Sunday 2 October 2016


"El. Psy. Congroo"-Okabe Rintarou

Plot

Okabe Rintarou (self proclaimed HOUOUIN KYOUMA) menyewa sebuah kamar yang dijadikannya sebagai laboratorium pribadi miliknya. Dia tidak sendiri dalam tujuannya untuk menciptakan gadget yang berguna untuk di masa depan serta melawan organisasi SERN (pada awalnya ini hanya candaan dirinya saja). Dia dibantu oleh teman masa kecilnya, Shiina Mayuri dan Hashida "Daru" Itaru sebagai sang Hacker. Salah satu alat yang mereka ciptakan adalah "Ponsel Microwave". Ketika mengadakan eksperimen dimana Okabe dan Daru menjadikan satu pisang untuk dihangatkan dalam microwave tersebut, apa yang terjadi kemudian adalah pisang tersebut kembali ketempatnya dalam kondisi berubah menjadi pisang jeli. Hal ini disaksikan oleh Makise Kurisu, ilmuwan muda dari Amerika yang sedang berkunjung ke Jepang. Kejadian tersebut merupakan awal dari semua yang akan dialami oleh Okabe dalam 3 minggu ke depan yang akan menjadi sangat panjang baginya.






Review


Dalam beberapa waktu belakangan, gw lebih banyak menghabiskan waktu nonton anime dibandingkan film. Entah kenapa, niat menonton anime jauh lebih besar dibandingkan film. Dalam 2 bulan ini saja, gw udah menghabiskan 3 judul anime, dan semuanya insya Allah akan gw review. Dan yang pertama kali menerima kehormatan itu adalah anime keluaran tahun 2011, Steins; Gate.
Pertama kali gw tahu anime ini ketika banyak sekali para pecinta anime memasukkan anime ini dalam jajaran anime terbaik pada dekade sejauh ini. Ditambah dengan judulnya yang gw akui terdengar sangat keren, maka gw pun mencari tahu berapa banyak episode nya. Ternyata, Steins; Gate hanya memiliki 24 episode dan itu sudah tiba di akhir cerita, tanpa season 2 sebagai lanjutannya. Melihat fakta itu, semakin besarlah niat gw untuk menonton anime bergenre science fiction ini.

Membicarakan time travel tidak akan pernah habisnya. Apakah mungkin atau tidak mesin tersebut diciptakan akan selalu terjadi perdebatan. Perdebatan yang tidak pernah akan ada habisnya itu juga ikut terjadi dalam dunia film ataupun anime yang bergenre science fiction. Sudah banyak sekali film yang mengangkat tema time travel, di dunia anime sendiri tentunya ada Doraemon dengan laci mesin waktu nya yang ikonik itu. Dan kemudian pada tahun 2011, Steins; Gate pun muncul dengan cerita yang mengutamakan time travel sebagai penggerak ceritanya hingga akhir cerita.

Dalam review ini, gw gak akan terlalu menelusuri terlalu dalam mengenai teori time travel dalam dunia Steins; Gate. Yang pasti, teori yang dipaparkan pada awal-awal cerita cukup bisa diterima dan penjabarannya tidak terlalu sulit untuk diikuti. Mengenai butterfly effect, time paradoks, dan lain-lain semuanya dijelasin cukup jelas dan enak diikutin. Masalah animasi pun gw gak akan komentar karena gw gak terlalu meributkan masalah teknis selagi ceritanya  membuat gw betah. Gw lebih fokus pada penceritaannya. Anime yang mendapatkan rating 9,2 di website Myanimelist ini memulai ceritanya cukup lambat. Pada episode-episode awal harus diakui cukup membosankan dengan temponya yang lambat. Tidak hanya lambat, Steins; Gate belum bergerak ke plot utamanya, setidaknya sampai episode 8. Patut dicatat, episode 8. Butuh niat yang kuat untuk tetap tertarik dengan apa yang ditawarkan Steins; Gate. 

