"He may have been your father, Quill, but he wasn't your daddy."- Yondu
Plot
Setelah berhasil menghentikan kejahatan Ronan, para anggota Guardians of the Galaxy yang terdiri dari Peter Quill (Chris Pratt), Gamora (Zoe Saldana), Drax (Dave Bautista), Rocket (voice by Bradley Cooper) serta Groot (voice by Vin Diesel) yang kini dalam wujud kecil akibat pengorbanan yang ia lakukan sebelumnya untuk menyelamatkan teman-temannya, tetap melanjutkan tugas barunya dalam melindungi galaksi dengan cara menerima permintaan dari antar planet lain. Saat telah berhasil menjalani misi yang diberikan oleh ras yang dinamakan Sovereign, The Guardians mendapatkan masalah akibat ulah dari Rocket sehingga kini mereka menjadi buronan ras Sovereign. Dalam masa diburu itulah, muncul sosok bernama Ego (Kurt Russel) yang ditemani Mantis (Pom Klementieff) yang mengakui dirinya bila ia adalah ayah dari Peter. Di lain sisi, akibat kegagalan yang ia alami, Yondu (Michael Rooker) kini diasingkan oleh pihak Ravagers dan juga harus menghadapi akan krisis kepercayaan para anak buahnya. Ras Sovereign pun memanfaatkan kesempatan itu dan menawarkan pekerjaan kepada Yondu dan anak buahnya, yaitu apalagi selain menangkap The Guardians.
Review
Saya mencintai film Guardians of the Galaxy (GotG). Menurut saya, film tersebut jauh dari sekedar kejutan yang menyenangkan. Perpaduan antar interaksi karakter, humor-humor yang segar (saya tidak bisa untuk tidak tertawa saat melihat Rocket membodohi Peter yang melibatkan kaki palsu tersebut), pamer visual yang indah dan jangan lupakan juga soundtrack demi soundtrack nya yang tidak hanya sangat memanjakan telinga, namun juga bersinergi dengan adegan yang hadir di layar, semuanya menjadi satu untuk membuat GotG yang awalnya dianggap sebagai proyek judi dari Marvels menjelma menjadi salah satu film terbaik di tahun 2014. Tentu saja dengan hasil akhir yang memuaskan itu, sekuel selanjutnya diantisipasi oleh penggemar film, termasuk saya. Ekspektasi meninggi tidak bisa dihentikan, terutama kala James Gunn kembali duduk di sutradara.
Telah menjadi tradisi saya bila untuk film-film yang saya niati untuk tonton, sebisa mungkin saya akan menjauhi trailer maupun artikel demi artikel yang membahas film tersebut untuk mendapatkan kepuasan yang maksimal. Maka ketika adegan awal di sekuelnya ini telah memperlihatkan sosok ayah dari Peter yang telah ketahui bersama bila Peter sangat penasaran dan terus mencari ayahnya dari semenjak ia diadopsi oleh Yondu. Dari sini saya memperkirakan akan terjadi petualangan yang melibatkan emosi personal di dalam diri Peter. Hanya satu yang saya takutkan, yaitu karakter Peter akan terlalu menonjol akan konflik kedepannya sehingga karakter-karakter lain akan dikorbankan screen time nya dan hanya menjadi pendamping saja. GotG pertama berhasil tidak bisa dilepaskan dari kebersamaan serta lemparan-lemparan dialog antar karakter, namun ketika karakter nya berjalan masing-masing, daya tarik menurun drastis. Untungnya James Gunn tidak terlalu menyingkirkan para karakter pendukungnya, karena baik Gamora, Rocket, Drax bahkan Baby Groot pun memiliki momen-momennya sendiri. Mereka tetaplah karakter yang sama seperti di prekuelnya (selain Baby Groot yang jelas jauh lebih imut dibandingkan versi raksasanya), namun tetap dibantu dengan humor-humor baru yang cerdas dari Gunn, seperti yang paling sederhana saat Rocket yang selalu salah saat mengirimkan kode candaan dengan mengedipkan sebelah matanya. Menjadi permasalahan ketika Gunn memutuskan untuk memisahkan mereka menjadi dua grup, yang tentu saja berisiko besar membuat Vol. 2 mengalami degradasi dalam hal sisi fun nya.
