"Beep Beep Richie"- Pennywise
Plot
Liburan musim panas yang seharusnya menyenangkan malah menjadi sebuah petualangan yang menyeramkan untuk tiap anggota The Losers' Club, yang terdiri dari Bill (Jaeden Lieberher), Richie (Finn Wolfhard), Eddie (Jack Dylan Grazer), Stanley (Wyatt Olef), Mike (Chosen Jacobs), Ben (Jeremy Ray Taylor) dan satu-satunya anggota perempuan dalam klub tersebut yaitu Beverly (Sophia Lillis). Liburan mereka menjadi mimpi buruk akibat kehadiran sosok badut yang sama sekali tidak lucu yang menami dirinya sendiri sebagai Pennywise (Bill Skarsgard) yang memanfaatkan ketakutan di dalam diri seseorang. Pennywise sendiri merupakan badut yang digambarkan tinggal di dalam saluran pembuangan dan hobi mengajak para korbannya ke tempat tinggalnya tersebut. Seolah teror dari Pennywise belumlah cukup, ketujuh anak yang merasa diri mereka seolah terpinggirkan ini pun juga harus menghadapi teror bully yang kerap dilakukan oleh Henry (Nicholas Hamilton) dan persoalan personal masing-masing, seperti Bill yang masih belum menerima akan kematian Georg (Jackson Robert Scout) yang juga merupakan salah satu dari sekian banyak korban yang telah jatuh di tangan Pennywise dan Beverly yang senantiasa menerima perlakuan tidak senonoh dari sang ayah kandung.
Review
I wanna put this out first that I never read the main source, Stephen King's It. Jadi, untuk membandingkan apakah It versi Andy Muschietti ini setia berpijak pada sumber nya atau tidak jelas diluar dari kemampuan saya. Maka, ulasan ini murni saya tulis berdasarkan dari pengalaman menonton yang barusan saya dapatkan. Saya pun juga baru menyadari bila ternyata karya dari penulis novel horor yang telah beberapa kali karya penulisannya diangkat dalam media film ini pernah dibuat dalam tv series. Saya yang benar-benar buta dengan kisahnya ini pun lumayan terkejut saat Muschietti membuka filmnya dengan momen yang mencekam nan sadis dan yang lebih mengejutkan lagi adalah momen itu melibatkan anak kecil! Momen saat Pennywise hadir dari sela kecil sewer itu tampaknya akan menjadi kandidat unggulan bila membahas momen film paling memorable pada tahun ini.
Opening itu tentu dihadirkan Muschietti dengan menyelipkan pesan kepada penonton bila anak kecil bukan menjadi jaminan mereka akan diperlakukan spesial di dalam film ini, yang mana tipikal film horor bila anak kecil biasanya akan bernafas lega dan hidup bahagia selepas teror berakhir. Mereka tetap berpotensi menjadi korban, dan bisa saja kematian yang menjemput mereka akan sama mengenaskannya seperti yang dialami George. Setelah gebrakan yang di awal itu, Muschietti yang dibantu oleh Chase Palmer dan Cary Fukunaga yang berbagi tugas dan tanggung jawab dalam hal naskah ini mengendurkan sejenak gas pol di awal dengan mengajak penonton berkenalan dengan tiap-tiap anggota dari The Losers' Club. Dari ciri khas, interaksi antar karakter yang terlihat natural, permasalahan yang dihadapi baik dalam kelompok maupun pada ruang lingkup pribadi dan tidak ketinggalan ketakutan dari masing-masing karakter. Pendekatan ini jelas perlu untuk menciptakan koneksi antara mereka dan penonton, dan itu berhasil. Buktinya, saya selalu mengharapkan setiap anggota akan berakhir dengan selamat dari teror-teror yang dihadirkan Pennywise. Hal ini merupakan hal yang cukup langka dalam dunia perfilman, karena kebanyakan karakter cilik dalam film itu biasanya menyebalkan akibat dari sikap mereka yang rewel serta seolah begitu dilindungi dari setiap aktivitas teror dari sang villain dilakukan. Dalam film It, itu sama sekali tidak terjadi. Memang masih ada satu karakter yang cerewet, namun itu didukung dengan sebuah motif yang mampu membuat penonton setidaknya memahami. Tidak ada sama sekali yang tenggelam, walau memang pusat karakter di pegang oleh Bill. Belum lagi mengenai interaksi mereka yang terlihat alami dan begitu dinamis. Tidak jarang juga beberapa humor diselipkan untuk sedikit ruang bagi penonton supaya bisa bernafas, istirahat sejenak dari keseraman yang ada. Saya menyukai hal-hal kecil diperhatikan sang kreator dalam interaksi mereka seperti Richie yang paling dekat dan memahami Bill. Bila Bill adalah ketua dalam The Losers' Club, Richie merupakan wakilnya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah bagaimana sosok Ben yang berbadan tambun disini malah terlihat keren dan mungkin karakter yang paling mudah mendapatkan simpati dari penonton dengan kisah subplot nya yang diam-diam jatuh hati kepada Beverly.
