Friday 3 March 2017


"There are two types of people in the world: The people who naturally excel at life. And the people who hope all those people die in a big explosion."- Nadine

Plot

Nadine (Lina Renna) telah menjadi anak yang antisosial semenjak dari ia duduk di bangku sekolah dasar. Bermasalah dengan saudara laki-lakinya, Darian (Christian Michael Cooper) serta tidak akur dengan sang ibu (Kyra Sedgwick), Praktis, hanya sang ayah (Erick Keenleyside) yang mampu membuat Nadine merasa aman. Saat itu ia merasa kesusahan dalam mencari teman seorang pun, hingga ia bertemu dengan Krista (Ava Grace Cooper). Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menjalin pertemanan hingga mereka dewasa. Dan saat sang ayah meninggal dunia, hanya Krista (Haley Lu Richardson) yang mampu menjadi tempat yang nyaman bagi Nadine (Hailee Steinfeld). Sampai suatu hari, Nadine mendapati Krista bercinta dengan Darian (Blake Jenner).




Review

Usia 17 dipercayai oleh banyak orang merupakan masa transisi seseorang dari remaja menuju kedewasaan. Tentu pada masa itu, sulit untuk mengontrol emosi dan mudah meluapkan segala amarah tanpa berpikir panjang. Namun, pada masa itu juga kita mulai memperdalam akan arti cinta atau rasa sayang, mencari jati diri serta memikirkan jalan apa yang diambil di masa yang akan datang. Banyak yang bilang juga usia 17 adalah masa yang paling layak untuk dinikmati. Lalu, bagaimana bila pada usia 17 semua keadaan yang terjadi membuat usia 17 malah terlihat sebagai mimpi buruk? Sesuai tag line nya, Kelly Fremon Craig mengajak penonton untuk menjadi saksi kehidupan remaja Nadine di tengah lingkaran problematika nya dalam karya debutnya ini.

Dibuka dengan pernyataan mengejutkan Nadine kepada sang guru, Mr. Bruner (Woody Harelson) bahwa ia ingin bunuh diri, narasi yang pula digarap oleh Fremon Craig pun bergerak mundur dari Nadine kecil, hingga ke usia 17. Dengan segala cuplikan-cuplikan yang meringkas akan kehidupan Nadine sebelum menginjak usia 17, kita pun diajak untuk mengenal serta mempelajari tingkah pola Nadine yang memang seolah tertutup dengan orang lain. Hanya sang ayah dan Krista lah yang mampu membuat Nadine tertawa serta merasa nyaman.  Makanya cuplikan masa kecil Nadine lebih mengeksplore hubungannya dengan mereka berdua. Hal ini tentu diniati supaya penonton mampu mengerti bila Nadine sangatlah membutuhkan mereka. Dari sini mulailah terbentuk keterikatan penonton dengan Nadine. Mungkin perilaku Nadine dari menit ke menit berjalan akan membuat sebagian dari penonton sedikit tidak menyukainya, apalagi dengan tingkah egoisnya yang kerap merepotkan sang ibu ataupun saudara laki-lakinya. Tetapi dengan adanya flashback singkat tersebut, Fremon Craig berhasil mewujudkan Nadine sebagai karakter yang memang kesepian, canggung bila dalam keramaian, dan tidak pandai bergaul. Maka, saat naskah Fremon Craig mengharuskan Nadine kehilangan sang ayah dan juga "bermusuhan" dengan Krista, mudah untuk Nadine mendapat pemakluman dari penonton atas segala tingkah pola egoisnya.

