Wednesday 14 December 2016


"Love. A conman like you knows what love is?"- Hideko

Plot

Count Fujiwara (Ha Jung-Woo) memiliki rencana untuk menipu perempuan tajir bernama Hideko (Kim Min-Hee)  yang tinggal bersama paman nya (Cho Jin-Woong) dengan cara membuat Hideko jatuh cinta kepadanya dan menikahinya. Setelah menikahi Hideko, Fujiwara hendak memasukkan Hideko ke dalam Rumah sakit jiwa supaya mampu menguasai harta yang dimiliki Hideko. Untuk melancarkan agenda nya tersebut, Fujiwara menyewa jasa mantan pecopet bernama Sook-Hee (Kim Tae-Ri) untuk berpura-pura menjadi pembantu pribadi untuk Hideko.







Review


Semenjak menyaksikan karya klasik Park Chan-Wook, Oldboy (2003), bagi saya Park Chan-Wook telah berada di dalam daftar list sutradara yang mampu menjadi sebuah jaminan bila film yang mereka sutradarai akan berakhir memuaskan, bersanding bersama dengan Martin Scorsese, Stanley Kubrick, David Fincher , Paul Thomas Anderson dan Christopher Nolan. Selain Oldboy, sejauh ini saya telah menyaksikan 2 karya Chan-Wook lainnya, yaitu Symphathy for Lady Vengeance dan Stoker. Walau kedua karya nya tersebut berakhir cukup memuaskan (Stoker sangatlah underrated), namun saya yakin Chan-Wook mampu melakukan hal yang lebih. Hingga pertengahan tahun 2016 saya baru mengetahui bila pada tahun ini Chan-Wook akan merilis film teranyar nya yang berjudul The Handmaiden (atau Agassi dalam bahasa Korea nya). Dan tentu saja, film tersebut masuk menjadi salah satu film yang wajib saya tonton. Hasilnya, pengalaman menonton Oldboy pun kembali terulang. Peringatan, lebih baik kalian sedikit mengetahui film ini, karena, hey, ini film nya Chan-Wook, akan pasti banyak twist di dalamnya.
The Handmaiden merupakan adaptasi dari novel Fingersmith buah karya Sarah Waters. The Handmaiden sedikit mirip dengan Sympathy for Lady Vengeance dimana fokus utama narasi merupakan sosok perempuan. Walau memang Ha Jung-woo sempat mendominasi layar di narasi akhir cerita, tetapi tetap karakter Hideko dan Sook-Hee merupakan karakter sentral. Chan-Wook tampaknya ingin memperlihatkan bagaimana ketidakberdayaan perempuan dalam masa penjajahan. Dalam karya teranyarnya ini, trademark dari Chan-Wook tetap ada. Jalinan cerita yang dipenuhi akan twist demi twist yang walau tidak terlalu gila seperti Oldboy tetapi cukup bagus dalam membangun narasi, sinematografi yang bersinergi dengan jalannya cerita dan penceritaan yang kompleks. Oh, jangan lupakan juga kadar kekerasan dan seksualitas nya yang lumayan mendominasi.

