Saturday 20 February 2016



"When I was small, I only knew small things. But now I'm five, I know everything!"- Jack

Plot

Menceritakan kehidupan seorang wanita (Brie Larson) serta anaknya yang telah menginjak umur 5 tahun, Jack (Jacob Tremblay) yang tinggal dalam ruangan berukuran kecil.




Review

Setelah membaca sinopsis dasar Room untuk pertama kali, gw praktis menobatkan Room adalah salah satu film yang harus gw tonton. Plot dasarnya sangat mirip dengan Oldboy (one of my favorite movies all time) yaitu mengenai manusia yang terkurung dalam ruangan kecil selama bertahun-tahun. Dan saat gw menyadari kisah nya berpusat akan hubungan ibu dan anak, gw telah mengantisipasi film yang diadaptasi dari novel karya Emma Donoghue ini sebagai sajian yang penuh akan pergulatan emosi.
Bila Oldboy menceritakan seorang pria yang ingin membalaskan dendamnya, Room jauh lebih sederhana. Ini hanyalah sebuah film dimana seorang wanita serta anaknya berusaha untuk mendapatkan kembali kebebasannya. Namun sebelum menuju kesana, kita pun akan diperlihatkan bagaimana kehidupan dari ibu-anak ini di dalam ruangan yang layak untuk disebut penjara tersebut. Dalam ruangan isolasi tersebut dipenuhi dengan interaksi yang tidak mudah terbaca dari Ma serta Jack. Terkadang mereka akrab, tapi satu menit kemudian ada sedikit letupan konflik di antara mereka. Sebuah hubungan yang malah aneh nya sangat menarik dan tidak biasa. Dan dari sana lah ikatan antara penonton dengan ibu-anak ini mulai terjalin hingga tentunya mudah mencapai ke tahap bersimpati akan keadaan mereka, apalagi ketika Ma (panggilan Jack terhadap Ibunya) menceritakan kepada Jack bagaimana mereka bisa hidup dalam ruangan kecil tersebut. Sulit membayangkan bagaimana kita, terutama untuk para perempuan.  berada di posisi Ma.
Memainkan emosi para penonton ini lah yang merupakan faktor utama Room menjadi sebuah sajian drama dengan bumbu thriller yang cukup melekat dalam benak penonton. Tentunya ini tidak lepas dari andil sang sutradara Lenny Abrahamson yang sukses dalam menangkap penampakan emosi dari para karakter nya. Lenny juga berhasil menggarap sebuah momen kecil tapi substansial dalam menggerakkan narasi. Sang sutradara jelas telah mempelajari dengan baik akan naskah yang ditulis juga oleh penulis novel nya sendiri, Emma Donoghue.
Film yang masuk dalam nominasi Best Picture Academy Awards ini tidak hanya menceritakan bagaimana perjuangan mendapatkan kebebasan. Room juga memperlihatkan bagaimana sewenang-wenang nya suatu penguasa sehingga gw berpikir Room bisa merefleksikan sebuah kelompok masyarakat atau negara yang di pimpin oleh penguasa yang terlalu memaksakan kehendaknya (ini kenapa jadi serius gila gini ya?). Setelah paruh awal berjalan, penonton kembali dihadapkan dengan beberapa pertanyaan dimana salah satu nya adalah mengenai arti serta makna dari kebebasan itu sendiri. Sehingga kita yang pertama berpikir film akan segera berakhir, namun mulai menyadari bahwa masih ada konflik yang harus dijalani oleh Ma dan Jack.
Chemistry antara ibu dan anak jelas merupakan kunci dari Room, dan Brie Larson serta Jacob Tremblay berhasil dalam menjalankan misi tersebut. Komunikasi antar mereka berdua sama sekali tanpa ada rasa kaku, semuanya mengalir apa adanya sehingga apa yang ditampilkan ini bukanlah komunikasi antara senior yang mempelajari sang junior berakting, tapi komunikasi antara ibu dan anak. Tetapi bukan berarti ketika mereka dituntut untuk berakting stand alone Room malah hilang daya tarik. Brie Larson sebagai Ma berhasil dalam memainkan karakter yang memiliki emosi yang sedikit tidak stabil. Karakter Ma mungkin terlihat tangguh di awal, tetapi lama kelamaan kita menyadari, ada bom waktu yang terdapat di dalam diri Ma yang bisa meledak kapan saja. Semua itu berhasil di visualisasikan oleh Brie Larson baik lewat tatapan mata nya maupun ekspresi muka nya. Sangat menyenangkan Brie Larson mampu menjawab tantangan ini setelah sebelum-sebelumnya aktris yang juga membintangi 21 Jump Street ini hanya mendapatkan peran-peran yang tidak menuntut kehebatan berakting. Namun kejutan terbesar pastinya ada pada sosok Jacob Tremblay.

Dari voice over yang muncul ketika film bergerak di awal saja sudah timbul keyakinan dalam gw kalau Jacob akan memberikan stand out performance. Dari berbagai permainan emosi yang ia keluarkan hampir semuanya begitu meyakinkan, baik berupa tangisan ataupun teriakan. Tidak hanya berhasil ketika beradu akting dengan Ma atau yang lainnya, tetapi Jacob juga mampu menampilkan akting yang memukau ketika ia harus dituntut untuk tampil di layar kaca seorang diri. Bagian terbaik Jack merupakan film mulai memasuki “chapter kedua”. Lihatlah ekspresi ketakutannya, kecanggungannya akan kehidupan baru nya, semuanya berhasil diperankan dengan sempurna oleh Jacob. Sungguh sebuah penampilan berkelas untuk bocah yang belum genap 10 tahun ini. Patut disayangkan dirinya gagal dalam mendapatkan nominasi Oscar.
Mungkin akan sedikit mengecewakan bagi penonton yang salah mengartikan “thriller” pada genre Room, karena Room pada dasarnya adalah sebuah drama yang menceritakan sebuah kebebasan itu tersendiri. Dengan permainan emosi yang berhasil di tampilkan baik dari para sutradara beserta kru ataupun pemeran nya, Room tidak hanya menjadi sebuah drama yang powerfull tidak mudah terlupakan, tetapi juga menjadi salah satu film terbaik di tahun 2015.
 

8,75/10

Categories: , ,

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!