Thursday 21 December 2017


"Seven minds are better than one"- Sunday

Plot

Akibat dari membludaknya populasi manusia yang disertai tidak berimbangnya dengan kekayaan alam, memaksa pemerintah di seluruh dunia menemukan solusi terbaik demi mengatasi permasalahan tersebut. Ahli biologi, Nicolette Cayman, mencetuskan The Child Allocation Act yang mengharuskan setiap keluarga hanya diperbolehkan memiliki satu anak saja. Bila ketahuan memiliki anak lebih dari satu, maka pihak biro pemerintah yaitu, Child Allocation Beureu (CBA) akan membawa "anak illegal" tersebut ke sebuah tempat di bawah naungan CBA yang bernama Cryosleep, dimana para anak-anak itu ditidurkan dalam kurun waktu yang lama di sebuah tabung, dan akan dibangunkan ketika dunia telah terbebas dari masalah. Kondisi ini memaksa Terrence Settman (Willem Defoe) harus memutar otak demi menyelamatkan anak dari putrinya yang melahirkan 7 putri kembar genetik yang menyebabkan dirinya juga harus meninggal dalam proses kelahiran. Tidak ingin cucu-cucunya dikirim ke Cryosleep, Terrence melatih ketujuh cucunya, yang masing-masing memiliki nama berdasarkan 7 hari dalam satu minggu, Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, Saturday dan Sunday (diperankan semuanya oleh Noomi Rapace), untuk hidup dalam persembunyian dan bernaung pada satu identitas bernama Karen Settman. Sukarnya, mereka masing-masing harus bergantian keluar dari persembunyian untuk menjalani aktivitas sehari-hari, sesuai dengan nama mereka satu sama lain. Bila hari Senin, maka Monday yang akan mendapatkan tugas, hari Selasa adalah tugas Tuesday dan begitu seterusnya. 




Review

Konsep ceritanya menarik. Mengenai kehidupan dystopia masa depan (tidak disebutkan periodenya) yang mengalami overpopulation yang mendesak pemerintah dunia membatasi jumlah lahir bayi tiap tahun dengan cara paksaan. Sedikit banyak memang mengingatkan kita pada film terbaik bertemakan dystopia sebelumnya, apalagi kalau bukan Children of Men, tetapi tak bisa dipungkiri, konsep ini masih bernafaskan originalitasnya. Ditambah lagi, pusat penceritaan adalah 7 saudari kembar genetik sama persis, yang telah terlihat bila Max Botkin dan Kerry Williamson selaku penulis cukup terlihat ambisius. Bukan perkara gampang untuk membagi fokus dalam 7 sudut pandang sekaligus. Potensi nya cukup besar bila akan ada satu atau dua karakter yang tenggelam akibat karakter-karakter lain mungkin saja dimodali dengan karakterisasi yang jauh lebih menarik. Beban itu ditempatkan kepada sutradara, Tommy Wirkola. 

Selain itu, penonton juga harus dituntut akan ketelitian serta daya ingatnya untuk membedakan karakter satu dengan karakter yang lain. Untungnya, Wirkola memperhatikan ini dengan mendesain karakternya cukup berbeda antar satu sama lain. Ciri khas itu tergambarkan melalui dari cara berpakaian yang juga secara tidak langsung merefleksikan kepribadian masing-masing, dan yang utama adalah model rambut mereka. Karena saya laki-laki yang cukup cuek dengan penampilan, bagian mengenai ciri akan rambut mereka yang berbeda itu luput dari perhatian saya awal-awalnya.

