Friday 29 August 2014



"Caesar is home- Caesar"

Plot

James Rodman (James Franco) merupakan peneliti yang sedang mengembangkan sebuah obat yang diharapkan akan mampu menyembuhkan penyakit alzheimer. Obat yang sedang dalam proses percobaan tersebut diberi nama ALZ 112. James menggunakan para kera untuk dijadikan wadah eksperimen tersebut. Salah satu kera yang diberi nama Bright Eyes ternyata menunjukkan sebuah efek yang membuat James mengambil kesimpulan bahwa obat tersebut berhasil dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Namun, di hari persentasi nya untuk meyakinkan ke beberapa pihak, Bright Eyes mengamuk dan mengacaukan persentasi yang dilakukan oleh James. Bright Eyes sendiri tewas dalam kejadian itu. Kesal akan kejadian tersebut, David Oyelowo memerintahkan para peneliti nya untuk menewaskan seluruh kera. Robert Franklin (Tyler Labine) tidak setuju akan keputusan tersebut, dan memberitahukan kepada James sebuah rahasia, ya, Bright Eyes ternyata memiliki sebuah bayi di kandangnya, dan Franklin membujuk James untuk membawa bayi kera tersebut ke rumahnya. Awalnya James hanya ingin merawat bayi tersebut untuk beberapa hari, namun bayi kera tersebut ternyata mewarisi efek yang terjadi terhadap Bright Eyes dan kera yang akhirnya diberi nama Caesar (Andy Serkin) tersebut pun mengalami peningkatan kerja di otaknya sehingga memiliki kecerdasan seperti manusia.




Review

Planet of the Apes merupakan film science fiction klasik yang dirilis pada tahun 1968, dan merupakan salah satu film yang memiliki kejutan terbesar di akhir filmnya. Ya bisa dibilang twist ending dari film tersebut merupakan salah satu twist ending yang terbaik dalam sejarah perfilman. Sayangnya remake yang dihadirkan oleh Tim Burton di 2001 mengecewakan sehingga franchise ini pun kembali mati suri. Hingga pada tahun 2011 sutradara Rupert Wyatt pun mendapatkan kepercayaan 20th Century Fox untuk kembali menghidupkan franchise Planet of the Apes. Namun, alih-alih meremake film klasik tersebut, Rupert lebih memilih untuk membuat prequelnya dan menceritakan lebih rinci kenapa kejadian yang terdapat di akhir film Planet of the Apes bisa terjadi. Yah anggap saja ini merupakan film reboot.

Tidak semua film reboot berakhir 'happy ending', namun ada juga film reboot yang banjir akan pujian dari kritikus serta mendapatkan box office yang menguntungkan, sebut saja Batman Begins dan Star Trek. Lalu, akan berakhir seperti apa film ini? Jawabannya, happy ending. Ya, film yang tidak diperhitungkan serta diragukan akan sukses ini secara mengejutkan ternyata sangat menghibur dan berkelas. ROTPOTA diisi dengan adegan-adegam yang begitu memanjakan mata, cerita yang solid dan cerdas, serta tidak meninggalkan kesan realistisnya, sehingga kita para penonton sama sekali tidak bosan dan jenuh dengan apa yang dihadirkan oleh sang sutradara beserta jajaran kru nya ini. Dan melalui karya film nya yang keempat ini, Rupert Wyatt juga seolah menyindir kita, para manusia, bahwa para kera pun memiliki nurani serta lebih manusiawi ketimbang kita manusia yang telah dianugerahi otak serta hati. Lihat saja dimana Caesar yang seolah tidak mau membunuh dan melarang 'kaum' nya untuk melakukan hal yang sama seperti apa yang manusia lakukan terhadap para kera.

Bintang utama dalam ROTPOTA sendiri tidak diragukan adalah Caesar yang diperankan sangat baik oleh Andy Serkis, sang master akan peran motion captures. Memang Caesar bukanlah karakter ikonik seperti Gollum/Smeagol yang diperankan oleh orang yang sama, tetapi apa yang ditampilkan oleh Serkis sudah sangat luar biasa untuk menghidupkan karakter dari Caesar. Terutama ekspresi dari Caesar yang menunjukkan bahwa Caesar tidak hanya pintar, tetapi juga berperasaan. Tidak sulit untuk kita mendukung aksi Caesar beserta kaumnya, padahal kita manusia, LOL.

