Saturday 14 December 2019


"This is a twisted web, and we are not finished untangling it, not yet."- Benoit Blanc

Plot

Penulis novel terkenal, Harlan Thrombey (Christopher Plummer), ditemukan tewas di pagi hari setelah perayaan ulang tahunnya yang ke 85. Dugaan kuat bila Harlan tewas akibat bunuh diri, namun dugaan tersebut tidak menghentikan detektif swasta, Benoit Blanc (Daniel Craig), untuk melakukan investigasi serta mengumpulkan satu demi satu pernyataan dari tiap anggota keluarga, termasuk caretaker pribadi Harlan, Marta (Ana de Armas). 



Review

Tidak akan ada yang memungkiri bila Star Wars: The Last Jedi merupakan film paling divisive pada dekade ini. Kritikus boleh saja menyukai, namun tidak bagi para penggemar, dan hal ini bisa dilihat di situs Rotten Tomatoes dimana terlihat jelas perbedaan antara rating dari kritikus dan penggemar. Tak perlu ditanya juga bagaimana penggemar Star Wars begitu membenci film tersebut dan sering kali, salah satu kambing hitam yang sering disalahkan atau menjadi korban hujatan adalah Rian Johnson, yang tidak lain tidak bukan adalah sutradara dari The Last Jedi. Kredibilitas seorang Rian Johnson pun dipertanyakan, dan tidak jarang pula ia dianggap sebagai sutradara terburuk di generasi sekarang. Penilaian yang berlebihan menurut saya, karena terlepas bagus atau tidaknya The Last Jedi, resume dari Rian Johnson tidak lah sembarangan. Ia merupakan orang yang menyutradarai episode Breaking Bad, Ozymandias, yang masih menjadi satu-satunya episode tv series yang memegang rating sempurna di imdb. Dengan Looper, Johnson pun mampu menghadirkan kisah time travel yang menegangkan. Dan mengingat Knives Out adalah film pertama yang disutradarai juga ditulis oleh Johnson setelah The Last Jedi, saya menganggap jika ini adalah ajang pembuktian untuk Johnson jika penilaian buruk dari para penggemar Star Wars adalah salah besar.

Apabila Anda merupakan penggemar film bertipe drama kriminal ala detektif dengan sentuhan whodunit, maka Knives Out jelas film yang sangat tepat untuk Anda. Pada setengah jam awal saja, Rian Johnson telah menghadirkan momen interogasi intens yang melibatkan Blanc serta dua letnan polisi, Elliot (Lakeith Stanfield) dan Trooper Wagner (Noah Segan) yang akan memberikan pertanyaan kepada tiap anggota keluarga yang ditinggalkan mengenai kejadian di saat pesta ulang tahun. Dari Linda (Jamie Lee Curtis), putri sulung Harlan bersama suaminya, Richard (Don Johnson), Walt (Michael Shannon), putra Harlan yang menjalankan penerbitan buku yang ditulis Harlan, hingga Joni (Toni Collette), semuanya memberikan pernyataan berdasarkan dari pertanyaan yang diajukan oleh Elliot. Dari permulaan, setiap kesaksian yang diberikan oleh mereka terlihat aman-aman saja, hingga kendali interogasi dipegang oleh Detektif Blanc, yang sontak akan membuka tabir baru sehingga penonton mempelajari jika terdapat konflik antara karakter yang terlibat dengan Harlan. Tampak juga jika hubungan antar anggota keluarga tidak lah sebaik yang diperkirakan.

Dari momen interogasi itu saja, saya telah yakin jika Rian Johnson paham betul bagaimana menghadirkan sebuah kisah misteri yang mampu mengikat erat penonton untuk senantiasa mengikuti hingga akhir. Gelontoran baris dialog yang ia tulis dihadirkan begitu dinamis dan tentunya berpotensi menyimpan kunci petunjuk jawaban sehingga bukan pilihan yang bijak jika Anda pangling sedikit saja dari layar.  Sebagai editor, Bob Ducsay menunjukkan kepiawainnya disini dengan editing yang dinamis dan menjadikan adegan demi adegan layaknya puzzle jigsaw. Selain itu, kasus yang ada tidak pernah gagal untuk menggelitik penonton supaya ikut terlibat dalam menduga-duga siapa tersangka yang paling mencurigakan untuk melakukan pembunuhan, apalagi ketika Johnson menghadirkan setiap konflik yang terjadi melalui flashback yang ada. Penonton secara sukarela memperhatikan alibi, motif bahkan sampai ke karakterisasi masing-masing karakter. Ya, Johnson seolah mengajak penonton untuk terlibat langsung laiknya detektif Blanc.

