"Wondering if you're happy is a great shortcut to just being depressed."-Dorothea
Plot
Ditengah kondisi Amerika yang berada dalam krisis kepercayaan diri di tahun 70an, seorang single mother bernama Dorothea (Annette Bening) juga ikut kerepotan dalam menangani anak satu-satunya yang ia miliki, Jamie (Lucas Jade Zumann), yang tengah menginjak usia remaja. Sadar bahwa ia tidak bsia sendirian dalam menjaga pergaulan Jamie, Dorothea pun meminta bantuan dua wanita yang dekat dengan Jamie, Abbie (Greta Gerwig) dan Julie (Elle Fanning).
Review
Ada ungkapan umum yang mengatakan bila dimata seorang ibu, anak yang dimilikinya tetap akan selalu anak kecil entah berapapun usia nya. Mungkin ungkapan tersebut ada benarnya melihat bagaimana seorang ibu selalu saja mencoba mengingati seorang anak sampai kapanpun mana yang benar dan mana yang salah, dan berusaha melakukan apapun demi membuat sang buah hati bahagia. Bagi anak, mungkin perlakuan seorang ibu akan mengesalkan, terutama untuk mereka yang merasa telah dewasa. Namun mau bagaimana lagi, itulah sifat alami seorang ibu. Mike Mills, lewat 20th Century Woman, mencoba menyampaikan rasa cintanya terhadap sang ibu yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan remajanya.
Pada dasarnya, 20th Century Women hanyalah berpusat pada kekhawatiran seorang ibu, Dorothea, yang single parent terhadap perkembangan anaknya, Jamie, di tengah kondisi negara Amerika yang kesulitan di tahun 70an. Selain itu, dirinya juga memikirkan usia Jamie yang memasuki usia remaja sehingga otomatis Jamie tengah mengalami masa-masa pencarian jati diri, dilengkapi pula dengan sifat memberontaknya yang sulit terkendali. Jamie merasa dirinya tidak terlalu cocok dengan pandangan sang ibu dan salah satu faktor penyebab yang diyakini oleh Jamie adalah perbedaan zaman yang mereka hadapi sehingga Jamie menganggap apa yang dipikirkan Dorothea itu kolot dan ketinggalan zaman.Ya, sebenarnya itu lah pusat penceritaan. tetapi karena Mike Mills disini mengeksplor pondasi cerita itu beriringan pula dengan hubungan Jamie dengan dua wanita yang kebetulan dekat dengan dirinya. Lewat interaksi mereka, Mike Mills memasukkan beberapa elemen seperti cinta, dunia punk, dan tidak ketinggalan kebebasan, berdasarkan apa yang Abbie dan Julie coba perkenalkan kepada Jamie. Menit demi menit mengikuti interaksi mereka, muncul pertanyaan terlintas, apakah memang Jamie membutuhkan semua itu untuk dianggap "dewasa"? Cerita coming-of-age nya sendiri coba dihubungkan dengan kisah feminis nya, yang tidak bisa dipungkiri cukup kental atmosfirnya (mungkin karena itu pula judulnya 20th Century Woman). Karakter Jamie disini memang terlihat polos bila atribut rasa ingin kebebasan serta sifat rebel nya dilucuti dari dirinya. Lihatlah begitu mudahnya ia menelan mentah-mentah setiap pelajaran yang diberikan oleh Abbie dan Julie, yang tak jarang pada akhirnya merepotkan dirinya maupun sang ibu. Yang cukup disayangkan, penceritaan Jamie berhubungan dengan Abbie dan Julie malah cukup menenggelamkan kisah Jamie dan Dorothea sendiri. Awalnya kebersamaan mereka berdua cukup mendominasi, namun lama kelamaan keduanya jarang tampil di satu layar. Hal ini menyebabkan konklusi yang di akhir tidak cukup memuaskan karena terkesan tiba-tiba. Ditambah pula chemistry Jamie dengan Abbie dan Julie terasa kurang sehingga setiap narasi menceritakan kisah Jamie sedang bercengkerama dengan mereka berdua, disitu pula rasa interest saya cukup berkurang. Berbeda saat Dorothea hadir satu layar dengan Jamie, yang tidak pernah gagal merebut atensi saya.
