I just wanted to say that I didn't know Thresh, I only spoke to him once. He could have killed me, but instead he showed me mercy. That's a debt I'll never be able to repay. I did know Rue. She wasn't just my ally, she was my friend. I see her in the flowers that grow in the meadow by my house. I hear her in the Mockingjay song. I see her in my sister Prim. She was too young, too gentle and I couldn't save her. I'm sorry.- Katniss Everdeen
Plot
Walau dengan beruntungnya dapat bertahan hidup dari Hunger
Games, tidak membuat kehidupan Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) dan Peeta
Lemark (Josh Hutcherson) dalam kenyamanan. Trauma, teror, ketakutan terus
menghantui mereka. Dengan ditambahnya intimidasi yang di datangkan Presiden
Snow (Donald Sutherland) terhadap Katniss yang khawatir akan adanya revolusi
besar-besaran dari tiap Distrik untuk menurunkan Capitol yang dipimpin olehnya.
Setiap Distrik menganggap Katniss adalah sosok harapan, sosok yang bisa
memberikan kekuatan untuk melawan segala ketidak adilan yang dilakukan
Capitol. Untuk itulah, bersama Plutarch
Heavensbee (Philip Seymour Hoffman), Presiden Snow mengadakan Quarter Quell
sebagai peringatan kemerdekaan setiap 25 tahun sekali untuk menghancurkan
Katniss. Quarter Quell sendiri kembali ‘mengundang’ para pemenang The Hunger
Games berasal dari tiap Distrik dari tahun pertama The Hunger Games diadakan.
Tidak hanya musuh-musuhnya yang telah berpengalaman dan tentunya berbahaya,
musuh Katniss dan Peeta juga adalah Presiden Snow beserta bawahan-bawahannya.
Review
Setelah kesuksesan luar biasa The Hunger Games yang dirilis
pada tahun 2012, hanya Tuhan lah yang mampu mencegah Lionsgate untuk tidak
merilis sekuelnya. Ya, kesuksesan sekuel pertama sangat mengejutkan. Mungkin
kalau sukses dalam komersil hal itu telah dapat ditebak, namun sukses dalam
kualitas? Gw rasa sangat sedikit yang menebaknya. Gw juga cukup enjoy dengan
sekuel pertama, dimana dalam film tersebut yang tidak hanya permainan bunuh-bunuhan
dan love triangle nya yang ditonjolkan, namun ada juga unsur-unsur politik,
kekuasaan absolut, sosial dan masih banyak yang di ceritakan dalam film
tersebut. Film ini pangsa pasarnya adalah kaum remaja, namun memiliki unsur
cerita seperti itu, sangat sedikit kan film kaum remaja yang kompleks seperti
ini? Yah walau karena rating PG-13 membuat film tersebut kurang brutal dan
menegangkan. Dengan beralihnya kursi sutradara kepada Francis Lawrence, dan
screenplay kali ini diserahkan nahkodanya kepada Simon Beaufoy dan Michael
Arndt, bagaimana dengan sekuelnya ini?
Anggap saja kalian telah menikmati es krim cone yang
nikmatnya luar biasa, kemudian pada hidangan kedua kalian menikmati es krim
cone yang telah ditambah dengan coklat dan vanilla yang menambah kenikmatan
dari es krim tersebut. Ya, seperti itulah The Hunger Games: Catching Fire.