Ya, kompleks. Bila dilihat sekilas, kisah penipuan dengan cara menikahi seorang wanita kaya bukanlah cerita yang luar biasa. Tapi sekali lagi, ini adalah film Chan-Wook. Chan-Wook menjalin rangkaian cerita-cerita nya dengan berbagai layer serta misteri yang membuatnya sama sekali tidak pernah terasa membosankan. Chan-Wook membagi nya dalam 3 sudut pandang dari karakter utama, dimana di masing-masing sudut pandang masing-masing karakter kita diajak untuk melihat lebih dalam siapa diri mereka sebenarnya dan motivasi masing-masing. Kemudian perlahan-lahan Chan-Wook pun mengeluarkan twist mautnya, out of nowhere, sehingga mampu memberikan efek kejut bagi penonton yang belum siap dan mungkin baru pertama kalinya menikmati karya Chan-Wook. Hebatnya lagi, setiap twist sama sekali tidak ada yang maksa, padahal masing-masing twist tersebut akan berkorelasi dengan babak selanjutnya. Disaat penonton mengira A, namun kenyataannya B, yang membuat The Handmaiden menjadi sajian yang menyenangkan. Tentunya dengan penyutradaraan Chan-Wook serta editing yang baik dari Jae-Bum Kim dan Sang-beom Kim membuat penonton tidak merasakan kebingungan dengan alur yang non linier ini. Tidak hanya itu, untuk membangun suasana adegan-adegan penting, musik garapan turut membingkai adegan tersebut sehingga efek yang terasa akan lebih powerful (oh my, twist sakit Oldboy dengan dibantu musik menyayat hati itu masih saya rasakan sensasinya hingga sekarang).  Visual di The Handmaiden juga turut memantapkan bila Chan-Wook merupakan sutradara yang begitu memperhatikan aspek ini.Dibantu dengan Chung-hoon Chung, dari rumah besar ala Eropa milik Hideko dengan interior-interior memukau, ruang perpustakaan, serta turut pula dibantu dengan suasana pemandangan pedesaan dan tanaman-tanaman hijau, ditambah pula seringnya penangkapan gambar diambil dengan teknik wide angle, semuanya tampak bagaikan lukisan yang sangat memanjakan mata. Begitu pula dengan pakaian-pakaian yang dipakai, terutama Hideko, yang begitu menawan serta elegan.
Tidak lengkap bila menceritakan karya Park Chan-Wook tidak menyinggung aspek kekerasan dan seksualitas nya. Kekerasan dalam The Handmaiden sama seperti karya-karyanya yang sebelumnya, penonton diajak untuk ikut merasakan kekerasan tersebut melalui imaji, tidak secara gamblang diperlihatkan dengan frontal. Contohnya kembali seperti pemotongan jari yang ada di film. Walau tidak diperlihatkan proses pemotongan, tetapi penonton tetap merasakan nya melalui imaji yang tercipta. Dan mengenai kadar seksual nya, mungkin The Handmaiden adalah film yang paling banyak memiliki hal tersebut. Aspek seksualnya dijabarkan dengan banyak cara (tentu ada adegan sex scene juga), salah satu nya yang paling berkesan adalah bagaimana gesture sensual yang terjadi melalui tatap mata, juga berbagai adegan seperti di bathtub atau melepas kancing gaun secara perlahan. Hal ini jauh lebih terasa esensi nya dibandingkan sex scene frontal yang mengingatkan saya akan Blue is Warmest Color. Chemistry yang baik ditampilkan pula oleh Kim Tae-Ri dan Kim Min-Hee dimana kedekatan mereka hingga akhirnya Sook-Hee serta Hideko terlibat perasaan satu sama lain tidak berakhir memaksakan.
Dengan pergerakan narasi yang kompleks tentu juga harus disokong dengan artis yang berperan total untuk menjadi roda gigi penggerak, dan seperti biasa Chan-Wook tidak pernah gagal dalam mengarahkan para artis yang bekerja sama dengannya untuk mengeluarkan akting terbaik mereka. Ha Jung-Woo seperti biasa tidak pernah kesulitan dalam membawakan peran sebagai pria berkharisma namun memiliki agenda tersendiri. Semoga kedepannya dia akan kembali bekerja sama dengan Chan-Wook sebagai protagonist utama. Kemudian ada Kim Tae-Ri yang melakukan debut secara cemerlang dengan berperan total. Sebagai Sook-Hee, ia mampu memperlihatkan kepolosan atau juga kekikukan yang menimbulkan momen lucu tersendiri. Gelora cinta yang ia pancarkan lewat gestur atau ekspresi muka nya pun jempolan. Namun, bintang di The Handmaiden tentu saja adalah Kim Min-Hee. Karakter Hideko di sini merupakan karakter yang paling kompleks. Dengan ekspresi mukanya saja, begitu banyak layer atau dimensi yang membuat penonton penasaran di pihak siapa Hideko sebenarnya. Kepolosan yang ia pancarkan diikuti pula dengan atmosfir dingin yang ia keluarkan. Hideko merupakan karakter yang anggun namun terdapat sisi lain di dalam dirinya yang ingin memberontak akan segala paksaan dan ingin merasakan kebebasan, sehingga walaupun Hideko menyimpan misteri awalnya dan terkesan dingin, penonton tak bisa untuk tidak bersimpati kepadanya. Pesona yang ia pancarkan kala berbicara atau tatapan hasrat cintanya melalui gesture badan atau tatapan matanya di perankan dengan sangat baik oleh Kim Min-Hee.  Belum lagi kala karakter yang ia perankan sedang bercerita, di saat itu pula saya kagum dengan pembawaan dari Kim Min-Hee yang mampu menenggelamkan penonton dalam imaji yang tinggi. Andai saja pihak Academy mau membuka matanya terhadap perfilman Asia lebih jauh, saya rasa Kim Min-Hee layak untuk setidaknya masuk nominasi Oscar sebagai Best Actrees (yah, walau memang mendekati 0% kemungkinannya, mengingat akting luar biasa dari Choi Min-Sik dan fenomena Oldboy sendiri saja tidak mampu membuka mata para pihak Academy).
The Handmaiden merupakan sebuah film yang membela kaum perempuan ketika masa penjajahan kolonial Jepang terhadap Korea yang diceritakan begitu kompleks oleh Chan-Wook. Seduktif, gaya penceritaan yang tidak pernah terasa terburu-buru hingga nyaman untuk dinikmati walau pergerakannya cenderung lambat, diimbangi dengan aspek teknis jempolan serta akting kelas wahid yang ditampilkan oleh para artisnya, The Handmaiden membuktikan sekali lagi bahwa Park Chan-Wook merupakan sutradara jempolan dan layak mendapatkan apresiasi tinggi dari pecinta perfilman. Semoga saja Chan-Wook tidak kapok untuk terjun kembali ke dunia Hollywood.

8,5/10

P.s: Poster film The Handmaiden ternyata memiliki makna yang dalam setelah menyaksikan filmnya. Lihatlah tangan tiap satu per satu karakter, yang menyiratkan karakter A menguasai karakter B, dan tangan kedua karakter perempuannya menggenggam tangan satu sama lain yang maknanya akan kalian temukan jawabannya setelah menontonnya.


Categories: , ,

3 comments:

  1. Ngarep banget Ha Jung Woo jadi protagonis utama next filmnya Park Chan-wook...

    ReplyDelete
  2. soalnya Ha Jung Woo selama ini saya tonton karakternya yg paling cemerlang selalu jadi villain/anti hero. di The Yellow Sea dia kurang menonjol. makanya ngarep dia kedepannya kembali kolab sama Chan-Wook dan jadi protagonist (walau mgkn nanti dengan bumbu anti hero sedikit)

    ReplyDelete
  3. tapi saya akui aktingnya kim min hee,, ya seperti yang anda bilang,, gesture sensualnya,,tatapannya,, uuhh,,dalemmm,,,

    ReplyDelete

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!