Saya menyukai setengah durasi film ini berjalan. Dari menit pertama, penonton disajikan footage-footage dari liputan berita mengenai informasi kepelikan yang sedang melanda bumi, kemudian perkenalan kita dengan Settman Siblings yang telah dewasa, lengkap pula sedikit flashback mereka yang masih dilindungi oleh sang kakek, hingga perjuangan mereka untuk bertahan hidup. Dalam durasi kurang lebih setengah jam, Duo Botkin-Williamson cukup jeli dalam memperhatikan detil-detil mengenai bagaimana Settman Siblings mampu menyembunyikan keberadaan mereka selama kurun waktu 30 tahun lebih. Karena harus berlindung pada satu identitas yang menjalani kehidupan sehari-hari, Settman Siblings harus memperhatikan kejadian yang dialami saudarinya masing-masing dalam satu hari tersebut. Untuk itulah, mereka dilengkapi perekam yang diselipkan di gelang identitas mereka supaya saat satu tokoh pulang, Settman Siblings akan memperhatikan rekaman tersebut sebagai modal untuk saudari lainnya yang ketiban peran sebagai Karen Settman di hari selanjutnya. Tidak sampai situ, penampilan mereka pun harus lah sama saat, dari cara berpakaian sampai model rambut dan gaya make-up nya pula.  Belum lagi berbagai alat yang mereka miliki hasil dari kreasi sang kakek untuk mempermudah mereka dalam berkomunikasi satu sama lain. Naskah Botkin-Williamson telah cukup meyakinkan saya untuk percaya bila Settman Siblings mampu bertahan dalam waktu yang sangat lama lewat hal-hal tersebut, walau masih mengundang pertanyaan seperti siapa sebenarnya seorang Terrence Settman hingga mampu menciptakan berbagai alat-alat untuk cucu-cucunya.

Kehidupan sembunyi-sembunyi ini rupanya memerlukan pengorbanan. Tampak dalam satu adegan flashback ketika ada satu karakter yang membangkang akan peraturan ketat sang kakek, yang mengakibatkan dirinya terlibat suatu kecelakaan. Mereka hidup dalam satu identitas yang diketahui pemerintah, maka jika ada satu saja mengalami cedera, yang lain pun ikut terkena imbasnya sehingga dengan alasan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup cucu-cucunya, Terrence harus melakukan satu hal yang saya jamin, sangat berat dilakukan untuk seorang kakek terhadap cucu nya. 

Tidak terbayang betapa menderita dan susahnya bagi Settman Siblings ini bertahan hidup dalam pengasingan dalam waktu 30 tahun lebih. Tidak dijelaskan memang, tapi dari sini saya diajak untuk membayangkan berapa banyak pengorbanan serta tekanan batin yang kuat dari masing-masing karakter. Hal ini lah yang membuat saya perduli terhadap keberlangsungan hidup mereka, walau sayang memang harusnya disini juga tergambarkan kedekatan yang hangat antar satu sama lain ketika dewasa. Memang ada momen perbincangan singkat sampai mereka pun tertawa bersama-sama, hingga flashback saat masa kecil mereka yang masih ditemani sang kakek, tetapi saya rasa bisa ditambah lagi durasi akan kedekatan hangat mereka. Kejadian-kejadian flashback nya pun saya menangkap hanya memperdalam koneksi Settman Siblings dan sang kakek. Bagi saya, ini jauh lebih membantu untuk menguatkan narasi menuju ke konflik yang akan dialami Settman Siblings, dibandingkan apa yang terjadi pada saat film masuk ke third act nya.


