna antara Will Smith dan
Martin Lawrence yang selalu berhasil meledakkan tawa saya. Adegan di ruang
mayat, car chase yang melibatkan kapal boat besar, tembakan yang mengenai kulit
pantat, komentar Marcus kala melihat dua tikus sedang bersenggama di saat
mereka sedang mengintai, wow, saya masih bisa mengingatnya!! Berikut sepenggal dialog yang tidak pernah gagal meledakkan tawa:
Mike : You ever made love to a man?
Reggie: No, sir.
Mike : Do you want too?
Reggie : No, sir
We ride
together, we die together. Bad boys for life..! Hell, yeah!!
Bukan hanya
kritikus yang begitu mencintai film ini, but i’m too!!!!! Berkat film
ini, saya memiliki idola pada penulis naskah, yap, Aaron Sorkin. Semua yang
mencintai The Social Network tidak akan ada yang bisa memungkiri bila pengaruh
penulisan Sorkin lumayan dominan sehingga membuat dialog demi dialog yang
diucapkan karakter dalam film begitu dinamis nan cerdas. Tidak lupa juga performa cemerlang dari Jesse Eisenberg dan Andrew Garfield yang menambah poin plus akan film ini.
Dari sinopsis
nya saja Se7en telah memiliki modal awal untuk menjadi film yang memorable.
Tinggal bagaimana seorang sutradara menggarapnya untuk mencapai tujuan ke sana.
Dan untungnya, kisah dua detektif berbeda karakter dalam pencarian pelaku
pembunuhan berantai berdasarkan 7 dosa besar manusia ini jatuh di tangan David
Fincher dimana David Fincher berhasil memberikan atmosfir mencekam di tiap
menitnya seolah sang pelaku selalu mengintai di layar walau keberadaannya tak
tertangkap mata. Serta, berkat keberhasilan film Se7en juga lah yang membuat
Fincher kembali pede untuk menekuni profesinya sebagai sutradara setelah hasil
akhir dari Aliens 3 tidak memuaskan. And yeah, “what’s in the box” scene will always stuck in my mind.
Goodfellas itu
bagaikan versi “fun” nya dari The Godfather. “Fun” yang saya maksud disini
bukan berarti Goodfellas itu dipenuhi akan lelucon. Tetapi, saya merasakan
“fun” itu berkat penyutradaraan berkelas dari Martin Scorscese dalam
memperlihatkan kehidupan mafia yang sebenarnya penuh dengan intrik serta
kejahatan, tapi di sisi lain juga ada kekeluargaan yang begitu hangat dan kuat
dalam dunia kejahatan itu. Walau memang rasa keluarga yang telah tercipta akan
hancur akibat satu kata. Traitor.
The Bourne
Identity itu pelopor dalam hal film spy atau agen rahasia. Pengaruh Bourne itu
juga langsung berdampak franchise agen rahasia Inggris ini. Tidak ada lagi Bond
yang rapi atau pun flamboyan, kini jamannya Bond yang brutal serta badass
tanpa ampun demi mencapai tujuannya. Walau sempat mendapatkan kontroversi akan
penunjukan dirinya sebagai James Bond, Daniel Craig membuktikan bila karakter
Bond yang baru ini benar-benar cocok dengannya. Bahkan menurut saya, Daniel
Craig adalah James Bond terbaik. Dan pada era Craig, favorit saya adalah Casino
Royale. Begitu banyak adegan yang memorable di Casino Royale. Dari opening
scene nya yang menunjukkan dua kepiawaian Bond baik kala bertarung atau pun
mengintimidasi korbannya, berlanjut ke adegan kejar-kejaran ala parkour yang
mampu membuat saya menahan nafas sambil kagum, pertarungan kartu di atas meja
poker yang bertensi tinggi dan siapa juga yang melupakan betapa lembutnya Bond
menenangkan Vesper di shower. Oh, mengenai Bond Girlnya, saya menyukai treatment
dari Martin Campbell kepada Vesper Lynd yang diperankan brilian oleh Eva
Green. Tidak heran bila James Bond mampu bertekuk lutut akan wanita ini.