Namun sedikit kesalahan fatal menurut saya adalah nihilnya alasan Nadine begitu buruk hubungannya dengan sang ibu serta Darian. Motif ketidaksukaan Nadine terhadap mereka berdua pun tampak blur. Apa karena Nadine hanya merasa cemburu dengan kepopuleran Darian atau adanya suatu konflik yang terjadi di antara mereka, semua nya ditinggalkan Fremon Craig sehingga menimbulkan pertanyaan. Kesalahan ini menurut saya fatal karena ini berpengaruh pada konflik Nadine yang tidak menyukai Krista berhubungan dengan Darian. Tidak diperdalamnya rasa tidak suka Nadine terhadap saudara tersebut pun tentu membuat segala ketidaksukaan nya dengan hubungan mereka berdua kurang tergali. Bisa saja memang kita berasumsi bila Nadine hanya merasakan cemburu yang berlebihan melihat sahabat satu-satunya direbut oleh saudaranya sendiri, namun tampaknya motif tersebut kurang kuat untuk menyokong keputusan Nadine yang memutuskan hubungannya dengan Krista. Apa keputusan tersebut dilandasi oleh karena Fremon Craig seakan tidak mau membuat karakter Nadine ini sepenuhnya jatuh sebagai pihak yang satu-satunya tersakiti? Bisa jadi, karena Fremon Craig berlaku adil dalam menciptakan konflik-konflik yang dialami Nadine, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah memang Nadine sebagai korban atau Nadine hanya terlalu mendramatisir semua kejadian yang ada. Naskah Fremon Craig pun juga meniadakan mengapa Nadine begitu berbeda dengan yang lain sehingga ia merasa seperti alien di tengah orang banyak. Dalam suatu dialognya, Nadine mengaku bila ia menyukai film lama, musik lama sehingga ia seolah hidup di masa lalu. Tapi apa alasannya? Apa Nadine pernah mendengar musik lama di masa kecilnya lalu jatuh cinta pada pendengaran pertama? Atau ia mengagumi seorang idola ternama di masa lalu? Semuanya tidak lah terlalu jelas, maka sulit untuk memahami mengapa Nadine berbeda dan membenci semua hal umum yang dilakukan di jaman sekarang. Apakah itu merupakan salah satu dari sifat labilnya? Entahlah.

Tapi terlepas dari semua flaw di atas, saya tidak menampik bila saya menikmati perjalanan Nadine menghadapi semua masalahnya yang membuat dirinya lambat laun mengalami kedewasaan. Hal itu tidak terlepas dari performa mengagumkan dari Hailee Stainfeld. Didapuk sebagai motor utama penggerak narasi sebagai Nadine, Stainfeld bermain dengan luwes seolah menyatu dengan Nadine, segala ucapan sarkasme nya dilontarkannya dengan begitu meyakinkan. Dan ketika momen drama pun, Stainfeld tidak mengecewakan. Belum sampai ke taraf istimewa yang pernah dilakukan Emma Stone dalam Easy A memang, tetapi apa yang dilakukan Stainfeld yang menjadikan karakter Nadine tidak lah menyebalkan itu saja telah lebih dari cukup. Yang juga membuat saya terkejut adalah bagaimana Fremon Craig tidak otomatis membuat karakter dewasa seperti Mr. Bruner menjadi karakter "malaikat". Saat Nadine mengungkapkan ia ingin bunuh diri kepada Mr. Bruner, saya telah meyakini bila Mr. Bruner akan jatuh sebagai orang tua yang bijak dan mampu menjadi malaikat penolong atas segala kesusahan yang dialami Nadine, namun kenyataan di lapangan tidak demikian. Fremon Craig menjadikan Mr. Bruner hanya sebagai pria dewasa biasa, yang hanya mencoba untuk membimbing dan menolong ala kadarnya minus segala quote-quote bijak. Keputusan ini membuat karakter Mr. Bruner menjadi karakter yang paling menarik di film ini. Tentu juga itu tidak terlepas dari penampilan yang sesuai porsi nya dari Woody Harrelson.

Sayangnya dengan segala petualangan yang menarik di dalamnya, Edge of Seventeen ditutup dengan narasi yang telah banyak ditemukan dalam film coming of age lainnya. Konklusinya pun terasa sedikit terburu-buru, walau memang usaha Fremon Craig untuk mencoba tidak terlalu melodramatis pada akhir ceritanya patut diapresiasi. Edge of Seventten pada akhirnya memang memiliki pondasi cerita yang mungkin telah umum, tetapi dengan karakterisasi yang sulit ditebak dari makhluk bernama Nadine + segala usaha Fremon Craig untuk menjadikan karya debut nya ini berbeda dibandingkan dengan film berjenis serupa, Edge of Seventeen tetaplah merupakan karya yang menghibur dan jelas ini adalah langkah yang bagus bagi Fremon Craig untuk tetap berada di industri perfilman.

7,75/10

2 comments:

  1. Ulasan yg menarik, terutama saat menjelaskan figur dari guru nadine, yg mengambil sikap diluar dugaan. Tapi justeru membantu secara tidak langsung, ambil contoh saat nadine tidak tahu mau kemana lagi jalan terakhir yg ditemui adalah gurunya walaupun jauh dari kesan bijaksana.

    ReplyDelete
  2. paling ngakak pas dia nganter Nadine ke rumah, dan sebelum Nadine mau keluar, si guru bilang " get out of my fucking car" setelah seblumnya ngetease kayak mau ngeluarin quote bijak :D

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!