Plot
‘Kali ini, gw mau cerita tentang rumah’. Iya, begitulah
kalimat yang keluar dari Dika (Raditya Dika) pertama kali ketika film ini
mulai. Mama Dika (Dewi Irawan) dan Papa Dika (Bucek Dep) memiliki rencana untuk
pindah ke rumah yang lebih tenang dan lebih minimalis serta mencari suasana
yang lebih baru. Dika jelas kurang sependapat dengan rencana orang tuanya ini. Namun, untuk membuat sang mama senang,
Dika pun memutuskan untuk menemani sang mama untuk mencari rumah yang cocok
untuk ditempati mereka. Selain itu, Dika juga memiliki masalah yang lain,
seperti naskahnya yang tidak kunjung-kunjung kelar dan dikejar deadline,
percintaannya yang baru saja kandas dengan Jessica (Eriska Rein), sopir baru
berbau ketek Sugiman (Insan Nur Akbar), dan lain-lain.
Dika kesulitan untuk move on dari Jessica karena rasa cinta
Dika terhadap Jessica telah terpatri sangat dalam di relungnya. Maka dari itu,
Dika memutuskan untuk ‘vakum’ dulu untuk mencari pacar. Sampai suatu ketika,
saat Dika baru saja bermain futsal, Dika tertarik dengan seorang wanita. Namun
keinginan tsb dipendamnya karena perbedaan tinggi mereka yang cukup jomplang.
Namun, Atas desakan temannya, Dika pun memberanikan diri untuk berkenalan
dengan sang wanita tsb. Lewat perkenalan yang sedikit absurd, ternyata sang
wanita yang bernama Patricia (Kimberly Ryder) adalah teman SMP nya Dika. Tanpa
membutuhkan waktu yang lama, hubungan mereka pun semakin erat dan mereka satu
sama lain pun memiliki kecocokan. Tapi disisi lain, bayangan Jessica terus
muncul dalam diri Dika. Dika juga dipusingkan dengan permintaan papanya untuk
meluangkan waktu lebih banyak bersama dirinya, mengingat usianya yang semakin
tua.
Review
Gw itu sangat menyukai stand up comedy. Karena Stand up
comedy menawarkan dan memberikan nafas lelucon yang berbeda, fresh sehingga
berbeda dengan lelucon-lelucon selama ini yang mengandalkan ejekan fisik
terhadap lawan main. Dan salah satu tokoh yang membuat SUC berkembang pesat
seperti sekarang adalah Raditya Dika. Raditya Dika membuat SUC lebih terkenal
dan lebih bisa diterima oleh berbagai kalangan, terutama kalangan remaja. Coba
deh kalian tanya siapa komik (sebutan untuk para stand up comedian) yang mereka
kenal? Gw jamin, jawaban yang akan keluar dari mulut para remaja adalah Raditya
Dika. Radit juga tidak hanya sebagai komik, namun Radit juga seorang penulis
novel. Nah novel-novel tersebut juga memberikan jalan untuk dirinya menjadi
sutradara film. Radit pun telah menelurkan 3 film yang diadaptasi dari novel
karangan nya sendiri. Diawali dengan Kambing Jantan yang sayangnya memberikan
debut yang mengecewakan untuk Radit, kemudian Cinta Brontosaurus, dan Manusia
Setengah Salmon. Total Radit telah merilis 4 film, ditambah Cinta Dalam Kardus.
3 film diantaranya dirilis pada tahun 2013 kemarin. Iya, Raditya Dika cukup
produktif pada saat itu. Namun, tidak seperti novel-novelnya yang kebanyakan
penikmat novel suka dan memuaskan, kualitas film-film Radit tidak semuanya yang
memuaskan. Contohnya aja Kambing Jantan yang dinilai sangat mengecewakan, jauh
dari kualitas novelnya. Nah, bagaimana film ini?