“Sakit nian
film ini vi!”, well, setidaknya begitulah komentar yang dilontarkan
teman saya saat saya mengajak dia menonton film terbaik dari Korea Selatan ini.
Film yang kabarnya mampu membuat Quentin Tarantino standing ovation ini
memang mengambil tema yang begitu sensitif dan juga kekerasan tingkat tinggi di
dalamnya. Namun, Park Chan-Wook membungkusnya sedemikian rupa bukan tanpa
esensi. Chan-Wook ingin memperlihatkan bagaimana mengerikannya bila manusia
telah diliputi akan rasa dendam. Tidak ketinggalan juga dengan twist nya
yang sanggup mengganggu jiwa penontonnya. Percayalah, walau Oldboy diisi dengan
beberapa adegan kekerasan yang mampu membuat ngilu, tetap saja ada sihir yang
membuat penonton ingin menontonnya lebih dari sekali.
Mungkin kalian
akan menganggap saya sok pintar ketika melihat film ini ada di dalam list film
favorit saya, tapi mau bagaimana lagi? Rangkaian misteri yang ditawarkan Nolan
brothers di Memento begitu membuat ketagihan, apalagi dengan format non linier
nya serta hitam-putih dan warna di dalam filmnya yang membuat penonton pun
merasakan bagaimana menderitanya mengidap penyakit yang sama seperti Leonard.
Memento memang menceritakan dendam, namun Nolan membuka layer yang baru ketika twist
nya terungkap di akhir.
Bila ditonton
sekarang mungkin film karya Upi ini tidak lah terlalu spektakuler. Namun
untungnya saya menonton ini pada saat masih SMP, yang tentu membuat keterikatan
tersendiri dengan kisah kenakalan remajanya atau juga pencarian jati diri.
Kenakalan yang dilakukan Vino dan Junot disini tampak begitu keren dimata saya
dan sedikit membangkitkan keinginan untuk rebel tersendiri di dalam
darah saya.
I know i’m
cheating, but i can’t help myself choose to between them. Andai seri ketiga nya tidak terlalu jauh menurun kualitasnya,
mungkin tidak akan ada yang menyangkal bila Trilogi The Godfather adalah
trilogi terbaik. The Godfather Part I & II merupakan contoh sempurna
bagaimana walau dengan durasi yang panjang (Part II bahkan durasinya menyentuh
3 jam lebih), dengan penceritaan yang kuat dan juga karakter yang sama sekali
tidak ada yang flat atau terasa annoying keberadaannya, penonton akan tetap
setia mengikuti kisah keluarga Corleone ini.
Pengalaman
menonton pertama kali film ini tidak jauh berbeda dengan pengalaman saya saat
menonton The Big Lebowski. Dipenuhi dengan ocehan-ocehan para karakter nya,
tentu saya tidak langsung menyukai Pulp Fiction. Tetapi ada rasa kangen yang
terus menerus untuk kembali menyantap masterpiece dari Quentin Tarantino ini.
Dan semakin saya sering menonton Pulp Fiction, saya akhirnya menyadari mengapa
Pulp Fiction selalu dianggap sebagai salah satu film yang paling berpengaruh
yang disebabkan keberanian Tarantino melawan segala hal mainstream yang
dilakukan Hollywood.
Ada dua jenis
penonton Inception yang rela menonton karya ambisius dari Nolan ini hingga beberapa kali. Pertama,
penonton yang ingin mencari jawaban dan kedua adalah penonton yang memang
mencintai Inception. Saya termasuk tipe yang kedua. Saya masih ingat betapa
kagumnya saya bagaimana Nolan menggarap sebuah action secquence yang sebenarnya
biasa saja namun dengan racikan yang berbeda, mampu terlihat begitu berkelas.
