Friday 13 September 2019


"That's all"- Miranda Pristley

Plot

Lulusan anyar jurusan jurnalis yang seketika mendapatkan pekerjaan yang diklaim beberapa orang merupakan pekerjaan yang membuat sejuta wanita rela untuk membunuh siapapun, itulah Andy Sachs (Anne Hathaway) yang secara mengejutkan mendapatkan kesempatan untuk menjadi asisten kedua Miranda Priestly (Meryl Streep), pemimpin redaksi majalah fashion, Runway. Miranda sendiri telah dianggap sebagai the living legend dalam dunia modeling serta dihormati oleh banyak orang, namun selain itu, dirinya pula dikenal sebagai wanita bertangan dingin dan tak kenal ampun jika telah berkaitan dengan pekerjaan. 



Review

Anda dan saya pasti pernah mendapatkan satu bos kejam tanpa ampun dalam suatu pekerjaan, dan jika memang salah satu dari Anda belum pernah merasakan, well, I will congratulate but feel a pity to you. Berada di bawah pimpinan yang kejam tanpa hati memang terdengar seperti kiamat dan kalau bisa dihindari, tetapi bila dipikir lebih dalam lagi, sebenarnya kita telah mendapatkan suatu pengalaman yang sulit untuk dilupakan, serta sering kali, pimpinan kita yang kejam tersebut malah menjadi salah satu bos yang mungkin pula sulit kita gerus dalam ingatan. Pengalaman seperti inilah yang akan didapatkan Andy, seorang gadis muda yang baru saja menyelesaikan studi kuliah nya di jurusan jurnalis, hidup di salah satu kota tersibuk di dunia, New York, harus menerima kenyataan jika dirinya akan segera mendapatkan bos kejam yang kelak akan memberikan pelajaran paling berharga sepanjang hidupnya.

"Million girls would kill for that job", statement yang tiap kali Andy dengar untuk posisi yang kini ia tempati. Memang, bukan sembarang orang yang memiliki kesempatan untuk bisa menjadi asisten pribadi seseorang yang dianggap begitu powerful dan berpengaruh. Pada awalnya pun, Andy sama sekali buta akan dunia fashion, bahkan ia tidak pernah membaca majalah Runway sehingga ia tidak mengenal siapa itu Miranda Pristley dan mengapa sosoknya begitu ditakuti, yang kelak ia akan ketahui dalam hitungan menit kala Andy menginjakkan kakinya di gedung kantor majalah tersebut untuk memenuhi panggilan interview.

Penonton pun juga tidak perlu menunggu lama karena saat film baru berjalan 2 menit saja, kita telah diajak berkenalan dengan sosok Miranda. Entrance dari Miranda sendiri diracik begitu apik oleh David Frankel, sang sutradara. Dengan memperlihatkan para pegawai bekerja, berlari kesana kemari melakukan tugasnya masing-masing, termasuk Emily (Emily Blunt), asisten pribadi pertama Miranda, lalu diperlihatkan pula Miranda yang perlahan menuju ke meja kantor nya. Kesan akan betapa ditakutinya Miranda oleh bawahannya telah sukses didapatkan penonton, dan saat lift elevator dibuka, kita pun akhirnya melihat sosok Miranda. Tidak butuh waktu lama, Meryl Streep langsung saja melakukan monolog, memberikan komando perintah pada Emily dan bawahan lainnya agenda apa saja yang harus dikerjakan, hingga ia tiba di meja kantor, melihat sekilas Andrea dan siap melakukan interview untuknya. Dan dalam durasi kurang lebih 1 menit itu pula, penonton telah terpana dan terkesima akan karakter ini.

Judul film ini tentu saja merujuk pada karakter Miranda. Kata "Devil" pun telah menggambarkan dirinya merupakan seorang pimpinan yang kalau bisa kita hindari, bahkan untuk hadir dalam mimpi pun jangan. Namun, dengan performa memikat dari Meryl Streep, saya justru selalu menantikan kehadirannya di setiap menit dalam film. Setiap gestur yang ia lakukan sangat mempesona dan anggun (ditambah lagi kecantikan abadi dari Meryl Streep), terlihat meyakinkan jika dirinya memang adalah sosok bos yang layak dihormati dalam dunia mode, ditambah dengan busana yang ia kenakan semakin menambah dosis keanggunannya. Saya pribadi suka sekali setiap kali Miranda menopangkan dagu di salah satu tangannya.


Sayang memang penampilan spesial dari Meryl Streep tidak diimbangi dengan penulisan cerita yang bisa dibilang sangat klise. Walau fondasi cerita nya cukup rapi, namun kisahnya sendiri bisa dibilang predictable. Penonton sudah bisa menebak jika karakter Andy akan mengalami kesulitan beradaptasi dalam pekerjaan terbaru nya, kemudian saat telah menemui titik terendah, ia akan bangkit dan berhasil memberikan pelayanan kerja yang baik sehingga bisa membuat Miranda kagum dan mulai menganggap dirinya. Konflik pun tercipta sesuai dengan tebakan saya, yaitu dengan keberhasilan Andy melakukan pekerjaan nya, ia justru semakin melupakan kehidupan pribadinya. Sebagai penulis naskah, Aline Brosh McKenna, memang seolah menolak untuk melakukan perbedaan. Konklusi dari konflik yang tercipta pun terkesan menggampangkan dan masih meninggalkan beberapa pertanyaan di benak. Saya pribadi cukup menyayangkan minus nya karakter Nigel (Stanley Tucci) di bagian akhir. Padahal karakter Nigel merupakan karakter yang paling suportif dan berpengaruh akan tahan banting nya Andy selama bekerja di Runway.

Beruntung The Devil Wears Prada memiliki protagonist utama sekaliber Anne Hathaway. Penampilannya bukan lah yang terbaik, namun ia cukup berhasil menggambarkan konflik batin yang dirasakan Andy. Anne pun juga memiliki pesona likeable sehingga tidak sulit penonton untuk memberikan simpati terhadap karakternya.

Ceritanya memang klise dan ringan, namun justru karena itu film ini mudah untuk diikuti. Ditambah lagi elemen komedinya ditangani dengan baik oleh David Frankel yang sadar akan timing. Tentu pusat komedinya adalah sulitnya Andy dalam memenuhi banyaknya permintaan dari Miranda yang sudah pasti tidak akan memaafkan kesalahan sekecil apapun, tidak perduli juga betapa mustahil nya order dari nya, yang hanya ingin ia ketahui adalah permintaannya terpenuhi atau tidak. Cocok sekali untuk dinikmati dalam waktu senggang, seraya bagi yang pernah berada di posisi Andy, bisa jadi The Devil Wears Prada menjadi wadah untuk penonton bernostalgia sembari menertawakan kesialan demi kesialan Andy, dan mengingat kembali hari-hari neraka ketika masih menjadi bawahan dari bos mengerikan tanpa kenal ampun.

7,5/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!