Tetapi, setelah Steins; Gate bergerak menuju plot utamanya, disinilah Steins;Gate menunjukkan taringnya. Permainan time travel nya semakin gila dan ketika semuanya telah terlalu jauh terjadi, penonton pun seolah dihipnotis untuk segera mungkin menyantap episode selanjutnya. Gw gak bisa bayangkan bagaimana para pecinta anime dulu yang harus menunggu anime ini satu episode per minggu karena gw pasti tidak akan bisa melakukan hal yang sama. Mau tidak mau setelah episode 9 berakhir, gw harus marathon hingga episode akhir karena misteri-misteri yang ditinggalkan tiap episode begitu menarik untuk dicari jawabannya. Turning point yang terjadi di episode 12 semakin menambah rasa penasaran setiap penonton. Oh, gak bisa dibayangkan bagaimana kalo gw harus menunggu satu minggu demi 1 episode Steins; Gate. 

Ya, episode 12 merupakan turning point yang luar biasa dari Steins; Gate. Melibatkan salah satu karakter paling likeable di dunia anime, mood Steins; Gate benar-benar berubah. Masih terdapat beberapa humor tetapi kadar dosisnya diminimalisir dan jauh kuantitasnya dibandingkan episode-episode awal. Atmosfer Steins;Gate berubah ke ranah sedikit kelam dengan mempermainkan nyawa seorang manusia. Dan tentunya Steins; Gate pun berubah menjadi sajian yang mempermainkan perasaan para penonton. Entah beberapa kali gw hampir netesin air mata ketika melihat kebahagian setiap karakter harus dikorbankan demi  seseorang. Steins; Gate memberikan pelajaran bahwa, dengan time travel pun, mengubah takdir seseorang bukanlah hal yang mudah, serta menjadi studi kasus bila manusia belum sanggup (mungkin hingga kiamat) untuk bermain-main dengan takdir serta kekuatan untuk menguasai waktu. 

Selain kedalaman cerita, poin keunggulan Steins; Gate lainnya adalah karakter dan pertukaran dialognya. Pertama, karakter-karakter di Steins; Gate hampir semuanya sangatlah likeable, terutama (menurut gw) Okabe Rintarou dan Mayuri Shiina. Kekuatan utama dari karakter Okabe adalah keunikannya. Seperti rasa percaya dirinya yang sangat tinggi, sering memberi julukan-julukan yang aneh ke setiap orang (kecuali Mayuri), dan sering di sela-sela waktu berbicara sendiri seolah-olah menelepon orang lain. Bukannya aneh, malah hal ini menjadi keunikan tersendiri terhadap karakter Okabe. Lalu karakter Mayuri sendiri sangatlah sempurna mendefinisikan manis dan imut itu sendiri. Walau kebanyakan orang akan jauh lebih menyukai sifat tsundere nya Makise Kurisu (karakter ini menjadi karakter terfavorit wanita di situs Myanimelist), tapi gw lebih menyukai karakter yang ada di dalam Mayuri. Mayuri merupakan hati dari pertunjukan Steins; Gate. Semua kebaikan seakan berada di dekatnya. Susah sebagai pria yang normal untuk tidak jatuh cinta terhadap karakter yang satu ini. Sehingga ketika sesuatu terjadi pada dirinya, penonton pun akan merasakan simpati yang besar kepada Mayuri. Lalu mengenai dialognya, pertukaran dialog antara Okabe Rintarou dan Makise Kurisu merupakan salah satu highlight terbesar disini. Karakter tsundere Kurisu sangat cocok bila mendapatkan “lawan” karakter seperti Okabe. Setiap perdebatan yang terjadi antara Okabe dan Kurisu merupakan hiburan utama di awal-awal episode yang cenderung datar. Okabe yang suka menggodanya di setiap kesempatan, sementara Kurisu dengan self defensive nya yang begitu besar menciptakan chemistry antara Okabe dan Kurisu susah untuk digambarkan kata-kata. Maka, walau gw lebih menyukai karakter Mayuri, tetapi gw tidak keberatan bila love interest dari Okabe adalah Kurisu.