Konflik utama mulai bermula kala 30 menit telah berjalan, dan dari sinilah terlihat fungsi besar akan pondasi narasi yang telah cukup kuat tercipta sebelumnya.  Berkat pondasi tersebut, penonton akan dihadirkan cerita yang lumayan menguras emosi. Tidak terlalu mengandalkan dramatisasi berlebih karena rasa haru muncul karena saat berbagai kejadian tersebut tampil di layar, dalam pikiran penonton diajak untuk kembali mengingat berbagai pengorbanan serta susah payah mereka hidup dalam satu apartemen bertujuh sekaligus. Bayangkan saja kedekatan antar saudari yang telah tercipta dalam 30 tahun hidup bersama. Ceritanya pun masih berpusat pada upaya mereka untuk bertahan diimbangi pula untuk menggali informasi mengenai hilangnya Monday (yap, ini konflik pertama nya yang sengaja tidak saya tulis dalam tulisan plot di atas). Pada momen ini juga hadir sajian aksi yang mendebarkan juga brutal. Wikorla menyajikan action secquence tersebut serealistis mungkin, dengan memperlihatkan jerih payahnya Settman Siblings melawan musuh mereka yang jauh lebih berpengalaman. Mungkin dalam film sajian aksi pada umumnya, Settman Siblings akan diperlihatkan menang dengan cukup mudah, tetapi hal tersebut tidak berlaku disini. Masing-masing musuh, mereka kalahkan dengan mati-matian, dan juga tidak segan pula, Wikorla mempertotonkan karakter perempuan menerima berbagai pukulan telak beberapa kali. Wikorla pun turut menghadirkan sebuah ironi di suatu momen ketika ada satu karakter yang tengah dihinggapi kenikmatan bercinta untuk pertama kalinya, namun disisi lain saudara kembarnya tengah mengalami kejar-kejaran dengan pihak CBA.

Pada momen survivor ini, saya sangat menyukai What Happened to Monday, bahkan saya berpotensi ingin menyatakan bila film ini adalah salah satu film paling mengejutkan pada tahun ini, sebelum hingga film bergerak menuju ke third act nya. Tidak cukup hanya menampilkan 7 karakter perempuan kembar identik dalam menunjukkan betapa ambisiusnya Botkin-Williamson, duo screen writer ini juga ingin menghadirkan revolusi kecil-kecilan yang dilengkapi pula akan dua twist yang telah menanti, salah satunya tentu adalah mengenai program Cryosleep itu sendiri. Saya tidak mempermasalahkan mengenai ide revolusinya, tetapi ide ambisius itu diikuti pula akan pengorbanan  karakterisasi pada satu karakter dan menggiring kita kepada konklusi yang menurut saya lumayan dipaksakan, seolah melupakan segala pengorbanan yang telah tertumpah sebelumnya. 

What Happened to Monday (sebelumnya memiliki judul Seven Sisters) ini tentu saja menjadi showcase nya Noomi Rapace. Saya belum mengikuti karir akting dari Rapace, bahkan pertama kali saya melihat penampilannya pada film The Drop, yang mana aktingnya tidaklah terlalu menonjol, serta saya juga belum menyaksikan The Girl with the Dragon Tatoo yang mengangkat namanya itu. Disini tidak main-main tantangan yang diberikan Rapace, yaitu harus memainkan 7 karakter yang tentu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Dan Rapace menjawab tantangan yang menuntut akan luas nya range akting dari seorang aktor tersebut dengan fantastis. Dengan gemilang ia menghidupi satu demi satu karakter dengan perbedaan yang signifikan, dari wanita dewasa nan elegan, centil, tomboy, hingga gadis yang culun, semuanya ditampilkan brilian oleh artis Swedia ini. Kita tidak lagi melihat 7 karakter ini diperankan Rapace, tetapi sebagai karakter-karakter yang berbeda dan memiliki satu nyawa masing-masing. Sayang memang, penampilan fantastis ini kemungkinannya sangat kecil akan dilirik oleh pihak Academy Awards. 

What Happened to Monday memang bukanlah film yang berkesan hingga minggu depan kalian akan tetap mengingatnya, tetapi jelas film ini tetaplah sangat menghibur dan jauh dari ekspekstasi saya. Berbagai kelemahan narasi, terutama pada saat film bergerak menuju akhir, cukup bisa dimaafkan kala kita jauh lebih terikat dengan kehidupan sembunyi-sembunyi dari Settman Siblings, dan tidak lupa juga penampilan menakjubkan dari Noomi Rapace, membuat What Happened to Monday tetap pilihan yang tepat untuk mengusir rasa bosanmu.

7,75/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!