Mengenai aksinya, tidak usah dipertanyakan lagi. Adegan aksi nya sangat menghibur serta memancing adrenalin. Diiringi pula dengan soundtrack yang keren nan memacu jantung. Semua yang telah menikmati film ini akan manut setuju bahwa adegan terakhirnya benar-benar kereeeeen mampus... Sayangnya dominasi kera di film ini membuat porsi para karakter manusia nya sedikit tergusur, termasuk James Franco. Padahal dia berakting cukup baik di film ini. Bahkan karakter yang diperankan Freida Pinto pun tampak useless dan terkesan hanya pemanis saja.

Pada akhirnya ROTPOTA merupakan sajian yang sangat menghibur serta berkelas. Dengan karakter Caesar yang luar biasa dan juga para kera yang dihadirkan begitu realistis, ROTPOTA adalah salah satu film summer terbaik dan tentunya film terbaik pada tahun 2011..


Best Scene: 'Revolusi' di atas jembatan


8,3/10

Tuesday 26 August 2014



The only way you can beat my crazy was by doing something crazy yourself. Thank you. I love you. I knew it the minute I met you. I'm sorry it took so long for me to catch up. I just got stuck.- Pat Jr.


Plot

Patrick Solitano Jr. (Bradley Cooper) mengidap penyakit bipolar, yaitu gangguan atas jiwanya yang terkesan tidak stabil, terkadang tenang namun dalam semenit kemudian bisa saja menjadi tidak terkendali walau hanya dengan hal sepele pun. Hal itu lah yang membuatnya harus menjalani rehabilitasi di suatu rumah sakit jiwa yang berlokasi di Baltimore. Tidak hanya itu, sebelum harus menghuni rumah sakit jiwa, Pat juga mengalami suatu konflik dimana dia harus menyaksikan istrinya Nikki (Brea Bee) sedang berselingkuh dengan pria yang memiliki satu profesi dengannya. Melihat hal itu, Pat menghajar pria itu hingga hampir kehilangan nyawanya. Maka dari itulah, ketika bebas dari rumah sakit jiwa, Pat berencana untuk menemui Nikki dan berniat untuk meminta maaf serta berusaha membina rumah tangga mereka kembali. Hal yang sungguh sulit melihat kenyataan bahwa suasana hati Pat yang sering berubah, ditambah dengan hukuman dari pihak kepolisian untuk menjauhi Nikki untuk sementara waktu. Pat yang telah kehilangan pekerjaan akibat penyakitnya itu pun kini diasuh oleh kedua orangtuanya, yaitu Patrik Solitano Sr. (Robert De Niro) dan sang ibu yang selalu sabar akan tingkah Pat Jr. Yaitu Dolores (Jacki Weaver). Sang Ayah sendiri merupakan pengidap OCD yang membuatnya sangat mempercayai takhayul, dan juga sang Ayah sangat menggemari baseball. Ditengah rencana serta usaha Pat untuk memperbaiki hubungannya dengan Nikki, muncullah wanita yang sama persis dengan Pat yang bernama Tiffany (Jennifer Lawrence). Tiffany baru saja ditinggal pergi oleh suaminya untuk selamanya. Keadaan itu membuatnya depresi sehingga dirinya melakukan seks dengan siapa saja, bahkan perempuan.