Dengan tema time travelnya, Steins; Gate berhasil menyajikan sebuah cerita emosional yang mampu membuat para penonton terikat. Bagian pertengahan hingga akhir episode tentu saja merupakan bagian terbaik dari Steins;Gate. Tetapi untuk menuju kesana, kalian harus bersabar dahulu dengan build up yang memang harus diakui cukup lambat tempo nya pada awal-awal episode. Tetapi ketika mengakhiri kisah ini, gw jamin kalian akan mengulang ke episode pertama karena begitu banyak hint demi hint yang diberikan kepada penonton. Dipenuhi dengan karakter-karakter yang unik serta likeable, pertukaran dialog yang sangat menghibur dan sajian drama nya yang mampu menyentu sisi sensitifitas kalian, Steins;Gate menjadi sajian anime yang mampu membuat kalian tidak akan pernah berhenti untuk menonton episode-episode selanjutnya (tepatnya ketika episode 9 berakhir). 

P.S: Mamoru Miyano is Awesome,sunavabitch!!

8,25/10



 


"I don't like bullies"-Bob Stone

Plot

Robbie Wheirdicht (Dwayne Johnson) merupakan orang yang memiliki masa SMA yang tidak mengenakkan. Dengan fisik yang lebar, dia menjadi bahan bullian para teman-temannya. Puncaknya ketika ia dilempar dalam keadaan telanjang di tengah lapangan basket ketika Calvin Joyner (Kevin Hart) sedang berpidato.  Calvin sendiri adalah siswa yang menjadi kebanggan sekolah, Dia hebat dalam berbagai bidang seperti drama, dan olahraga. Calvin sendiri tidak tega melihat keadaan Robbie sehingga memberikan jaket nya ke Robbie. Fast forward 20 tahun mendatang, Calvin yang dijuluki "The Golden Jet" semasa SMA tidak mendapatkan kehidupan yang diimpikannya. Dia memiliki pekerjaan yang dibencinya, hubungan nya dengan istrinya, Maggie (Danielle Nicolet) cenderung datar dan juniornya dalam kantor mendapatkan promosi pekerjaan mendahuluinya. Dalam keadaan hampa tersebut, Robbie yang mengganti nama menjadi Bob Stone menghubungi Calvin dan mengajak Calvin ketemu. Dengan tampilan fisik yang berbeda, Calvin tentu sangat terkejut dengan perubahan yang dialambi Bob. Bob sendiri memiliki pekerjaan agen CIA dan tengah diburu oleh organisasi tersebut karena diduga telah membunuh rekan kerjanya, Phil (Aaron Paul). Masalah yang tengah dihadapi Bob tentu membuat Calvin ikut terseret dan tidak tahu mana yang ia harus percayai.





Review


Franchise Lethal Weapon, Trilogy Rush Hour serta dwilogi favorit gw yang membuat gw ngefans sama Will Smith, Bad Boys merupakan contoh buddy cop movie yang berhasil. Sebenarnya film berjenis seperti ini tidak harus memiliki naskah yang cerdas serta plot yang rumit. Cukup temukan dua aktor yang memiliki chemistry alami sehingga mampu menciptakan komedi yang mampu membuat tertawa, maka bagi gw film tersebut telah berhasil. Masalah teknis atau narasi, bisa gw maafkan karena pada dasarnya inti dari film buddy cop adalah komedi dan komedi menawarkan hiburan, bukan keseriusan. Maka, walau plot dari Central Intelligence sangat predictable serta adegan aksinya biasa saja, gw bisa memaafkan karena sebagian humor yang ditawarkan mampu membuat gw terhibur walau tidak terlalu memorable juga.