Tulisan naskah dari Johnson merupakan faktor utama mengapa Knives Out berjalan begitu menyenangkan dan tidak pernah membosankan. Tidak hanya Johnson teliti dalam menyebarkan kepingan-kepingan petunjuk melalui dialog, namun juga piawai dalam meminimalisir adanya plot hole yang mengganggu. Ditambah lagi, Knives Out tidak hanya berfokus untuk mencari jawaban siapa pelaku, namun senantiasa ada turning point dimana naskahnya melebarkan sayap dan menambah fokus penceritaan, sehingga membuat Knives Out seolah tidak pernah kehabisan bensin untuk senantiasa menjaga atensi penonton untuk tetap mengikuti kisahnya. Subverts expectations yang dilakukan Rian Johnson mungkin menjadi poin yang paling dikritisi pada The Last Jedi, namun untuk kisah orisinil seperti ini, tentu saja poin tersebut menjadi satu kekuatan, dan ini tidak terlepas dari ketelitian Johnson dalam membangun kasusnya. 

Knives Out memang tidak berakhir dengan tanpa cela. Yang paling mengganggu jelas saat filmnya mencoba menyentuh ke ranah aksi yang bagi saya sedikit out of place sehingga kalaupun tanpa adegan tersebut, rasanya Knives Out tidak lah kekurangan apapun, bahkan mungkin jauh lebih baik. Dan mengenai dialog nya, Johnson memang telah meminimalisir untuk meniadakan plot hole mengganggu untuk kasus nya, namun saya tak menampik ada beberapa poin yang patut dipertanyakan sehingga ada poin-poin itu seperti dipaksakan supaya mendukung plot nya. 

Pada beberapa kesempatan, terdapat sentuhan isu politik yang terpapar dari dialog nya. Yang paling kentara adalah fakta negara asal dari Marta yang sering kali berubah-ubah keterangannya dari masing-masing karakter. Kritik satir untuk penduduk Amerika? Saya tidak tahu. Namun yang pasti, ada maksud tersembunyi dari Johnson. 



Naskah dari Rian Johnson memang menjadi kekuatan utama, namun tentu saja film yang bagus memerlukan para pemeran yang bermain optimal. Bersama The Irishman, Knives Out adalah salah satu film yang memiliki ensemble cast yang brilian. Masing-masing aktor mampu menghidupkan karakter masing-masing sehingga walaupun tidak terlalu mendapatkan screentime yang banyak, namun penonton tidak melupakan kehadirannya. Namun bila saya harus memilih yang terbaik, akan ada 3 nama yang muncul, yaitu Daniel Craig yang tampil mencolok dengan aksen southern nya, serta piawai dalam menghadirkan sosok detektif Blanc yang pintar layaknya detektif dan juga tidak jarang komikal, lalu Chris Evans yang patut mendapatkan kredit lebih usai mampu menanggalkan sosok Captain America dalam dirinya dengan memerankan Ramson yang menyebalkan dan terakhir tentu saja ada Ana de Armas sebagai Marta yang menjadi sumber emosi setiap menit film berjalan serta mudah untuk mendapatkan dukungan dari penonton berkat kharisma likeable (serta cantik, tentu saja) dari Ana. Susah untuk menjelaskan lebih jauh karena berpotensi spoiler, namun yang jelas pada saat turning point nya muncul di layar, tetap tidak bisa melepaskan dukungan saya terhadap Marta.

Ditutup dengan iringan musik akustik lembut dari Nathan Johnson, Knives Out pun berakhir bagaikan kelegaan dari penonton setelah kita akhirnya mengetahui jawaban sebenarnya melalui sebuah adegan yang sangat intens dan juga menuntut daya ingat dari penonton mengenai petunjuk-petunjuk yang telah disebar oleh Johnson. Ditambah pula dengan sebuah shot gambar yang cukup memorable, Rian Johnson membuktikan kepada penonton kasual seperti saya bila ia tidaklah seburuk seperti penggemar Star Wars tuduhkan dengan menghadirkan sebuah film misteri yang susah terlupakan. Tidak heran bila beberapa tahun kedepan, label classic movie akan menempel erat untuk Knives Out. 

8,5/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!