Sunday 5 February 2017


"When you love someone you have to be careful with it, you might never get it again."- Edward Sheffield
 

Story

Susan Morrow (Amy Adams) tiba-tiba saja mendapatkan kiriman dari sang mantan suami yang telah 19 tahun tidak saling berhubungan, Edward Sheffield (Jake Gyllenhaal) berupa draft novel yang akan segera dirilisnya yang berjudul Nocturnal Animals. Susan sendiri tengah berada dalam posisi dimana ia tidak begitu menikmati karir nya sebagai pemilik galeri seni, serta hubungannya dengan sang suami, Hutton Morrow (Armie Hammer), dalam kondisi dingin dimana Susan mempertanyakan apakah ia masih mencintai Hutton atau tidak. Novel yang ditulis Edward menceritakan kisah dendam karakter utama di dalamnya yang memiliki nama Tony Hastings (diperankan juga oleh Jake Gyllenhaal) atas dibunuhnya sang istri dan putrinya, Laura (Isla Fisher) dan India Hastings (Ellie Bamber). Susan pun terhanyut dalam penceritaan itu yang menemani malamnya dimana ia pun memiliki masalah susah tidur akibat masalah-masalah yang dialaminya.




 

Review

Saya bukanlah orang yang berkarya, namun karena saya sedang melakukan proses menuju kesana, saya bisa memahami bila karya bisa menjadi perwakilan subjektifitas dari sang kreator. Sebuah hasil karya juga bisa merupakan perwujudan escapism dari sang penikmat karya dari segala rutinitas atau pula problematika yang dialami dalam pekerjaan atau percintaan, atau untuk paling tidak menikmati waktu longgar dari segala kesibukan. Nocturnal Animals menceritakan kondisi tersebut, dimana sang penikmat yang kebetulan memiliki problema dalam rumah tangga nya yang menjadikan hasil sebuah tulisan sebagai pelarian dari masalahnya. Sebuah karya yang unik dari Tom Ford namun sayangnya kurang berhasil memuaskan saya.

Nocturnal Animals jelas bukanlah film yang buruk. Nocturnal Animals memulai narasi nya dengan kuat, dengan memperkenalkan penonton pada karakter Susan yang tengah mengalami permasalahan dengan sang suami, juga pada bidang profesi seni nya, ia pun terkendala momen dimana ia bosan dengan pekerjaan yang ia punya. Well, untuk penonton yang juga mungkin seumuran dengan karakter Susan bisa mengerti dengan kondisi yang dialami Susan. Dan ketika Susan menjadikan karya dari sang mantan suami sebagai pelarian dirinya dari segala masalah yang ada pun itu masih menjadi kisah yang bisa terkoneksi dengan penonton. Tom Ford pun membuat film ini unik ketika lembar demi lembar cerita yang dihasilkan sang mantan suami, Edward, divisualisasikan berdasarkan imaji dari Susan. Tentu pendekatan tersebut perlu diambil supaya penonton mampu memahami mengapa Susan bisa tenggelam begitu dalam saat membaca novel dari Edward tersebut. Tidak lupa juga ketika narasi bergerak dalam penceritaan novel itu, terselip juga beberapa momen masa lalu Susan kala berkenalan dengan Edward hingga pada saat ia memutuskan berpisah dengan Edward, demi menjaga fokus supaya penonton tidak melupakan karakter Susan dengan segala masalahnya. Ya, Tom Ford tampaknya sadar bila karakter Susan tetaplah menjadi karakter yang sentral disini, tidak perduli bagaimana menawannya ia memvisualisasikan cerita novel Edward, karakter Susan tidak boleh sampai terlupakan oleh penonton. Nah, pada titik ini, saya merasa Tom Ford sedikit gagal karena cerita novel nya Edward sangat lah mendominasi yang menyebabkan saya tidak lagi memikirkan Susan.

Hal ini menurut saya cukup fatal karena cerita Susan merupakan cerita “nyata” yang terjadi di dalam film ini, sedangkan visualisasi cerita Nocturnal Animals itu sendiri seharusnya dijadikan fondasi dalam mengeksplor lebih dalam semua masalah Susan. Namun, sangat sulit untuk membagi fokus yang adil karena cerita mengenai novel yang ditulis Edward digarap begitu cemerlang oleh Tom Ford. Tidak butuh lama ceritanya sendiri mengambil perhatian ketika Tom Ford menghadirkan salah satu momen menegangkan dalam film ini yang digarap begitu baik oleh Tom Ford. Dengan memanfaatkan suasana gelap nan tandus Texas, serta dilengkapi pula scoring yang sukses meningkatkan ketegangan, Tom Ford berhasil menghadirkan adegan yang mencekam di tengah kegelapan itu.
Seperti karya nya Edward, Nocturnal Animals menceritakan dendam. Bila Anda perhatikan baik-baik, kisah yang Edward tuangkan dalam novelnya bersinergi dengan maksud sebenarnya Edward saat mengirimkan draft novelnya kepada Susan. Maka, bisa dimengerti bila Susan begitu tenggelam dalam cerita novel itu yang membuat Susan pun kembali terkenang masa lalu nya bersama Edward. Rasa bersalah, juga penyesalannya ketika menyakiti Edward mulai mengganggu Susan, seolah memang Edward menuangkan segala perasaannya lewat tulisan demi tulisan yang sukses membuat Susan terganggu serta terbuka hati nya untuk kembali menjumpai Edward, yang tanpa sepengatahuan Susan bila melalui novelnya itu, Edward ingin menjalankan agenda nya tersendiri. Dari endingnya yang terbuka itu pun semakin menguatkan saya akan pendapat ini, terbantu pula dengan kepingan-kepingan masa lalu dari hubungan Susan bersama Edward, terutama pada momen yang mampu saya memahami bila Edward memiliki dendam terhadap Susan.

Mungkin semua yang telah menonton film ini akan menyanjung penampilan dari Michael Shannon. Tiada yang menyangkal bila Michael Shannon itu adalah aktor yang hebat. Shannon berhasil memancarkan aura mengerikannya sebagai Bobby Andes, seorang inspektur yang menangani kasus Tony, lewat pancaran matanya yang sangat mengerikan. Namun di sisi lain, ada sisi lembut juga perhatian dari seorang Bobby terhadap kisah hidup Tony yang tragis. Walau memang Shannon yang terbaik disini, tapi kejutan terbesar ada pada diri Aaron Tylor Johnson yang rela menghiasi wajah nya dengan kumis yang lebat. Sebagai karakter antagonis disini, Aaron yang sebagai Ray Marcus, berhasil menjadi karakter yang begitu menyebalkan lewat tindakan-tindakannya yang begitu bajingan sehingga tidak sulit untuk membenci karakternya. Sebuah lakon yang menurut saya merupakan breakthrough dari Aaron. Amy Adams pun tidak kalah cemerlangnya sebagai seorang istri yang tengah mengalami kegundahan lewat sorot mata nya yang sayu, yang memperlihatkan betapa tersiksa batinnya. Jake Gyllenhaal, yang sempat saya takuti akan susah "move on" dari Lou Bloom, juga membuktikan bila ia adalah aktor serba bisa. Setiap kali Jake menceritakan tragedinya kepada pelaku, setiap itu pula Jake berhasil merebut simpati saya. Ya, penampilan dari mereka ini lah yang cukup bisa membantu menutupi kekurangan dari Nocturnal Animals yang sebenarnya sangat berpotensi menjadi salah satu film terbaik pada tahun 2016.

7/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!