Kasus bully yang masih saja terjadi di berbagai negara tentu nya sangat meresahkan. Gw sendiri merupakan salah satu orang yang sangat concern sama tindakan bullying. Bagi gw, pelaku bullying itu sama nistanya dengan pemerkosa. Film yang disutradarai Rawson Marshall Turber ini mencoba mengangkat tema tersebut. Adegan awalnya saja kita diperlihatkan bagaimana karakter Robby yang gemuk (sulit percaya bila orang itu adalah Dwayne Johnson sendiri dengan bantuan fat suit) dipermalukan di hadapan orang banyak. Tawa yang keluar dari penonton ketika melihatnya dipermalukan itu sangat menyesakkan untuk dilihat. Karena itulah, keterikatan gw dengan karakter Robby pun telah terikat di adegan tersebut. Kebaikan yang ditunjukkan oleh Calvin walau kecil tapi telah menunjukkan bahwa karakter ini memiliki kebaikan hati.

Selain keunikan tema tersebut (untuk film buddy cop), keunikan film ini yang lainnya adalah kita diajak untuk menebak siapa sebenarnya karakter Bobby Stone ini. Apakah memang dirinya dijebak, atau memang yang dikatakan CIA benar, kita sebagai penonton tidak tahu dan berada di posisi yang sama dengan Calvin. Keputusan tepat untuk menyimpan twist ini di akhir film sehingga walau bisa diprediksi namun misteri tersebut cukup untuk membuat gw terikat dan tetap menarik untuk mengikuti. Masalah humornya cukup berhasil. Memang ada yang miss, tetapi gw cukup menikmati walau ada beberapa referensi yang tidak gw ketahui.  Humornya berhasil tentu saja merupakan hasil dari chemistry antara Dwayne Johnson dan Kevin Hart.

Dwayne Johnson berhasil menjadi bintangnya disini. Seperti biasa Johnson memerankan karakter yang charming, berkharisma dan jangan ragukan lagi ketika dia melakukan adegan aksi. Tetapi yang stand out dari penampilannya di film ini adalah bagaimana ia berhasil memerankan karakter Bob Stone yang memiliki masa remaja yang kelam. Walau dalam kondisi fisik ia telah terlihat kuat dan berotot, tetapi Bob tetaplah merupakan korban dari bullying dan itu terlihat setiap kali Bob berinteraksi dengan Calvin. Sebuah keputusan yang tepat untuk tidak membuat karakter Bob menjadi karakter yang totally badass dan telah melupakan masa lalunya. Kevin Hart sendiri sudah cukup berhasil menjadi karakter yang "ramai" setiap ada kejadian. Tidak mencapai level Will Smith dan Martin Lawrence, tetapi Johnson dan Hart berhasil melontarkan joke-joke nya ketika berinteraksi. 

Tetapi tetap saja Central Intelligence adalah sajian yang klise dan predictable. Tidak hanya itu, dalam narasinya terdapat beberapa plot yang cukup mengganggu bila kita perhatikan secara seksama. Namun, sekali lagi ini adalah sajian komedi, jadi jangan terlalu memperhatikan plot nya atau mempermasalahkan terlalu mendetil. Biarkan sang dua bintang utama menghiburmu dan kalian duduk saja tenang di tempat kalian.

Central Intelligence memang bukanlah film yang membuat kalian akan membicarakannya ketika filmnya selesai, tetapi sebagai hiburan, Centeral Intelligence cukup layak untuk dinikmati. Dengan sedikit mengangkat tema bully (dan cukup berhasil) serta misteri yang bergerak dalam ceritanya, Central Intelligence tetap lah sajian buddy cop yang menghibur walau memang harus diakui sangat predictable dan terdapat banyak lubang dalam narasinya. Oh, ada Mellisa McCarthy juga disini sebagai cameo.

7/10

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!