Wednesday 20 March 2019


"There are no military targets here. It is a complete and utter lie"-Marie Colvin

Plot

Mengisahkan perjuangan jurnalis ternama, Marie Colvin (Rosamund Pike), dalam melakukan tugasnya di medan konflik.




Review

Rosamund Pike kembali memberikan performa Oscar-Worthy dalam memerankan reporter ternama, Marie Colvin. Selain menampilkan sosok Marie yang seolah tidak kenal takut ketika menjalankan tugasnya sebagai jurnalis, Pike turut pula menampilkan sisi lain dari Marie yang rapuh dan terkena efek trauma atas segala hal yang ia saksikan di wilayah konflik. Baik dari tatapan mata nya, ataupun gestur lengannya yang gemetar kala menghisap puntungan rokok, penonton mampu menangkap kesedihan juga kemarahan atas apa yang Marie saksikan. 

A Private War yang diadaptasi dari tulisan Marie Colvin berjudul "Marie Colvin's Private War" ini sukses memposisikan penonton seolah kita adalah rekan kerja Marie yang pula turut menjadi saksi akan kejamnya realita konflik yang tengah terjadi. Teror berhasil terasa dengan adanya berondongan peluru, dentuman suara RPG atau bom yang tidak bisa diprediksi kapan akan menyerang. Selain itu, sang sutradara, Matthew Heineman tidak sungkan juga memperlihatkan para korban yang terluka. Tidak terlalu disturbing memang, tetapi cukup untuk penonton yang mengidap hemophobia memalingkan mata. Seperti Marie juga, kita sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan konflik yang tengah berlangsung sehingga menjadikan A Private War bergulir secara realistis. 

Naskah yang ditulis Marie Brenner serta Arash Amel sepenuhnya memfokuskan penceritaan pada sosok Marie. Dari setiap peristiwa yang terjadi di medan konflik yang ditangkap melalui sudut pandang Marie, diikuti juga akan dampak yang harus diterima oleh Marie. Seperti apa yang diungkapkan oleh Paul Conroy (Jamie Dornan), pahitnya pengalaman yang dialami Marie lebih buruk dibandingkan tentara militer sekalipun.  Tidak hanya kehidupan pribadi nya yang seolah tidak terurus, Marie harus kehilangan mata di kala bertugas, dihantui oleh mimpi buruk yang seolah tidak bosan menghinggapi Marie, serta mengidap PTSD sehingga memaksa Marie harus menjalani perawatan. Namun semua hal tersebut tidak menghentikan Marie untuk tetap menjalankan tugas nya untuk memberikan kabar berita yang harus diketahui oleh dunia. 

Jalannya narasi memang sedikit terasa repetitif. Cerita senantiasa bergulir dari sebelum, ketika, dan sesudah Marie bertugas hingga nanti puncaknya Marie melaksanakan tugas terakhir nya di daerah Syria. Sedikit kekurangan film ini adalah transisi penceritaan tersebut kurang terasa menjembatani narasinya. Maksud saya, setiap motif Marie sehingga rela menempatkan nyawanya dalam bahaya untuk bisa melaporkan kejadian tak terungkap di daerah konflik kurang tereksplor. Mungkin secara subtil, Heineman telah memberikan jawaban yang terlewatkan oleh saya. Namun hingga film berakhir, saya kurang mampu memahami alasan Marie untuk senantiasa tetap menerima tugas yang sangat bahaya tersebut. Satu-satunya jawaban saya adalah sosok Marie bagaikan William James di film The Hurt Locker, dimana keduanya telah kecanduan dan menemukan kesempurnaan hidup kala mereka melakukan pekerjaannya. Bukan berarti Marie menikmatinya, namun seperti candunya pada rokok atau minuman keras, Marie tidak bisa berhenti untuk tetap terus menjalankan profesinya, walau pun kembali, profesi tersebut berpotensi besar dapat mengakhiri hidupnya. Terlepas dari apa yang mendorong Marie, A Private War sudah menjalankan tugas nya dengan baik dalam menangkap bagaimana bahaya nya pekerjaan jurnalis di medan perang demi menyampaikan sebuah berita yang mungkin tidak akan terungkap jika tanpa mereka serta begitu banyak yang mereka pertaruhkan.

8/10





0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!