Saturday, 25 February 2017




Selain film Superman yang digarap pada tahun 1978 oleh Richard Donner, bisa dibilang film pertama X-Men yang dikomandoi oleh Bryan Singer periode tahun awal milenium yaitu tahun 2000 adalah salah satu film superhero yang bertanggung jawab akan menjamurnya film-film superhero selanjutnya, sebut saja Spider-Man nya Sam Raimi, Batman-nya Christopher Nolan dan bahkan mungkin berkat X-Men juga lah, Marvel memiliki ide gila yang menghasilkan Marvel Cinematic Universe yang terkenal itu. Film X-Men tersebut kembali membangkitkan tren film superhero yang sebelumnya mati suri setelah kegagalan film Superman IV.



Film X-Men dan X2: X-Men United mendapatkan tanggapan positif, hingga pada akhirnya X-Men ditinggal pergi oleh Bryan Singer dan Brett Renner pun didapuk sebagai suksesornya. Walaupun X-Men: The Last Stand tidaklah buruk, namun keputusan Brett Renner yang mematikan sebagian besar karakter penting dalam X-Men tentunya membuat para penggemar X-Men sangat kecewa sehingga banyak yang menganggap Brett Renner mengkhianati hati para penggemar dan tentunya kisah X-Men itu tersendiri.
Pihak Fox tidak tinggal diam dan mengambil keputusan untuk membuat spin off kisah “kelahiran” Wolverine yang notabene nya adalah karakter paling populer di dalam dunia X-Men, pada tahun 2009. Tetapi, respon para kritikus dan penggemar terhadap X-Men: Wolverine Origins tidaklah baik sehingga franchise X-Men pun kembali mati suri. Hingga pada tahun 2011, Fox pun kembali mencoba menghidupkan salah satu franchise superhero terbesar ini. Fox pun kembali mengajak Bryan Singer untuk menjadi produser dan mempercayakan kendali sutradara di tangan Matthew Vaughn yang pada tahun 2010 berhasil dengan Kick-Ass nya.
Alih-alih melanjutkan kisah X-Men, pihak Fox lebih memilih membuat prekuel dan memperlihatkan kepada kita bagaimana kisah X-Men itu terjadi. Dengan memilih judul X-Men: First Class, Fox menggaet sejumlah bintang ternama untuk bergabung dengan universe X-Men yang bisa dibilang baru ini. Fox mengajak duo aktor kelahiran British yaitu James McAvoy dan Michael Fassbender, serta bintang muda yang berbakat Jennifer Lawrence. Tentunya, hal ini membuat X-Men: First Class menjadi salah satu film yang sangat dinantikan.

X-Men: First Class (2011)





"You known all along why I was here Charles, but things have changed. What started as a covert of mission, tomorrow mankind will know mutants exist. Shaw, us, they won't differentiate. They'll fear us. And that fear will turn to hatred"- Erik Lensherr

Plot

Pada tahun 1962, Amerika dan Uni Soviet masih dilanda akan perang dingin. Dr Schmidt a.k.a Sebastian Shaw (Kevin Beacon) berencana untuk mengadu domba kedua negara besar tersebut sehingga perang nuklir pun akan terjadi. Untuk mencegah rencana Shaw, pihak CIA pun yang dikomandoi oleh Moira MacTaggert (Rose Bryne) meminta bantuan Charles Xavier (James McAvoy), namun kekuatan yang dimiliki Shaw beserta anak buahnya yang juga mutan jauh di atas perkiraan. Untuk itulah, Charles yang mengajak bergabung Erik Lensherr (Michael Fassbender) berencana mencari para mutan lainnya yang masih hidup secara sembunyi untuk membantu mereka menghentikan Shaw. Erik sendiri memiliki dendam pribadi terhadap Shaw yang telah membunuh ibunya dan menjadikannya sebagai bahan percobaan di masa kecil.
 