Segala aspek positif dari film pertama ditambah kadar nya menjadi beberapa kali
lipat kualitasnya. Dan juga ada beberapa aspek yang ditambahkan sehingga makin
berkualitaslah film ini. Seperti dalam film pertama, film ini bukanlah film
yang menonjolkan pertarungannya, karena paruh pertamanya kita akan dilihat
hasil dari kemenangan Katniss dan Peeta. Dimana para penduduk distrik menaruh
harapan besar terhadap Katniss dan mulai memiliki keberanian untuk menggoyang
pemerintahan bertangan besar yang selama ini mengekang kebebasan mereka. Adegan
pidato pertama Katniss dan Peeta pada saat melakukan tur kunjungan ke setiap
distrik cukup menegangkan dan menggetarkan hati. Dan juga ide untuk mengajak
kembali Katniss dan Peeta ke dalam permainan mematikan itu juga tidak
memaksakan dan cukup beralasan. Intinya paruh pertama disusun berdasarkan drama
yang lebih banyak dengan menitikberatkan pada dialog. Di paruh pertama inilah
perkembangan cerita serta karakterisasi karakter utamanya, terutama tentu saja
Katniss.
Love triangle nya masih menjadi bagian cerita dari franchise
ini walau tidak menjadi sajian utamanya. Namun jangan khawatir, Francis
Lawrence mengemasnya dengan berkualitas dan tidak murahan. Dimana Katniss masih
menjalin kedekatan dengan Gale (Liam Hemsworth) serta terus melanjutkan
sandiwara cinta palsu dengan Peeta.
Lalu bagaiamana dengan Hunger Games nya sendiri? Turnamen Hunger
Games nya sendiri baru dimulai ketika paruh kedua mulai berjalan. Setelah
mengambil alur yang lambat pada paruh pertama, barulah di paruh kedua ini
Francis meningkatkan intensitas ceritanya. Ketegangan, keseruan dan ancaman nya
sendiri di tambah dua kali lipat dari film pertama. Adegan kabut beracunnya
bikin gw tegang! Ditambah dengan efek visual yang menghiasi turnamen tersebut
mampu menyegarkan mata.
Catching Fire memiliki karakter-karakter baru seperti
Finnick Odair (Sam Claflin), Johanna Mason (Jena Malone) semakin membuat
Catching Fire lebih berwarna serta menambah intensitas ceritanya sendiri. Walau
pengembangan karakternya belum ada, tapi itu tidak masalah karena masih ada dua
film lagi yang mungkin pengembangannya akan terjadi. Gw lumayan suka terhadap
karakter Finnick disini. Finnick digambarkan sebagai sosok tangguh, namun
merupakan pria penyayang. Semoga saja dia mendapatkan porsi cerita yang lebih
luas dalam film ketiga nanti.
Lalu, bagaimana dengan sosok Katniss dan Peeta? Sosok
Katniss yang merupakan salah satu fokus utama dalam film ini, mendapatkan porsi
cerita dan pengembangan karakter yang meluas dan menarik. Sosok Katniss disini
digambarkan sebagai wanita remaja yang kuat namun tetap saja dia hanyalah
wanita biasa yang dianugerahi bakat akan menggunakan busur panah. Dia memang kuat,
namun tetap lah dia akan merasakan ketakutan, rapuh, dan tertekan dengan
harapan-harapan dari rakyat-rakyat dari setiap distrik yang besar terhadapnya.
Katniss sendiri ingin melarikan diri bersama Gale ketimbang menjadi simbol
harapan. Dan karakter Katniss ini mampu di perankan oleh Jennifer Lawrence
dengan gemilang, sangat gemilang. She’s born to be Katniss.. Sangat sulit
membayangkan kalo Katniss diperankan oleh aktris-aktris yang lain.
Penampilan Jennifer mampu membuat sosok Katniss disukai oleh penonton seakan tercipta sebuah ikatan Katniss dan penonton sehingga ekspresi Katniss yang di layar akan dirasakan penonton juga, penonton akan bersimpati terhadap nya ketika Katniss mengalami kesulitan karena Katniss bukanlah sosok yang terlalu superior dan ketika rasa putus asa mulai tersirat di muka Katniss, penonton pun otomatis menyemangatinya. Jennifer mampu membuat sosok Katniss sebagai heroine yang berkharisma.
