Monday 15 February 2016







   "What if I could put him in front of you? The man that ruined your life. If I could guarantee that you'd get away with it, would you kill him?"- Temporal Agent

Plot


Predestination dibuka dengan adegan dimana seorang pria yang ingin menghentikan bom telat untuk menjinakannya. Bom yang dirancang oleh teroris yang dikenal dengan Fizzle Bomber itu meledak dan mencederai nya, terutama bagian muka yang sangat parah. Setelah menjalani operasi pergantian wajah, pria yang sebenarnya adalah Temporal Agent (Ethan Hawke) kembali melanjutkan misinya menangkap Fizzle Bomber dengan menyamar menjadi seorang bartender. Pada suatu malam, Temporal Agent bertemu dengan seorang pria misterius yang menjuluki dirinya “The Unmarried Mother” (Sarah Snook), yang kemudian menceritakan kisah kelam yang ia alami. Apa sebenarnya relasi dari cerita tersebut dengan misi yang sedang diemban oleh sang agent?





Review



Tema time travel seolah tidak bisa dilepaskan dari sebuah film, terutama genre film science fiction. Entah udah berapa film bergenre scifi yang mengangkat tema tersebut. Inti cerita dari kebanyakan film time travel sendiri adalah memperbaiki sebuah kesalahan di masa lalu untuk merubah masa depan yang dihadapi atau juga untuk mengetahui sebuah rahasia besar yang terjadi di masa lalu. Predestination sendiri masih mengangkat inti cerita yang pertama sebagai sub plot nya. Namun masalah terbesar dalam film tema travel sendiri adalah film tersebut berpotensi akan meninggalkan sebuah lubang yang cukup mengganggu apabila tidak digarap dengan teliti.
Film yang diadaptasi dari cerita pendek milik Robert A. Heinlein yang berjudul “All You Zombies” ini sendiri gw perkirakan akan menjadi sebuah sajian yang dipenuhi oleh adegan aksi. Predestination sendiri dibuka dengan sebuah action secquence yang makin menguatkan dugaan gw. Maka alangkah terkejutnya gw setelah mengetahui fakta bahwa hampir satu jam durasi awal nya kita malah diperlihatkan sebuah cerita “luar biasa” dari The Unmarried Mother dan yang tidak diperkirakan lagi adalah malah cerita ini lah yang menjadi aspek terbaik dari karya Spierig Brothers ini.
Flashback demi flashback akan ditampilkan, dengan diiringi oleh suara parau dari Sarah Snook yang semakin mempertebal kesan bahwa betapa berat hidup yang harus dijalani oleh The Unmarried Mother sehingga sulit untuk tidak terikat dengan karakter ini.  Walau disajikan dengan alur lambat, tetapi Spierig Brothers berhasil membuat cerita flashback ini menarik diikuti berkat cermatnya mereka membangun sebuah karakter. Sebuah sajian flashback ini tentunya menjadi sebuah fondasi utama dalam menyambut sisa durasi yang ada. Dan tentunya juga paruh awal ini juga duo sutradara ini menebarkan clue demi clue yang tidak diperlihatkan secara gamblang untuk menantang ketelitian penonton.
Namun sayangnya ketika cerita flashback telah berakhir, disinilah kelemahan Predestination tampak. Spierig Brothers seolah terlalu asik bermain dengan tema time travel nya. Akibatnya permasalahan utama dari tema time travel pun tampak disini, yaitu terciptanya beberapa plot hole yang harus diakui cukup mengganggu. Jujur saja permasalahan ini sedikit mengendurkan atensi gw terhadap cerita Predestination. Sampai pada konklusi yang “seharusnya” mengejutkan, Predestination sedikit meninggalkan kekecewaan. Namun ada satu faktor yang berperan besar untuk terus mengikuti film dari Australia ini. Ya, faktor tersebut adalah Sarah Snook yang bermain luar biasa. (Sarah Snook mirip banget sama Emma Stone)

 mirip banget kan?

Seperti yang gw paparkan sebelumnya, bagian terbaik dari Predestination adalah ketika bagian The Unmarried Mother menceritakan masa lalunya. Dan penampilan Sarah Snook yang hampir mendominasi bagian pertama ini berperan sebagai kuncinya. Permainan emosi yang ia tampilkan begitu mudah untuk menarik simpati dari penonton (terutama gw). Ada beberapa momen terbaik dari Snook, salah satu nya scene “It’s lovely day.” Andai Predestination di produksi oleh sebuah rumah produksi besar dari Amerika Serikat, gw yakin, aktris yang juga membintangi Jessabelle ini mampu masuk dalam nominasi Academy Awards. Tanpa menyampingkan penampilan Ethan Hawke yang baik, Sarah Snook lah yang berhasil mencuri perhatian. Oh ya, jajaran kru make up juga patut diberi kredit poin dengan pekerjaannya yang gemilang.

Sedikit melemah ketika narasi bergerak menuju akhir, Predestination tetaplah sebuah film yang layak untuk kalian saksikan dalam waktu senggang. Sebuah drama pencarian arti kehidupan yang bila diresapi cukup kejam dan tragis, ditambah dengan penampilan gemilang dari Sarah Snook. What a breakthrough performance!!

7,25/10


2 comments:

  1. Mantap keren reviewnya. Filmnya emang membingungkan buat sebagian orang ya, teman saya sempat nulis artikel soal ini juga https://jurnalfilm.com/predestination-saat-waktu-menjadi-begitu-membingungkan/

    ReplyDelete
  2. Kok pada berhenti ngeblog gaess? Hampir gak ada lagi blogger yang dulu-dulu ya. Pada gak aktif lagi, termasuk kang nahwi ini blogger lama. Aku jadi ragu-ragu meneruskan blog ku. Padahal udah terlanjur dikerjakan lagi sejak Google semakin kejam. Nitip blog predestination ya sobat. Thanks

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!