Review

Sebelum Anda menonton First Class, harap ketahuilah bahwa inti cerita First Class adalah menceritakan hubungan antara Charles Xavier a.k.a Proffesor X dan Erik Lensherr a.k.a Magneto sebelum mereka akan menjadi rival abadi akibat prinsip yang berseberangan. Jadi, apabila kalian mengharapkan action berlebih dari film ini harap kalian berpikir dua kali. Karena apa yang ditonjolkan oleh Matthew Vaughn adalah dari segi dramanya. Kita akan di ajak melihat bahwa sebelum mereka menjadi musuh, antara Charles dan Erik memiliki ikatan persahabatan yang bisa gw bilang, sangat indah. Walaupun Charles tidak mengalami masa lalu yang sama kelamnya seperti Erik, namun berkat kekuatan telepatinya Charles mampu merasakan penderitaan Erik sehingga mungkin hanya Charles lah yang bisa meredakan kemarahan Erik walau tanpa kekuatan telepatinya. Di sisi lain kita juga diajak melihat faktor-faktor penyebab akan tindakan-tindakan Erik setelah menggunakan nama Magneto nanti sehingga kita pun bisa memahami akan hal tersebut. Dan gw berani bilang, hal ini lah yang membuat First Class itu memuaskan. Gw sama sekali gak perduli akan perang dinginnya, gw sama sekali gak perduli. Karena hubungan yang menarik antara Charles dan Erik lah yang menjadi fokus utama gw, walaupun gw udah tahu bagaimana akan kisah nya berakhir.
Selain Charles dan Erik, ada mutan yang bernama Raven a.k.a Mystique juga yang mencuri perhatian dan memahami mengapa dia akan bergabung dengan pihak Magneto. Menurut gw, kisah Raven adalah perwakilan dari kisah-kisah mutan yang telah diajak bergabung disini. Bagaimana dengan fisik mereka yang aneh yang harus membuat mereka bersembunyi di dalam kehidupan masyarakat sehingga gw gak masalah mengapa mutan yang lain tidak diberikan jatah untuk pendalaman karakter.
Akting James McAvoy dan Michael Fassbender begitu baik disini. Mungkin karena mereka berdua adalah sesama aktor dari British jadi nya mereka memiliki chemistry yang begitu kuat sehingga membuat kita perduli akan hubungan mereka (dan menyayangkan akan perpecahan mereka). Tetapi bagi gw, akting dari Jennifer Lawrence menjadi scene stealer disini. Hanya dengan tatapan mata nya, kita bisa tahu bahwa sosok Raven hanyalah sosok mutan yang sangat kesepian dan menginginkan persetaraan antara mutan dan manusia sehingga dia tidak perlu lagi bersembunyi. Dan J-Law berhasil memerankan hal tersebut, walau sayangnya akting keren dari Michael Fassbender disini menutup hal tersebut. Menurut gw sih, Fassbender sangat terbantu akan sosok Magneto yang begitu ikonik sehingga lebih mencuri perhatian.
First Class memang mengedepankan aspek drama, tetapi jangan salah, ketika memasuki adegan action, Matthew Vaughn mampu membungkusnya dengan cemerlang. Walau tidak spektakuler, tetapi Matthew membuat adegan aksi nya penuh dengan gaya and of course, cool. Salah satu contoh pastinya ketika Magneto beraksi di akhir film. Karakterisasi yang baik, hubungan bromance antara Charles dan Erik, dan adegan aksi yang keren, ketiga faktor yang membuat gw berpendapat bahwa First Class menjadi awal yang sempurna untuk kisah X-Men selanjutnya.