Meski Jamie merupakan sumber penceritaan, tidak serta merta Mike Mills melupakan karakter-karakter sampingannya. Semuanya mendapatkan backstory yang adil, dengan tujuan untuk penonton mencoba memahami keputusan-keputusan yang telah diambil tokoh-tokoh yang terlibat. Dua karakter perempuan lainnya, Abbie dan Julie, masing-masing mewakili dua gadis dewasa mandiri yang memiliki masalah dengan ibu mereka. Julie sendiri memang tidak terlalu jauh beda umurnya dengan Jamie, tetapi bukankah wanita selalu mengalami kedewasaan diri lebih cepat dibanding pria? Keduanya mungkin berpikiran dewasa, tetapi tidak menutupi kenyataan bila mereka masih memiliki emosi yang labil dan butuh kasih sayang orang tua. Untuk Abbie, sosok Dorothea merupakan wanita yang ia hormati dan mungkin telah dianggapnya seorang ibu bagi dirinya. Berlainan dengan Julie yang seolah mengusahakan bila dirinya tidaklah butuh figur orang tua dalam hidupnya. Memang bila diukur dari screentime, karakter William sedikit terpinggirkan, namun bukan berarti dirinya tidak memiliki pengaruh sama sekali dalam pergerakan cerita. William digunakan oleh Mills adalah pria dewasa yang bisa mengisi rasa kekosongan Dorothea yang telah lama tidak bergaul dengan pria sebaya dirinya semenjak bercerai dengan suaminya. Semua kisahnya bagai lingkaran yang saling mengisi, minim pula letupan-letupan konflik menghiasi menjadikan kisah 20th Century Woman begitu sederhana, seperti kehidupan sewajarnya.
Annette Bening mungkin sering menghabiskan karirnya selama ini berperan sebagai supporting actress, tetapi bukan berarti pula dirinya kesulitan ketika memainkan peran utama. Sebagai Dorothea, Bening tentu tidak kesulitan memerankan single parents yang diliputi kesepian. Karakter Dorothea disini memang terlihat tenang, tetapi lewat ekspresi subtil yang Bening tampilkan, terlihat jelas bila Dorothea mengharapkan seorang pendamping dalam mendidik Jamie. Sayang memang cerita mengenai mengapa pernikahannya harus berakhir dengan perceraian tidak terungkap. Hampir tidak ada memang yang mampu menyaingi pesona Bening kala berinteraksi dengannya. Tapi cast lainnya sudah cukup berhasil memainkan karakter mereka masing-masing. Seperti Elle Fanning yang sukses menjadikan karakter Julie tetap menawan walau dengan perilaku nya yang bitchy, atau ekspresi depresi namun diiringi dengan ketegaran seorang perempuan yang ditunjukkan oleh Greta Gerwig.
20th Century Women mungkin bukanlah sajian yang terlalu berkesan, namun Mike Mills tidak dipungkiri sukses menawarkan kehangatan kasih sayang sang ibu di tengah sikap bandel seorang anaknya yang mengalami proses transisi, penuh dengan rasa memberontak di usia remaja. 20th Century Women beruntung memiliki Annette Bening yang sekali lagi menunjukkan performa apiknya yang menunjukkan bila dirinya pun mampu memerankan karakter utama, tidak hanya menjadi "side kick" belaka.
Annette Bening mungkin sering menghabiskan karirnya selama ini berperan sebagai supporting actress, tetapi bukan berarti pula dirinya kesulitan ketika memainkan peran utama. Sebagai Dorothea, Bening tentu tidak kesulitan memerankan single parents yang diliputi kesepian. Karakter Dorothea disini memang terlihat tenang, tetapi lewat ekspresi subtil yang Bening tampilkan, terlihat jelas bila Dorothea mengharapkan seorang pendamping dalam mendidik Jamie. Sayang memang cerita mengenai mengapa pernikahannya harus berakhir dengan perceraian tidak terungkap. Hampir tidak ada memang yang mampu menyaingi pesona Bening kala berinteraksi dengannya. Tapi cast lainnya sudah cukup berhasil memainkan karakter mereka masing-masing. Seperti Elle Fanning yang sukses menjadikan karakter Julie tetap menawan walau dengan perilaku nya yang bitchy, atau ekspresi depresi namun diiringi dengan ketegaran seorang perempuan yang ditunjukkan oleh Greta Gerwig.
20th Century Women mungkin bukanlah sajian yang terlalu berkesan, namun Mike Mills tidak dipungkiri sukses menawarkan kehangatan kasih sayang sang ibu di tengah sikap bandel seorang anaknya yang mengalami proses transisi, penuh dengan rasa memberontak di usia remaja. 20th Century Women beruntung memiliki Annette Bening yang sekali lagi menunjukkan performa apiknya yang menunjukkan bila dirinya pun mampu memerankan karakter utama, tidak hanya menjadi "side kick" belaka.
0 komentar:
Post a Comment