Friday 17 November 2017


"They're just things I wanted to remember so that I ever wanted to go back, there'd be a piece of me there waiting"- M

Plot

Menceritakan pasangan suami istri, C (Casey Affleck) dan M (Rooney Mara). Akibat kecelakaan yang menimpanya, C pun tewas di tempat, meninggalkan M sendirian. Namun walau telah meninggal, roh C ternyata masih tetap di dunia dan memilih untuk menghabiskan waktunya untuk memperhatikan kehidupan M sehabis ditinggal oleh C.






Review

Saya sempat mengira film ini adalah film horor konvensional setelah melihat judul filmnya. Apalagi pada adegan pembukanya, sang sutradara selaku penulis naskah, David Lowery telah menampilkan suara misterius di kediaman C dan M. Rumah yang ditempati mereka juga lumrah sekali kita lihat di berbagai film-film horor. Dugaan tinggallah dugaan karena ini adalah kisah sederhana mengenai cinta beda dunia, dengan sosok "hantu" sebagai kamuflasenya. Lengkap pula dengan gaya penyutradaraan Lowery yang membuat A Ghost Story cukup segmented dan tidak mudah untuk diikuti.

Saya bukanlah penggemar film-film arthouse, bahkan saya adalah salah satu penonton yang tidak menyukai, bahkan membenci film-film beralur sangat lambat seperti 2001: A Space Odyssey dan Tree of Life yang dicintai kritikus-kritikus. Maka ketika akhirnya mulai sadar akan pendekatan Lowery yang menjurus ke arah arthouse, disitu juga saya rasanya ingin menghentikan perjalanan saya bersama A Ghost Stroy. Sunyi, minim dialog, bahkan juga ekspresi para pemain cukup minim, telah cukup untuk membuat saya ingin menyerah. Lowery juga tidak sungkan untuk mengambil gambar dalam one take yang sunyi, hanya memperlihatkan karakter yang ada beraktivitas biasa dalam satu adegan. Pendekatan Lowery ini seketika mengingatkan saya akan sutradara Steve McQueen yang juga memiliki gaya pendekatan yang tidak jauh berbeda. Bahkan pada one take itu sendiri juga sama persis seperti apa yang dilakukan McQueen, namun bedanya, McQueen masih cukup dermawan dengan memperlihatkan ekspresi dari lakonnya, tidak dengan Lowery yang lakukan disini. Adegan Rooney Mara memakan pie pemberian temannya dalam film ini sukses membuat saya menguap hingga 2 kali. Padahal saya baru saja habis mandi saat memutuskan menonton A Ghost Story. Intinya, sekali lagi, A Ghost Story adalah jenis film yang tidak mudah diikuti.

Lalu, apakah ada esensinya akan keputusan Lowery tersebut? Saya tidak tahu jawabannya, yang jelas, selain kebosanan, saya seolah dipaksa untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh sang "hantu" berkat keputusan Lowery disini. Kesepian juga rasa kesal yang tidak mampu berbuat apa-apa melihat sang kekasih di depan mata sukses membuat saya prihatin dengan apa yang dialami C. Apalagi melihat kenyataan dimana arwah C harus menanti begitu lama sebelum akhirnya ia mendapatkan jawaban yang mampu membuat dirinya tenang. Sebuah kisah yang penuh ironi dari hasil cinta yang begitu besar. A Ghost Story juga memaksa penontonnya untuk bermain akan asumsi disini, terutama pada saat film meloncat dari waktu ke waktu lainnya. Yang membuat kesal lagi adalah Lowery cukup pelit untuk memberikan jawaban yang gamblang kepada penonton, yang membuat saya merasa sia-sia saja setelah menanti begitu sabar dengan alur nya yang begitu lambat.

Untungnya ada satu hal yang membuat saya sedikit betah dan menguatkan diri saya untuk menahan pantat ini beranjak dari kursi dan melupakan film ini, yaitu soundtrack dari David Hart. Soundtrack nya mampu menangkap mood cerita dan apa yang terjadi di layar dengan cemerlang, baik itu kesan creepy dan juga ironi. Favorit saya adalah saat keputusan M meninggalkan rumah nya. Sosok arwah C yang berbalutkan seprei putih itu juga mampu menciptakan suasana kelam nan sedih setiap kehadirannya. 

Rooney Mara bermain bagus seperti biasa, walau bagi saya memang ini bukanlah tantangan yang berat untuk Mara. Mara berhasil menampilkan ekspresi-ekspresi kesedihan yang subtilnya. Tetapi bagi saya kredit lebih harus diberikan kepada Casey Affleck yang harus rela tampil menutupi dirinya dengan seprai. Ruang untuk bergerak tentu minim, ditambah dirinya tidak bisa menampilkan ekspresi-ekspresi wajahnya. Namun bagi saya perjuangan akting Casey disini juga seolah menggambarkan makna dari A Ghost Story itu sendiri. Pengorbanan yang besar namun tidak tampak yang dilakukan Casey selaras sekali dengan karakter C yang melakukan penantian tak lekang oleh waktu namun tak bisa dirasakan oleh orang terkasih. A Ghost Story memiliki begitu banyak makna akan cinta juga penantian, namun sayangnya, sulit untuk menyukai film arthouse seperti ini, paling tidak untuk saya.

6,75/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!