7,75/10

 

X-Men Days of Future Past (2014)

"Just because someone stumbles and loses their path, doesn't mean they're lost forever"-Charles Xavier

Plot

Di masa depan terdapat robot sentinel yang memiliki tujuan untuk memusnahkan para mutan. Awalnya robot yang dirancang oleh Bollivar Trask (Peter Dinklage) ini memang hanya membunuh para mutan, tetapi Sentinel ternyata juga membunuh para manusia keturunan mutan sehingga di masa depan pun banyak manusia yang telah musnah. Untuk itulah, Profesor X (Patrick Stewart) dan Magneto (Sir Ian McKellen) memiliki rencana untuk mengirim Wolverine (Hugh Jackman) ke masa lalu, tepatnya tahun 1973, untuk mencegah terciptanya Sentinel. Dengan kekuatan dari Kitty Pryde (Ellen Pryde), Wolverine pun harus mencari dan menemukan Profesor X muda dan tentunya Magneto. Tidak hanya itu, Wolverine juga harus mencegah Mystique (Jennifer Lawrence) membunuh Trask.





Review

Days of Future Past (DOFTP) dibuka dengan memperlihatkan betapa mengerikannya masa depan. Tidak hanya itu, kita juga diperlihatkan bagaimana kejamnya Sentinel membunuh para mutan. Bisa dibilang opening yang ditunjukkan DOFTP adalah salah satu opening scene terbaik dimana dari adegan pembuka itulah kita telah mendapatkan clue bahwa film ini sedikit bernuansa kelam. Bryan Singer kembali menyutradarai X-Men setelah bertahun-tahun tidak bergabung akan proyek besar X-Men, dan Singer memperlihatkan bahwa dia belum kehilangan sentuhannya dan juga membuktikan bahwa Singer memang orang yang paling tepat untuk menggarap franchise Superhero yang telah berumur lebih dari 10 tahun ini. Ya, bisa dibilang DOFTP adalah permintaan maaf dari Singer untuk para fans karena telah meninggalkan X-Men.
Film yang merupakan instalmen ketujuh dari X-Men series ini mengambil ide cerita dari komik Uncanny X-Men yang berjudul sama “Days of Future Past” yang digarap oleh Chris Claremont dan John Bryne. Banyak yang berpendapat bahwa inilah storyline terbaik dari cerita X-Men. Dan beruntunglah DOFTP ini digawangi kembali oleh Bryan Singer. Dengan bantuan naskah yang ditulis oleh Simon Kinenberg, Bryan Singer membuat DOFTP menjadi sajian yang begitu berkelas serta sangat enak untuk dinikmati. Walaupun tema utamanya adalah time travel yang tentunya membuat jalinan cerita menjadi begitu rumit, tetapi Bryan Singer mampu mengolah nya dengan sangat brilian. Bryan Singer tentunya telah berusaha dengan keras agar DOFTP tidak meninggalkan lubang yang begitu menganga akibat temanya yang memang pastinya akan menimbulkan beberapa teka-teki yang tertinggal. Tetapi sekali lagi, Singer berhasil membalut naskah DOFTP menjadi rapi dan penuh ketelitian.
Tidak hanya itu, Singer juga berhasil membuat karakter nya yang begitu banyak menjadi tidak tumpah tindih dan semua karakter sentral mendapatkan pelayanan yang layak, ambil contoh karakter Quicksilver yang walaupun kemunculannya hanya beberapa menit, tetapi Singer sanggup memberikan treatment yang layak untuk Quicksilver sehingga Quicksilver sendiri menjadi karakter yang memorable dan pastinya, cool. Siapa yang bisa lupa akan adegan slow mo nya di penjara Pentagon?
Sang sutradara juga membuat para penggemar X-Men akan bernostalgia. Dan disinilah salah satu bukti bahwa Singer meminta maaf untuk fans X-Men. Ya, Singer juga mengajak para cast X-Men terdahulu seperti Ellen Page, Halle Berry, dan pastinya Patrick Stewart serta Sir Ian McKellen dengan memerankan peran karakter yang sama seperti trilogy X-Men. Tentunya dengan apa yang dihadirkan oleh Singer ini membuat para fans bernostalgia dan menjadi terikat dengan jalinan cerita yang ada. Mengikuti jejak dwilogi yang digarap sebelumnya, Bryan Singer juga tidak membuat DOFTP menjadi sebuah film yang “kosong”. Singer menyelipkan beberapa adegan yang melibatkan hati di dalam nya sehingga menjadi momen yang emosional.
Tentunya untuk film blockbuster seperti DOFTP harus lah ada adegan aksi-aksi yang gegap gempita, dan dengan budget $200 Juta yang telah digelontorkan Bryan Singer berhasil memanfaatkannya dengan baik. Lihatlah efek-efek CGI nya yang begitu menawan, lihatlah konsep Sentinel yang begitu menyeramkan. Singer pun berhasil membuat action package nya tidak terasa sia-sia dan pastinya berkelas. Tidak usah menunggu lama-lama karena di adegan opening saja kita telah disajikan pertarungan antar Mutan vs Sentinel yang begitu mempesona dan sedikit brutal. Di DOFTP kita memang tidak melihat adegan pertarungan gila-gilaan dari Wolverine, tetapi sebagai gantinya kita mendapatkan aksi yang keren dari Quicksilver serta Blink (yang menurut gw kemampuannya begitu mengagumkan dengan memindahkan objek ke dimensi yang lain).
Untuk cast nya, selain kembali para pemeran X-Men trilogy terdahulu, DOFTP juga kembali mengajak kembali James McAvoy, Michael Fassbender dan si jelita Jennifer Lawrence. Dan gw cukup senang karena porsi Mystique yang diperankan J-Law mendapat porsi yang sedikit lebih banyak dibanding First Class lalu. Dan J-Law kembali mampu mencari perhatian gw karena Mystique yang diperankannya bukanlah karakter yang kosong dan hanya sekedar numpang lewat. Karakter Mystique menjadi karakter antihero yang mencuri perhatian karena J-Law berhasil memberikan emosi serta kegalauannya akan karakter Mystique. James McAvoy dan Michael Fassbender juga memberikan performa yang gemilang dimana mereka memberikan chemistry love-hate relationship antara Charles Xavier dan Erik Lensherr yang begitu meyakinkan, yah, tidak jauh berbeda dengan apa yang telah mereka hasilkan di First Class kemarin.
Cast yang baik, jalinan cerita yang mengagumkan, serta pastinya pemanfaatan efek CGI serta adegan action yang menawan pastinya menjadikan DOFTP sebuah film yang melampaui ekspektasi para penggemar. Dan tentunya kita sudah tidak sabar bagaimana trilogy X-Men yang baru ini akan berakhir.