Manusia Setengah Salmon meneruskan cerita dari Cinta
Brontosaurus. Maka tidak heran bila masih ada karakter-karakter yang sama,
bedanya adalah cerita yang ditawarkan MSS lebih padat dan kompleks. Bila di
film CB Kita melihat keputusasaan Dika dalam hal asmara, serta masalah
novelnya, disini kita ditawarkan cerita yang lebih dari itu. Dan surprisingnya,
cerita itu mampu di paparkan oleh sang sutradara Herdanius Larobu dan Raditya
Dika dengan gaya yang lebih berisi, tidak dangkal seperti prekuelnya, dan juga menarik untuk diikuti.
Iya, mereka tidak membuat film ini hanya untuk komedi saja. Gw suka analogi
Radit, bahwa perpindahan rumah yang dialami nya sama dengan masalah-masalah
yang dialaminya kali ini. Dan itu mampu dieksekusi oleh Herdanius dan Radit
dengan baik. Memang tidak semuanya mulus, tapi mampu membuat gw ikut mengikuti
dan betah untuk menontonnya. Serta mampu melibatkan sisi emosional gw ke dalam
cerita, seperti Dika yang ingin memberhentikan sopirnya, hubungan ayah dan
anak, serta perpindahan rumah Dika.
Komedinya juga gak memaksakan seperti CB, komedinya mampu
mengundang ketawa gw. Entah beberapa kali gw ngakak akan komedi yang ditawarkan
oleh film ini, seperti adegan cosplay Edgar dan Dika di awal film, kepolosan
Sugiman, Ceplosan-ceplosan yang terkesan ngelantur dari sang papa, dan masih
banyak lagi. Intinya, gw cukup terpuaskanlah dengan nuansa komedinya. Walau ada
komedi yang menurut gw cukup garing, seperti adegan wawancara dengan hantu,
kemunculan tiba-tiba Mosidik di akhir cerita, tapi ya gapaplah, bisa gw
maafkan.
Dan tidak luput dari perhatian adalah penampilan-penampilan
dari jajaran castnya. Radit sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, peran seperti
ini sudah sangat melekat dengan dirinya sehingga Radit tidak memiliki problem
terhadap peran Dika. Yah, semoga kalau Radit ingin membuat film lagi dan
melibatkan drinya dalam role, gw pengen dia berperan yang berbeda dari ini.
Namun, gw lebih tertarik akan chemistry nya dengan lawan mainnya di film ini.
Chemistry yang Dika tunjukkan sangat natural, seperti tiada kesan kalau mereka
sedang berakting, terutama dengan sang mama. Kimberly juga tampil cukup
memuaskan. Bila dibanding dengan Erika dalam film CB, Kimberly memiliki
kualitas setingkat di atasnya,yah termasuk dalam hal kecantikan dan keanggunan.
Kimberly juga mampu menampilkan sosok Patricia yang menyenangkan, dewasa, serta
menunjukkan bahwa Patricia adalah cewek yang patut diperjuangkan oleh Dika.
Namun seperti CB, scene stealer dari MSS adalah keluarga Dika, terutama sang
mama,papa dan Edgar yang diperankan oleh Griff Pradapa. Dewi Irawan dan Bucek
Dep mampu memerankan sosok orang tua yang kocak, namun juga sangat
memperhatikan anak-anaknya, sedangkan Griff selalu berhasil membuat ketawa gw
dengan tingkahnya yang polos, bandel namun cerdas. Scene dimana dia mencontek
di dalam kelas itu benar-benar lucu.
Mesti ngapain gw untuk bisa dapatin cewek secakep ini
Film ini merupakan peningkatan kualitas untuk Dika. Membuat gw sangat menantikan karya-karya nya kedepan..Kesimpulannya, MSS merupakan peningkatan kualitas dari
prekuelnya. Dengan cerita yang lebih padat dan berisi serta eksekusinya yang
baik, komedi yang benar-benar lucu dan tidak terkesan memaksa, serta chemistry
yang hadir dalam setiap tokohnya membuat gw yakin bahwa suatu saat Raditya Dika
bisa saja mengikuti kesuksesan idola juga inspirasinya, yaitu Woody Allen..
Good job Radit!!
7,25/10
0 komentar:
Post a Comment