Dengan kepedulian penonton pada karakternya, tentu itu mempengaruhi pada setiap adegan teror hadir di layar. Setiap teror terasa greget karena kita tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada karakter yang tengah menghadapi teror dari Pennywise. Ditambah lagi dengan setiap teror tersebut disajikan bervariasi dan berbeda. Jump scare nya diperlihatkan dengan kreatif dengan memperhatikan secara detil mengenai set up nya dan tidak sepenuhnya pada momen mengagetkan. Bahkan sejujurnya bila mengenai kejutan akan jump scare, hal itu sangat minim sekali disini, namun bila membicarakan ketegangan, seram, atau sebagainya, itu sangat mampu untuk memaksa kalian mencengkeram pegangan kursi bioskop setiap momen terornya hadir. Pacing pun diperhatikan disini, karena sedikit sekali terasa adegan yang terlalu lama. Berimbangnya pada poin karakter serta hal wajib pada film horor ataupun thriller yaitu menakutkan, maka tentu saja kalian bisa menebak bila It adalah film yang terpuji dan merupakan sebuah bentuk penghormatan pada sumber aslinya, dan It tentu tidak terjebak pada lubang yang sama, dimana lubang itu tengah dihuni oleh Dark Tower.
Naskah It pun tidak kosong. Karakter-karakternya dipenuhi oleh remaja sehingga bisa ditebak bila It kental dengan kisah coming of age nya. Disini, poin mengenai kerelaan lah yang menjadi bagian akan penceritaan, bagaimana dengan merelakan seseorang ataupun juga sesuatu yang telah tidak bisa dijangkau lagi merupakan salah satu dari proses menuju kedewasaan. Pada bagian konklusi terasa cukup mengharukan berkat pendekatan yang tahap demi tahap yang dilakukan sebelumnya, Love story juga ada walau untungnya tidak mendominasi dan Palmer-Fukunaga lebih memilih tema mengenai persahabatan lebih dominan. Oh, tidak lupa juga bila saya merasa teror yang dilakukan Pennywise kepada remaja-remaja malang ini merupakan simbolisasi mengenai fenomena akan bullying, dan film ini memperlihatkan bila melawan kekerasan bully itu harus dilakukan bersama-sama serta melawan ketakutan yang ada pada diri sendiri, bukannya untuk memilih menyendiri dan berpisah karena hal itu hanya akan menambah kesenangan para bully-ers (maksa banget!).
Mungkin bagi saya yang cukup mengganggu dan sedikit mengganggu penilaian saya mengenai Pennywise nya sendiri. Oh, tentu saja bukan akting karena bagi saya Bill Skarsgard jelas adalah bintangnya disini, dengan memberikan penampilan yang meyakinkan sebagai badut seram. Permainan intonasi serta suara yang dilakukan Skarsgard tidak ditampik sangat mengingatkan saya akan The Joker-nya Heath Ledger. Dan itu tentu saja good point. Yang menjadi masalah adalah ya, siapa It sebenarnya? Mengapa ia memilih kostum badut sebagai instrumennya untuk menakuti? Mengapa ia menyerang hanya 27 tahun sekali? Memang, hal itu tampaknya telah dijawab, namun cerita mengenai sejarah itu sendiri bagi saya cukup membingungkan mengenai apa korelasinya dengan apa yang dilakukan Pennywise. Ambil contoh ya seperti film horor/thriller lainnya yaitu Friday Night 13th yang jelas motif nya menyerang para korban. Entah mungkin memang diniati karakter ini pekat akan misterius atau tidak, yang jelas saya sangat menantikan sekuelnya karena saya tidak ingin kostum boneka nya Pennywise jatuhnya hanya lah menjadi gimmick.
0 komentar:
Post a Comment