"Who are you? Goodbye. I'm Kurt Cobain"
Review
Bila seseorang dipinta untuk menggambarkan muka musisi yang layak disebut ikon musik Rock, gambar Kurt Cobain sudah hampir 100% akan ia buat bersanding dengan puluhan musisi lainnya. Pengaruh yang disebarkan Kurt Cobain bersama band nya, Nirvana, tidak terbantahkan lagi. Musik yang ia tawarkan mampu menghidupi lagi genre Rock Alternatif yang sebelumnya sempat kalah bersaing dengan genre Metal yang begitu merajalela di periode 80an. Kerasnya suara distorsi gitar yang ia mainkan, dilengkapi juga lirik-liriknya yang puitis tetapi membara akan semangat muda berhasil melambungkan nama Nirvana sebagai band paling berpengaruh di awal 90'an. Tak ketinggalan juga sosok Kurt Cobain lengkap dengan rambut pirang panjang, terkenal dengan aksi panggung yang brutal dan unik, gaya hidup yang lekat dengan obat-obatan terlarang, plus sikapnya yang menolak kemapanan, menjelma menjadi pujaan dan begitu digilai oleh penggemarnya. Namun, seberapa jauh kita mengenal sosok Kurt Cobain selain dari apa yang diceritakan banyak pihak? Bagaimana sebenarnya kehidupan personal Kurt dari semenjak kanak-kanak hingga ke masa popularitas yang malah memberikan ketidaknyamanan kepada Kurt sehingga dirinya tenggelam mengkonsumsi narkoba dan memutuskan mengakhiri hidupnya tepat pada 5 April 1994? Brett Morgen, dengan dokumenternya ini mencoba menampilkan sosok Kurt yang mungkin tidak banyak yang diketahui oleh banyak orang, termasuk penggemarnya. Dari hubungan dengan sang ibu, kehidupan nya sebelum memutuskan mendirikan Nirvana, hingga kisah asmaranya dengan sang istri, Courtney Love. The most intimate rock doc ever, indeed.
Sudah wajib hukumnya bagi para pembuat film dokumenter untuk mengangkat cerita lain yang mungkin tidak terlalu diketahui oleh banyak pihak. Dan dengan mewancarai orang-orang terdekat selama hidup Cobain, termasuk Courtney Love (yang jujur begitu sangat saya harapkan hadir di dokumenter ini untuk memberikan pernyataannya mengenai Cobain), Brett Morgen pun sukses menghadirkan sosok Cobain secara personal dan apa adanya. Kita diajak mengenal Kurt yang semenjak kecil harus menerima kenyataan bila orang tuanya harus bercerai, sehingga berdampak ke psikis Cobain. Saya sendiri secara pribadi baru mengetahui bila Cobain termasuk seseorang terpinggirkan kala remaja, yang memiliki andil dalam menambah tekanan yang telah dialami Cobain. Dengan melibatkan pula suara rekaman Cobain dan coretan-coretan milik dirinya baik gambar maupun tulisan, banyak sekali fakta mengejutkan hadir di layar.
Salah satu contoh utama adalah mengenai Cobain yang pernah sekali mencoba bunuh diri di rel kereta api akibat tidak tahan dengan ejekan-ejekan yang ia terima di sekolah. Fakta tersebut membersitkan pertanyaan "What if" yang menarik. Ya, bagaimana seandainya Kurt Cobainberhasil melaksanakan bunuh dirinya pada kala itu? Tampilan animasi yang disajikan Brett Morgen pada kisah tersebut diselingi dengan aransemen violin "Smells Like Teen Spirit" pun membuat scene tersebut sangat intens dan menjadi salah satu highlight di dokumenter ini. Oh, bagi siapa yang tumbuh dewasa bersama popularitas Cobain mungkin akan merasa haru saat musik sendu "All Apologies" mengiringi footage Cobain sedang bermain dengan gembiranya, baik ketika ia bermain di taman, memainkan gitar kecil miliknya, merayakan ulang tahun dan berinteraksi dengan cerianya bersama orang lain. Dari footage tersebut telah tampak memang Cobain berbeda dengan anak-anak seusianya.
Lewat karyanya ini, Brett Morgen berhasil membuat para penonton melihat sisi Cobain sebagai seorang manusia, bukan rock star, atau pun drug addict. Sama sekali tidak ada usaha dari Brett Morgen untuk menyelidiki apa sebenarnya motif dari bunuh diri seorang Kurt Cobain. Semuanya ditampilkan natural dan diperlukan untuk melihat sisi lain Kurt Cobain. Bahkan ketika Brett Morgen menampilkan footage kebersamaan Kurt Cobain dan Courtney Love, yang tampil hanyalah kehangatan dari dua insan manusia yang saling mencintai. Ya, sepasang kekasih yang sempat dinobatkan sebagai salah satu pasangan paling kontroversial dalam sejarah ini ternyata memiliki momen-momen hangat juga kocak seperti Courtney yang membacakan surat kebencian untuk dirinya dan Cobain berperan sebagai penggemar tersebut. Sosok Cobain sebagai ayah pun juga ditampilkan kala keberadaan Frances hadir, bagaimana Cobain bertingkah konyol hanya ingin membuat sang buah hati tertawa dan memandikan Frances bersama sang istri. Footage-footage ini menempatkan para jurnalis yang membuat berita miring mengenai kehidupan Cobain bersama Courtney bagaikan sosok antagonist.
Namun tak disangkal memang, Kurt Cobain merupakan sosok yang rapuh dan memiliki emosi tak stabil sebagai rock star. Terlihat bagaimana liarnya ia di atas panggung, serta memperlihatkan kemalasannya saat diwawancara. Untuk menggambarkan emosi Cobain, Brett Morgen sering memvisualisasikan gambar-gambar yang ditulis tangan oleh Cobain sendiri. Tidak jarang juga visualisasi tersebut sedikit menyeramkan, seolah memperlihatkan apa yang Cobain rasakan kala menggambar.
Cobain: Montage of Heck memang diniati Brett Morgen untuk mengajak penonton melihat seorang Kurt Cobain sebagai manusia biasa. `Film ini bagaikan surat cinta dari Brett Morgen untuk ke semua penonton baik penonton biasa maupun penggemar berat Kurt Cobain yang ditampilkan kehidupannya secara personal ataupun yang dikenal publik luas. Seperti lagu Indonesia yang terkenal bahwa Rocker Juga Manusia.
0 komentar:
Post a Comment