Review

Film ini diadaptasi dari novel yang berjudul sama garapan Matthew Quick. Film yang disutradarai oleh David O. Russel ini berhasil masuk dalam 7 nominasi Academy Awards dimana keempat pemain utamanya Bradley Cooper, Robert De Niro, Jacki Weaver serta Jennifer Lawrence berhasil masuk di jajaran nominasi aktor/aktris terbaik. Tidak hanya itu, Silver Linings Playbook (SLP) juga masuk di kategori Best Picture. Lalu, apakah memang film ini istimewa?
Bila dilihat dari sinopsisnya, tidak ada yang spesial dengan film ini, bila tidak ingin dibilang standar. Orang yang mengalami kelainan, memiliki masa lalu kelam, mencoba memperbaiki semuanya, lalu bertemu dengan someone yang akan membuatnya menjadi lebih baik dan akan menjalin cinta dengan someone tersebut, ya, telah banyak film yang mengambil jalan cerita yang seperti itu. Hal itu lah yang pada awalnya membuat gw skeptis dengan film ini. Ditambah dengan nominasi Oscar yang banyak di dapat membuat gw menilai film ini overrated (dan ya, fakta bahwa SLP mendapatkan nominasi Best Picture juga sedikit gak bisa gw terima, masih trauma dan jengkel soalnya The Dark Knight gak masuk di nominasi itu).
Telah membaca sinopsisnya kan? Apa yang bisa kalian simpulkan dari karakter-karakter utamanya? Ya, sebagian besar karakter utamanya memiliki gangguan kejiwaan. Dari hal itulah yang membuat film ini cukup menarik untuk gw ikutin sehingga film yang sesungguhnya tidak terlalu spesial ini cukup berbeda dengan film-film komedi romantis lainnya. Karena akan banyak beberapa adegan yang cukup menyentuh karena karakter yang memiliki kelainan tersebut. Dan tidak jarang pula akan ada adegan yang lucu terjadi, disinilah salah satu keberhasilan dari David O. Russel. Dia mampu menyajikan setiap adegan nya dengan maksimal serta sedikit membingungkan, tapi tetap tidak kehilangan kualitasnya. Iya, membingungkan karena konflik lucu yang gw maksud itu adalah konflik itu seharusnya tidak harus terjadi namun karena karakternya memiliki semacam kelainan maka kita menganggap wajar konflik itu bisa terjadi, seperti adegan dimana Pat Sr. Mengamuk karena tim kesayangannya kalah dan menyalahkan kedua anaknya yang tidak mengikuti permainan sampai akhir karena terlibat kerusuhan, dan konflik makin hancur (dan lucu pastinya) ketika Tiffany masuk ke dalam keributan tersebut. Gw gak bisa menahan senyuman gw ketika adegan itu, disatu sisi gw khawatir akan terjadi keributan yang parah, di satu sisi hati gw berbisik ‘astaga, gak penting banget deh’.
Dan salah satu kelebihan lain dari David O. Russel adalah mampu mengarahkan setiap pemainnya untuk menampilkan akting terbaiknya. Lihatlah Bradley Cooper yang mampu menampilkan performa terbaiknya di dalam film ini. Bradley Cooper berhasil menampilkan seorang pria dewasa yang benar-benar terganggu jiwanya sehingga membuat dirinya tidak nyaman akan gangguan tersebut yang bisa datang kapan saja. Sungguh menyakinkan dimana ada suatu adegan dimana dia pada awalnya sedikit marah lalu semenit kemudian karakternya menjadi riang serta kembali seperti semula, suatu hal yang sulit dilakukan apabila bukan ditampilkan oleh aktor yang biasa saja. Chemistry yang ia jalin bersama karakter lain pun sangat baik, baik itu dengan Robert De Niro, Chris Tucker, dan tentunya dengan Jennifer Lawrence. Jennifer Lawrence, yang mampu menggondol piala Oscar di kategori Best Actrees, ini juga menampilkan akting terbaiknya, yang memang selalu bagus penampilannya. JL dengan meyakinkannya menampilkan karakter yang begitu kompleks seperti Tiffany, JL juga berhasil menjalin chemistry yang unik dengan Bradley Cooper, yang merupakan sebuah kekuatan dari film ini. Namun bagi gw adegan yang benar-benar membuat gw yakin bahwa JL adalah salah satu aktris terbaik saat ini adalah ketika dia menjadi highlight sendiri ketika adegan dimana Pat Sr. Mengamuk dan begitu hebatnya mampu menjadi scene stealer di adegan tersebut, JL juga dengan hebatnya mampu berinteraksi dengan sempurna dengan Robert De Niro dengan mulutnya yang cerewet cenderung kurang ajar itu. Dan ingat, JL masih berumur sangat muda kala itu!(dan jangan paksa gw untuk membahas adegan yang melibatkan JL setiap dansa). Hal yang cukup wajar apabila JL mampu mendapatkan gelar Best Actrees kala itu. Dan jangan lupakan pula akting dari Robert De Niro yang selalu mempesona. Walau pada akhirnya mindset gw terhadap film ini sedikit overrated tidak berubah, namun gw gak menyangkal bahwa Silver Linings Playbook merupakan film yang manis dan enak untuk diikuti. Dengan penampilan karakter-karakter utamanya yang sangat bagus, serta cerita yang berbeda dengan romcom biasanya, Silver Linings Playbook mampu memesonamu dan kalian pun mampu memetik pelajaran dari film ini bahwa sedikit rutinitas dan teman yang mampu mengerti dirimu, akan mampu mengobati kelainan yang ada di jiwamu.