Nolan juga tahu bagaimana menciptakan karakter-karakter yang keren tanpa perlu
backstory. Beruntunglah mereka yang menikmati mahakarya Nolan ini di dalam
bioskop. Terbayang bagaimana riuhnya kekesalan penonton saat blank screen
muncul di layar pada momen akhir itu, yang memunculkan perdebatan panjang tanpa
berkesudahan.
Percaya tidak
percaya, film ini lah yang memperkenalkan saya akan film-film Hollywood, karena
ini adalah film hollywood pertama yang saya cicipi. Masih terbayang bagaimana
saya diliputi akan kengerian serta kekesalan akan betapa hebatnya T-1000 itu.
Juga masih terekam jelas bagaimana saya menahan nafas melihat car chase yang
digarap begitu keren oleh James Cameron. Dan masih teringat juga saya dimarahi
ayah saya karena ingin menonton film ini diam-diam pada malam hari (masih jamannya VCD). Thumbs
up di akhir film itu juga terlihat sangat keren dan begitu fenomenal di
sekolah saya pada saat itu. Entah sampai kapanpun, film ini akan selalu
memiliki tempat di hati saya.
Tidak perduli
akan keakuratan film ini dengan kisah asli nya Chris Gardner, The Pursuit of
Happyness tetaplah film motivasi terbaik bagi saya. Ketika saya mengalami
kegagalan, The Pursuit of Happyness merupakan obat penawarnya. Ekspresi Will
Smith kala mendekap anaknya yang sedang tidur sembari menahan pintu toilet
dengan kakinya supaya tidak terbuka itu selalu sukses membuat saya berlinang
air mata.
Tidak hanya
influental bagi perfilman, terutama superhero, The Dark Knight juga sangat
berpengaruh bagi saya. Mengulas segala hal positif dalam The Dark Knight itu sama halnya ketika menjelaskan betapa luar biasa nya Lionel Messi di lapangan, tidak akan ada habisnya. Memiliki opening yang hebat, perjalanan cerita yang membuat candu, serta ditutup pula dengan ending yang merupakan bagi saya tetaplah ending terbaik dalam sejarah perfilman, The Dark Knight tidak dipungkiri merupakan film yang paling stand out dalam trilogy Dark Knight (padahal Batman Begins dan The Dark Knight Rises saja merupakan dua film yang hebat). The Dark Knight mengajak saya untuk mempelajari sebuah
film yang berkualitas itu seperti apa, bahkan juga berkat The Dark Knight pula
yang menciptakan minat saya akan film. Mau tahu telah berapa kali saya menonton
film ini? 20 kali lebih!! Tanpa merasakan kebosanan sedetik pun. Selain Inception, The Dark Knight adalah penyesalan terbesar saya karena tidak menonton film ini di layar lebar bioskop. Karya yang
begitu luar biasanya sampai kebanyakan sutradara-sutradara terkenal ingin
mencontek akan bagaimana hebatnya Nolan menyuntikkan atmosfir realisnya dalam
film. Dan The Joker-nya Heath Ledger akan tetap dikenang sebagai salah satu,
jika bukan, karakter antagonist terbaik yang pernah ada di dalam dunia
perfilman.
Kalau saya urutan pertama film animasi Up, setelah itu LOTR dan Batman nolan trilogy :)
ReplyDeletewow, lotr bagian mana gan? gokil film kolosal kek gitu bisa jadi favorit 😀
ReplyDeleteyap, tiga-tiganya dri TDK trilogy saya suka dan mau masukin di favorit, tapi ntar kebanyakan film nya nolan masuk list haha
Haha all LOTR gan, terutama yg terakhir, the return of d king
ReplyDeleteIya nolan is the best ga sabar tggu film dunkirk
yg return of the king ane dua shift itu ngabisinnya
DeleteGreat choices bro Alvi, kecuali yg film indo blm nonton
ReplyDeleteSama jg dgn agan bagus, Up sdh nonton puluhan kali di TV, ga pnh bosen hehe
wah dicoba gan. gokil penampilan vino sama junot
Delete