Penampilan Jennifer mampu membuat sosok Katniss disukai oleh penonton seakan tercipta sebuah ikatan Katniss dan penonton sehingga ekspresi Katniss yang di layar akan dirasakan penonton juga, penonton akan bersimpati terhadap nya ketika Katniss mengalami kesulitan karena Katniss bukanlah sosok yang terlalu superior dan ketika rasa putus asa mulai tersirat di muka Katniss, penonton pun otomatis menyemangatinya. Jennifer mampu membuat sosok Katniss sebagai heroine yang berkharisma.
Namun, karakter Katniss yang kompleks dan menarik ini serta
penampilan kuat dari Jennifer Lawrence ini harus mengorbankan (lagi) karakter
Peeta yang diperankan Josh Hutcherson. Sosok Peeta kembali tidak mengalami
perkembangan karakter dan juga eksistensi Peeta juga seakan tenggelam bila
disandingkan karakter Katniss, atau bahkan karakter Finnick yang lebih mencuri
perhatian. Ketika turnamen di mulai pun Peeta juga tidak jarang menjadi
penghambat bagi teman-teman seperjuangannya sehingga bagi gw karakter Peeta ini
cukup sulit untuk disukai penonton. Akting Josh yang memerankan Peeta juga sama
kaya sekuel pertama, gak spesial-spesial amat. Bukan salah dia sih, memang
karakter Peeta ini sangat sulit untuk dibawakannya dengan optimal karena Peeta
bukanlah karater yang kompleks seperti Katniss. Semoga aja di film ketiga
karakter ini mengalami perkembangan karakter serta porsi cerita yang lebih
besar sehingga Josh mampu mengeluarkan akting terbaiknya. Namun untung saja supporting role nya seperti Elizabeth Bank, Woody Harelson, Lenny Kravitz mampu menampilkan performa yang maksimal.
Oh ya, mengenai special effect nya, gw sangat menyukai special effectnya ketika Katniss memakai wedding dress putih dan ketika dia berputar, wedding dress nya mengeluarkan api dan merubah dress tersebut menjadi hitam. Tidak hanya itu kejutannya karena efek kejut nya adalah dress tersebut melambangkan burung Mockingjay.
Oh ya, mengenai special effect nya, gw sangat menyukai special effectnya ketika Katniss memakai wedding dress putih dan ketika dia berputar, wedding dress nya mengeluarkan api dan merubah dress tersebut menjadi hitam. Tidak hanya itu kejutannya karena efek kejut nya adalah dress tersebut melambangkan burung Mockingjay.
Catching Fire bukan gak ada kelemahan. Kelemahannya tetap ketika kontes The Hunger Games nya yang kurang brutal, padahal The Hunger Games nya sediri adalah edisi Quarter Quell dimana para pemenang The Hunger Games sebelumnya ikut berpartisipasi, pastinya kita sebagai penikmat fiilm mengharapkan kontes tersebut memberikan ketegangan yang optimal dan seru berlipat-lipat, dan juga super villainya yaitu Presiden Snow kurang menakutkan. Bukan, bukan, memang Presiden Snow memiliki kekuasaan yang superior, tapi entahlah, gw kurang merasakan kesan intimidatif dari sosoknya. Malah gw merasakan hal tersebut pada diri Phillip Seymour Hoffman sebagai Plutarch Heavensbee. Sungguh disayangkan kita tidak bisa melihat penampilannya lagi..
Overall, The Hunger Games: Catching Fire adalah sebuah
peningkatan dari kualitas film pertamanya. Dengan karakter utama yang kompleks
dan susunan cerita yang membuat Film ini berhasil memberikan standar baru untuk
film yang sejenis, dan menyadarkan kita bahwa film remaja gak harus cinta yang
menjadi pokok utamanya. Ditambah dengan akting cemerlang dari Jennifer
Lawrence, The Hunger Games: Catching Fire adalah salah satu film terbaik tahun
2013.
0 komentar:
Post a Comment