8,25/10

X-Men: Apocalypse (2016)



Those with the greatest power... protect those without. That's my message to the world- Charles Xavier

Plot

En Sabah Nur (Oscar Isaac) yang merupakan mutan tertua, bangkit dari timbunan tanah setelah ribuan tahun lamanya. Sadar dirinya telah dikhianati kaumnya, dia pun memiliki misi untuk menguasai dunia. Dia pun mulai merekrut mutan-mutan yang ada untuk menjadi pengikutnya, salah satunya Magneto (Michael Fassbender). Di sisi lain, Charles Xavier (James McAvoy), dibantu oleh Hank (Nicholas Hoult), masih disibuki dengan sekolah yang didirikannya khusus untuk para mutan. Charles masih tersibukkan dengan murid-muridnya yang belum mampu mengendalikan kekuatan mutan yang mereka miliki, seperti Jean Grey (Sophie Turner) dan murid baru yaitu Scott (Tye Sheridian)





Review

X-Men: First Class itu merupakan oase segar bagi penggemar X-Men. Setelah berbagai film sebelumnya yang cukup mengecewakan, First Class hadir pada tahun 2011 dengan cerita yang lebih berisi, fresh dan juga penampilan para bintang di dalamnya yang memuaskan. Lalu, muncullah Days of Future Past yang tidak hanya menjadi momen kembalinya Bryan Singer di kendali utama, namun juga menjadi seri terbaik pada sejarah perfilman X-Men. Cerita yang kelam, lebih personal juga beberapa karakter baru menjadikan Days of Future Past sebagai suatu kebanggan sendiri bagi penggemar. Maka, jangan heran bila seri ketiga nya yaitu Apocalypse akan begitu dinantikan dan menaikkan ekspektasi bagi siapapun yang menunggunya. Terlebih, post credit scene di Days of Future Past memperlihatkan bila pada seri ketiganya akan melibatkan salah satu (jika bukan) villain terkuat dalam sejarah X-Men. En Sabah Nur. Jelas, sebagai aktor yang memerankan salah satu villain yang terkenal, beban berat ada di pundak Oscar Isaac.


