Wednesday 5 April 2017



"You realize to be free in this life, breaking the rules meant nothing. You have to be strong enough to make your own."- Joe Coughlin 

Plot

Kehidupan dunia perang yang begitu banyak aturan militer dan semacamnya membuat prajurit Perang Dunia I, Joe Coughlin (Ben Affleck) bertekad untuk menjalani kehidupan bebas sesuai dengan apa yang ia inginkan. Joe memulai karirnya dengan merampok bersama teman-temannya. Aksi mereka mendapatkan perhatian Maso Pescatore (Remo Girone), salah satu ketua gangster yang memiliki kuasa di Boston. Mengetahui Joe memiliki affair dengan kekasih Albert, Emma (Sienna Miller), Maso pun menawarkan Joe untuk bergabung dengan dirinya.





Review

Mengangkat kisah ganster di periode sekarang merupakan tantangan yang berat tersendiri. Faktor utama jelas disebabkan film-film bertemakan serupa telah mematok standart yang begitu tinggi hingga layak disematkan gelar klasik, sebut saja dwilogi The Godfather dan Goodfellas. Sehingga jangan salah bila film ganster yang diproduksi setelahnya akan selalu diperbandingkan dengan film-film tersebut. Dasar cerita film gangster pun akan selalu sama, seperti persahabatan yang berujung akan pengkhianatan, intrik demi intrik untuk mencapai keberhasilan, dan tidak lupa kekerasan. Maka menjadi hal yang mustahil rasanya bila akan ada kreasi yang baru mewarnai film seperti ini. Beban tersebut ada di pundak Ben Affleck, sutradara muda yang sebelumnya telah menghasilkan film-film yang mampu memuaskan para kritikus, yaitu Gone Baby Gone (yang juga mengadaptasi novel karya Dennis Lehane), The Town dan Oscar winning movie, Argo. Saya yang mengikuti semua karya-karya Affleck tersebut jelas tidak sabar lagi untuk menyaksikan film yang turut pula diproduksi oleh Leonardo DiCaprio ini. Bukan hanya temanya mengenai gangster, tetapi Live By Night sebenarnya memiliki bumbu-bumbu yang seharusnya memudahkan Affleck menyulap Live By Night menjadi sajian yang memuaskan. Ya, seharusnya, karena di hasil akhir malahan yang saya dapat adalah rasa kecewa, dan sedikit sekali rasa terpuaskan 

Bumbu-bumbu tersebut adalah mengenai genre yang diangkat Live By Night, yaitu crime-drama. Affleck sebenarnya tidak lagi asing menyutradarai film bergenre serupa karena film-film sebelumnya pun tidak berjauhan dari genre tersebut. Gone Baby Gone menceritakan drama yang diselimuti kisah kriminal, berlawanan dengan The Town yang menceritakan aksi kriminal namun tidak ketinggalan drama nya yang mewarnai setiap narasinya. Mengapa keduanya berakhir dengan memuaskan? Mudah, karena Affleck berhasil menyuntikkan emosi kepada setiap karakter yang menjadi pusat cerita. Keberhasilan Affleck tersebut membuat para penonton begitu mudahnya terikat dengan karakternya, tidak perduli karakter tersebut protagonis ataupun antihero. Nah, di dalam Live By Night, saya tidak merasakan itu. Saya menyaksikan karakter-karakter disini bagaikan robot yang tidak memiliki emosi. Memang tidak semuanya, seperti hubungan Chief Figgis dan Loretta Figgis sebagai ayah dan anak, namun terlepas mereka berdua, karakter yang terlibat disini seperti tanpa masa lalu dan juga motivasi. Akibatnya cukup fatal karena dengan minimnya emosi, saya tidak terlalu perduli dengan kisah-kisahnya. Romansa antara Affleck dan Zoe Saldana pun tidak menawarkan story arc yang menarik, diperparah pula chemsitry yang sangat kosong antara mereka berdua.

Begitu banyak yang diangkat Affleck dalam durasi 128 menitnya, sehingga mudah untuk memaklumi bila Affleck memutuskan kisahnya dibagi dalam beberapa chapter. Affleck masih mencampur ceritanya dengan cerita yang lain dalam satu chapter sebagai bentuk usaha membangun pondasi demi berpindah ke konflik selanjutnya.Tidak ketinggalan pula dalam setiap kisah Affleck menyelipkan nilai agama, idealisme yang berbenturan dengan kepentingan bisnis.Sayangnya Affleck mengisi berbagai kisahnya dengan menebalkan aroma drama, tanpa ada letupan-letupan konflik yang mampu merebut atensi. Minim sekali unsur-unsur yang mampu membuat film gangster menarik, seperti yang sebutkan sebelumnya. Dan mengenai dramanya, seperti yang saya sebutkan sebelumnya bila karakter nya bagai tanpa emosi, aspek drama nya pun menemui hasil akhir kegagalan. Untungnya aksi yang diletakkan di kesimpulan cerita cukup menghibur setelah beberapa puluh menitnya diisi dengan cerita yang membosankan. 

Live By Night untungnya disokong dengan teknis yang memuaskan. Sinematografinya menawan, desain produksinya pun secara meyakinkan memperlihatkan kehidupan pada periode 1920an, seperti setelan yang dipakai, tidak lupa juga rambut klimis tertata rapi yang begitu identik dengan para gangster. Dalam jajaran aktornya, Chris Cooper dan Ellen Fanning muncul sebagai yang terbaik dalam memaksimalkan perannya. Berkat keduanya pula kisah mengenai Loretta bagi saya adalah kisah yang paling menarik di Live By Night. Sebagai motor utama penggerak cerita, Ben Affleck tidak lah buruk karena dirinya memang cocok sekali memerankan karakter yang tidak membutuhkan ekspresi-ekspresi yang kompleks. Tetapi mungkin akan jauh lebih baik bila seandainya Leonardo DiCaprio yang mengambil alih posisi Affleck tersebut.

Mudah memang menyematkan Live By Night adalah film terburuk Affleck. Tanpa suntikan emosi pada tiap karakternya, adegan aksi yang biasa saja, juga minimnya intrik atau kekerasan seperti film gangster lainnya, Live By Night berakhir mengecewakan dan tidak meninggalkan kesan, yang bahkan sisi teknisnya yang begitu meyakinkannya menampilkan kehidupan 1920an, dilengkapi pula sinematografi memanjakan mata, tidak mampu menyelematkan kisah gangster membosankan ini.

6,5/10

Categories: , ,

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!