Best Scene: Dinner Pat-Tiffany

7,5/10 


You love playing with that. You love playing with all your stuffed animals. You love your Mommy, your Daddy. You love your pajamas. You love everything, don't ya? Yea. But you know what, buddy? As you get older... some of the things you love might not seem so special anymore. Like your Jack-in-a-Box. Maybe you'll realize it's just a piece of tin and a stuffed animal. And the older you get, the fewer things you really love. And by the time you get to my age, maybe it's only one or two things. With me, I think it's one.-William James


Plot

Mengambil setting pada tahun 2004 di Negara Irak, The Hurt Locker menceritakan sekelompok pasukan gegana Negara Amerika Serikat atau dikenal dengan sebutan EOD (Explosive Ordnance Disposal) yang terdiri dari J.T. Sanborn (Anthony Mackie), Owen Eldridge (Brian Geragthy) dan seorang Team Leader sekaligus teknisi Matt Thompson (Guy Pearce). Di opening, kita diperlihatkan Matt mengalami kecelakaan dalam tugasnya dan menewaskan dirinya. Karena adanya kekosongan dalam kelompok tersebut, maka dipanggillah William James (Jeremy Renner). James sendiri merupakan seorang teknisi yang bebas dalam bertindak, dan cenderung cuek akan resiko yang mereka hadapi ketika sedang menjalankan tugas. Sikap James yang seolah ‘mau-mau gw’ sambil mengacungkan jari tengah ke aturan-aturan yang mengikat mereka tersebut, membuat sosoknya seringkali bentrok dengan Sanborn, seorang tentara yang kaku dan patuh terhadap segala peraturan, sehingga Sanborn sedikit tidak menyukai James awalnya. Sedangkan bagi Eldridge, hanya mencoba berusaha untuk mengikuti aturan dari James dan juga Sanborn. Eldridge sendiri masih dilanda rasa bersalah atas kematian yang dialami Matt.