Bekerja sama kembali dengan Simon Kinberg dalam penulisan naskah, tampak memang ada usaha dari Bryan Singer untuk mengulang cara penceritaan yang telah ia lakukan di Days of Future Past ke dalam film kesembilan dalam instalmen X-Men ini. Atmosfir yang ada tampak kelam, ditambah setelah setengah jam durasi berjalan, ada karakter yang cukup penting dihilangkan dalam penceritaan yang berfungsi sebagai penggerak plot cerita.  Namun sayang setelah itu penceritaan mulai kedodoran. Days of the Future Past memang terkesan lambat temponya, namun karakter yang menggerakkan cerita adalah Charles, Erik dan tidak lupa juga Wolverine, sehingga selain memang ceritanya yang berkualitas, penonton pun tetap terhibur dengan karakter yang muncul di layar. Berbeda di Apocalypse, yang berpusat pada karakter-karakter tampilan baru seperti Jean Grey, Nightcrawler, Scott a.k.a Cyclops versi muda. Mereka bermain baik (terutama Sophie Turner yang bening banget), tapi mereka jelas kurang mampu untuk menjadi roda penggerak narasi, bahkan sokongan dari Jennifer Lawrence maupun Nicholas Hoult pun tidak terlalu membantu karena karakter mereka disini hanyalah seperti pendamping atau senior bagi mereka. Khusus karakter Raven/Mystique sayang sekali disini terasa amat dangkal dibanding dua pendahulunya. Tidak ada lagi Mystique yang keputusannya selalu menghadirkan pertanyaan. Boleh saja menempatkan Mystique sepenuhnya sebagai hero, tetapi tidak langsung begitu saja membuat karakternya menjadi one dimensional. Bahkan sosok Katniss Everdeen yang pula diperankan J-Law yang notabene nya sebagai pure hero pun jauh lebih menarik dibanding Mystique. 

Mengenai cerita, selain kisah Magneto, memang sub arc lainnya terasa dangkal, seperti Jean dan Scott yang belum bisa mengendalikan kekuatannya, berdukanya Scott, belum lagi Quicksilver yang memiliki agenda tersendiri tidak digali lebih dalam oleh Bryan Singer. Semuanya dikorbankan demi mengenalkan karakter En Sabah Nur. Bisa dimaafkan pengorbanan tersebut bila niat tersebut hasil akhir nya maksimal, tetapi alih-alih En Sabah Nur menjadi sosok villain yang intimidatif atau menakutkan, En Sabah Nur menjadi bagian paling mengecewakan dalam Apocalypse. Sebenarnya tidak lah terlalu sulit membuat karakter yang overpowered terlihat menyeramkan. Berikan sedikit motivasi yang jelas, kompleks, dan unpredictable, oh dan pastinya buatlah ia sekejam mungkin dalam menyebarkan teror. Viola, karakter overpowered paling tidak seperti General Zod di Man of Steel bisa hadir disini. Namun kenyataan di lapangan tidak. Perjalanan bersama sang Apocalypse yang digadang-gadang mampu menciptakan kiamat hanyalah diperlihatkan dirinya merekrut anggota-anggota Four Horsemen. Bahkan sebenarnya bergabungnya Magneto dengan Four Horsemen tidaklah terlalu digali dengan dalam motifnya.  Hingga menyentuh satu jam pun tidak ada sama sekali villain yang satu ini terlihat membahayakan. Oke, memang ada ketika ia hampir menyebabkan perang nuklir terjadi, namun dimana momen tegang para penduduk yang melihat nuklir tersebut mengangkasa? Bahkan ketika Apocalypse meratakan sebuah kota menjadi debu pun sama sekali tidak terlihat menderitanya para penduduk. Seharusnya momen tersebut bisa dijadikan teror yang luar biasa, dengan memperlihatkan mimik muka putus asa para penduduk. Oscar Isaac tidak bisa disalahkan disini sebagai Apocalypse, karena space untuk usaha menjadikan En Sabah Nur ini sebagai villain yang memorable sangatlah kecil.