Risiko tersebut nyatanya memang terjadi, sehingga segala kesenangan saat melihat aksi melawan monster di opening serta usaha kabur The Guardians dari kejaran ras Sovereign, dilanjutkan dengan build up yang dilakukan demi third act nya. Pada saat ini lah, Vol. 2 cukup terasa membosankan dan tidak menarik sehingga durasi sedikit terasa berjalan lambat. Bila saja tidak ada subplot dari Rocket yang kembali bertemu dengan Yondu, mungkin saja saya akan ketiduran di tengah jalan. Ya, petualangan Rocket bersama Yondu berhasil menjadi plot yang lebih menarik ketimbang melihat interaksi antara Peter dan Ego di planet lain. Bukan hanya karena Yondu adalah karakter terfavorit saya di GotG, tetapi kisah mereka juga dibalut dengan sebuah aksi yang mungkin adalah aksi terbaik di Vol 2 ini. Belum lagi saya membicarakan momen kelucuan dimana Baby Groot berusaha membebaskan mereka berdua. Membosankannya petualangan Peter, Gamora dan Drax membuktikan bila daya tarik The Guardians tidak akan maksimal bila mereka terpisah satu sama lain. Subplot yang terjadi antara hubungan Gamora dan adiknya, Nebula (Karen Gillan) memiliki konklusi yang menurut saya cukup dipaksakan, apalagi melihat setiap perkelahian yang mereka lakukan. Koneksi antara Drax serta Mantis pun tampaknya hanya diperlukan sebagai comic relief saja. Untuk menjadi sebuah motivasi dalam diri Mantis supaya apa yang dilakukannya pada momen mendekati third act juga rasanya tidak terlalu kuat.
Seperti prekuelnya, kisah Vol. 2 sendiri tidaklah terlalu spesial. Saya yakin telah banyak yang menggunakan penceritaan yang sama seperti Vol. 2 ini sehingga saya cukup berani untuk bertaruh bila sebagian besar penggemar film akan bisa menebak third act nya akan seperti apa, tanpa harus membaca komiknya sekalipun. Dipisahnya para anggota The Guardians memang menurunkan dosis kesenangannya, namun susah juga untuk ditampik bila hal itu diperlukan demi third act nya yang akan mengaduk-aduk perasaan penonton (terutama saya).
Kelemahan GotG Vol. 2 juga adalah motif supervillain nya yang bisa saya katakan cheesy seperti villain-villain superhero lainnya, yang menganut kepercayaan dunia akan lebih baik kala dunia akan dihancurkan lebih dulu. Tidak ada suntikan personal di motif tersebut, padahal bila saja motifnya bisa dikaitkan dengan masa lalu antar dua karakter, hal tersebut mampu menambah kebimbangan yang akan terjadi pada karakternya. Supervillain nya kembali lagi jatuh ke lubang yang sama yang ingin menguasai dunia dan itu membosankan, tentu saja. Mengapa Loki jauh lebih memorable dibandingkan keseluruhan villain di MCU? Karena motif Loki jauh lebih personal dengan hanya ingin mendapatkan pengakuan dari keluarganya dan ingin keluar dari bayang-bayang sang kakak, yaitu Thor. Hal itu memberikan keterikatan dengan penonton sehingga tidak jarang kita sebagai penonton seringkali lebih mendukung Loki dibandingkan Thor sendiri yang notabenenya sebagai karakter superhero.
"Pamer" visual yang saya sebutkan di atas yang merupakan salah satu elemen positif prekuelnya, kembali ditampilkan oleh Gunn disini. Budgetnya yang mencapai $200 juta begitu dimaksimalkan disini dengan memperlihatkan parade cahaya-cahaya cosmic di luar angkasa untuk menghiasi adegan-adegan aksinya, yang juga terasa lebih bombastis dibandingkan third act di prekuel, meski tidak sampai ke tahap yang bisa dikatakan spesial. Malah semua adegan-adegan bombastis tersebut menurut saya tidak ada apa-apanya dibandingkan aksi sederhana dari Yondu. Setiap track nya juga tetap bersinergi dengan adegan-adegannya, lihat saja di adegan openingnya. Oh, berbicara dua aspek ini, Gunn memaksimalkannya di adegan closing yang tidak hanya emosional (I was cried at this scene. And I don't feel embarassed) berkat bantuan track Father and Son- nya Cat Steven, serta indah akibat dari puluhan cahaya yang ada. Salah satu closing terbaik di MCU.
Guardians of the Galaxy Vol. 2 mungkin sedikit dibawah dibandingkan predesornya, namun itu disebabkan oleh keputusan Gunn untuk memisahkan antar karakter The Guardians, sehingga interaksi mengasyikkan antar karakter seperti di GotG pertama menghilang di pertengahan film, dan itu cukup berpengaruh bagi saya. Lihat saja, kala kelima karakternya kembali berinteraksi, di saat itu juga Guardians of the Galaxy kembali mendapatkan nafas kehidupan. Tetap menghibur, walau tidak terlalu berkesan. Andai saja tidak ada adegan penutupnya yang emosional tersebut, Guardians of the Galaxy Vol. 2 ini tidak akan meninggalkan kesan yang baik untuk saya.
0 komentar:
Post a Comment