Review

Ketika gw memutuskan untuk menonton film ini, tidak banyak yang gw harapkan. Gw Cuma berharap gw mendapatkan tayangan film yang menghibur dan seru, itu aja. Karena gw sendiri kurang menggemari film-film yang bertemakan perang. Film favorit gw yang bertemakan perang sampai sekarang adalah Full Metal Jacket, tapi itu sendiri gw kurang menyukai ketika setting nya mulai memasuki perang beneran. Gw tertarik mau menonton film ini karena film ini mampu menggondol 6 piala Oscar tahun 2010 lalu, termasuk Best Director untuk Kathryn Bigelow mengalahkan mantan suaminya James Cameron, dan Best Picture mengalahkan Avatar (yang lebih dijagokan) yang notabenenya adalah film yang digarap Cameron. Double kill dari Kathryn untuk Cameron :P
Dan ketika selesai menonton film ini, mau tak mau gw harus bertepuk tangan untuk Kathryn Bigelow, Jeremy Renner, dan seluruh jajaran staff atau kru yang telah menciptakan film yang hebat ini. Ya, The Hurt Locker berhasil mencuri hati gw, The Hurt Locker sukses membuat gw menyatakan bahwa inilah salah satu film favorit gw sepanjang masa. Film yang memiliki tagline ‘War is Drugs’ ini sendiri bukanlah sepenuhnya film yang menceritakan perang. Ada studi karakter yang terdapat di film ini. Kita melihat sosok William James, seorang tentara yang seenaknya, J.T. Sanborn yang sedikit menyimpan luka akan kehilangan teman sekaligus atasannya yang membuat dia menjadi tentara yang sangat patuh akan peraturan, dan juga tidak lupa ada Owen Eldridge yang terlihat bagaikan adik bagi James dan juga Sanborn. Gw udah mulai terikat dengan film ini ketika adegan awalnya cukup mencekam, dimana Sanborn, Owen dan Matt melakukan misinya di antara perumahan dan pasar! Ya, tempat dimana banyak orang yang menyaksikan mereka. Ditambah dengan pengambilan-pengambilan kamera yang bisa gw bilang bagus banget untuk meningkatkan kadar suspense nya sendiri. Contohnya ketika kamera menyorot para penduduk lokal yang menyaksikan mereka beraksi, gw sempat berharap-harap cemas jangan-jangan merekalah yang memegang pemicu bom nya.
Kemudian muncullah seorang William James yang diperankan fantastis oleh Jeremy Renner. Ketika menjalankan misi pertama, James mengejutkan Sanborn dan Owen. Ya, mereka terkejut bahwa teknisi mereka yang baru ini seakan-akan tidak takut mati dan hanya menganggap pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa ini sekadar permainan belaka. Dan ketika sosok James mendominasi layar, ketika itu pulah gw benar-benar semakin menyukai film ini dari menit ke menitnya. Kathryn Bigelow benar-benar tahu bagaimana mendirect sebuah film perang yang tidak hanya menjual ledakan-ledakan saja, namun juga memberikan sebuah studi karakter terhadap para pemainnya, kita tidak diperlihatkan akan sosok pahlawan, kita hanya diperlihatkan karakter-karakter yang sesungguhnya terjebak akan situasi perang sehingga mereka juga seringkali kangen akan rumah, kecuali William James mungkin, dan juga Kathryn berhasil memberikan kita sebuah visual yang menjelaskan betapa menegangkannya di medan perang itu sendiri. Sebuah hasil yang sungguh luar biasa dari seorang sutradara perempuan.
Naskah yang ditulis oleh Mark Boal juga menjadi salah satu faktor mengapa The Hurt Locker sulit dilupakan. Begitu banyak dialog-dialog yang sederhana namun cerdas bertebaran di film ini, dan gw menikmati dialog-dialog tersebut. Tidak heran bila Kathryn Bigelow betah untuk berkerja sama dengan Mark Boal dan kembail merekrutnya ketika menggarap film Zero Dark Thrity.
The Hurt Locker memang bukanlah film yang mudah untuk dinikmati, apalagi bila kalian mengharapkan film perang yang penuh akan adanya adegan tembak-tembakan yang seru, ledakan dimana-mana, darah yang bertumpahan. Hei, ini bukan Transformers!! Film ini sederhana, dan juga realistis. Dan kesan realistis tersebut ikut dibantu dengan teknik handheld camera sehingga kita seakan menyaksikan sebuah konflik perang yang sesungguhnya. Film ini tidak sepenuhnya menceritakan ketika mereka menjalankan misi saja, namun juga ketika mereka berada di luar tugas. Disitu kita diperlihatkan bahwa hubungan yang terjalin antara ketiga tokoh utama kita sedikit unik. Contohnya Sanborn yang sedikit kurang menyukai akan style bekerja nya James, namun ketika diluar misi, mereka berdua tetap kompak, bahkan sering besenda gurau bersama. Film ini juga menyajikan akan konflik batin yang dialami James ketika emosi telah mencekeramnya ketika di tengah-tengah tugas.


The Hurt Locker sendiri melambungkan nama seorang Jeremy Renner. Jeremy Renner sendiri bermain memukau, dia berhasil memperlihatkan kita sebuah akting yang benar-benar natural dan membuat kita menyukai karakter yang dimainkannya, sehingga bagi gw karakter William James adalah salah satu karakter favorit gw.
Pada akhirnya, The Hurt Locker adalah salah satu film perang yang tidak boleh kalian lewatkan bila kalian mengharapkan akan sebuah film perang yang tidak biasa. Sederhana, realistis, mampu memberikan suspense dengan caranya sendiri, sinematografi indah, naskah berkualitas, akting dari Jeremy Renner, dan begitu banyak kelebihan film ini yang membuat gw menganggap Avatar berada di dua level di bawah film ini. War is Drugs, baby!!

Best Scene: Ketika William James pertama kali beraksi


8,5/10



Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!