Sebagai film action pun, Apocalypse tidak bisa dibilang sukses juga karena kadar action secquence nya yang gak bisa dibilang banyak juga malah berakhir datar dan tidak meninggalkan kesan spesial. Oke, aksi Quicksilver masih menghibur, tapi itu hanyalah repetisi dari Days of Future Past sehingga tidak meninggalkan rasa kagum yang sama seperti menyaksikannya pada pertama kali, walaupun skala aksinya diperluas dan masih mengasyikkan melihat aksi usil Quicksilver kala beraksi. Dan aksi di klimaksnya pun tidak tampak terlihat sebagai aksi penutup sebuah film. Saya akan menyanjung film ini bila saja Singer berani mengambil risiko dengan menjadikan aksi penutup tersebut sebagai ajang betapa superpower nya En Sabah Nur ini, namun kenyataannya? Mengecewakan. Sangat mengecewakan melihat Singer menyia-nyiakan villain seperti En Sabah Nur.

Mungkin sisi positif yang ada hanyalah lakon yang diperankan muka-muka lama seperti tentu nya Michael Fassbender, James Mcavoy yang tak pernah mengecewakan semenjak First Class. Dan juga cameo yang badass dari Wolverine yang mampu membuat penonton bersorak bergembira akan fanservice tersebut. Yah, sebenarnya dengan durasi hingga 143 menit, Singer mampu menjadikan sekuel kedua ini sebagai sajian dengan penuh teror akan betapa hebatnya En Sabah Nur. Bahkan Sentinel pun tampak lebih menyeramkan dibandingkan dirinya. Dalam penceritaan pun, Apocalypse jelas yang paling lemah dibanding kan dua predesornya. Sebagai penutu, mengutip apa yang Jean Grey katakan di dalam film, "Well, we can all agree, the third one's always the worst". Yap, sebuah kalimat yang dimaksudkan untuk menjadi "penghargaan" untuk X-Men: The Last Stand, malah jatuhnya sebagai sebuah penilaian tidak langsung untuk X-Men: Apocalypse. Still a fun ride, though, but of course, this is a downhill (again) for X-Men franchise.

6,75/10

 

Overview

Kutukan mengenai "the third one's always the worst" tampaknya memang susah untuk dielakkan dalam film trilogy. Setelah hasil akhir meyakinkan dari First Class dan juga Days of Future Past, X-Men harus kembali mengulang sejarah yang sama dimana instalmen ketiga dari era baru ini tetap menjadi yang terlemah. Bukan hanya dalam ruang lingkup X-Men, sebagai film superhero pun X-Men: Apocalypse tetap lah mengecewakan, walau memang sedikit lebih baik dibandingkan X-Men: Last Stand.

Trilogy Rating:

7,6/10




 


 
Categories: , , ,

4 comments:

  1. Setuju banget, Singer bener2 berhasil ngebawa XMen kembali ke jalan yg benar.
    Lupainlah continuity waktu sama trilogi X-Men yg dulu, karena kalo dihubungin kesitu malah susah, haha
    Ga sabar liat Jean Grey muda :) Lady Sansa ;)


    eniwe, lam kenal gan,,
    Boleh tuker link gan?

    ReplyDelete
  2. makasih udah mampir.:)
    yap, keputusan tepat membawa Bryan Singer terlibat kembali

    Linknya udah ditambahin, thanks again :)

    ReplyDelete
  3. ok,link added gan,,

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!