Friday 7 December 2018


"If she's there, I'll get her back"- Joe

Plot

Joe (Joaquin Phoenix) diberikan tugas oleh senator Albert Votto (Alex Manette) untuk menyelamatkan putrinya, Nina Votto (Ekaterina Samsoniov) dari jeratan kasus pelacuran anak di bawah umur.



Review

Biasanya, film yang menceritakan seorang hitman tentu memiliki genre action didalamnya. Namun, silahkan cek di situs imdb, bila You Were Never Really Here sama sekali tidak tercantum label "action" pada bagian genre nya. Cukup aneh nan menarik karena bukan rahasia umum untuk film sejenis ini, action adalah sajian utama yang mampu menggaet penonton, sebut saja salah satunya adalah John Wick. Lalu, sebenarnya apa yang ditawarkan oleh Lynne Ramsay dalam karya keempatnya ini?

Serupa dengan karya Ramsay yang paling populer juga kontroversial tujuh tahun lalu, apa lagi kalau bukan We Need to Talk About Kevin, You Were Never Really Here (YWNRH) adalah sajian psychological thriller dengan mengeksplorasi karakterisasi sang tokoh utama, yaitu si Hitman itu sendiri, Joe. Joe memiliki trauma dari perlakuan abusif sang ayah di masa kecil. Dengan kilasan masa lalu yang kerap hadir tiba-tiba, jelas sekali Joe belum bisa sepenuhnya melupakan masa lalu kelamnya tersebut. Ditambah pengalamannya sebagai veteran perang, praktis psikologi Joe mengalami ketidakstabilan. Hal tersebut membuat Joe menjadi seorang yang memiliki adiksi sendiri untuk mengakhiri hidupnya. Bahkan, di adegan pembuka saja kita telah diperlihatkan sosok Joe dengan kantong plastik yang ia gunakan untuk menutup mukanya. Kondisi traumatis pada diri Joe tersebut seolah merupakan jembatan bagi penonton untuk mampu memahami mengapa Joe begitu ingin menyelamatkan Nina. Bagi Joe, perintah dari senator Albert Votto bukanlah hal utama, namun telah menjadi misi yang personal untuknya.

Ramsay memilih melakukan pergerakan narasi film nya dengan cukup perlahan. Di menit-menit awal pun alih-alih kita diperlihatkan Joe melakukan suatu pekerjaannya, tetapi lebih memperlihatkan kehidupan sehari-hari Joe. Bagaimana ia merawat ibunya yang telah tua renta (diperankan oleh Judith Roberts), bertemu dengan kolega nya, dan yang pasti kebiasaannya dalam usaha untuk bunuh diri. Saya menyukai keputusan Ramsay untuk memperlihatkan kedekatan Joe bersama ibunya yang terasa begitu hangat. Iya, siapa yang menyangka dibalik dirinya yang begitu dingin dalam menjalani hari-harinya serta sering mengeluarkan aura intimidatif tersebut sangat perhatian dalam mengurus seorang ibu. Bahkan momen paling hangat dalam YWNRH terjadi di meja makan. Narasi ini berpengsruh besar untuk memberikan nilai appealing tersendiri dalam karakter Joe. Sehingga tidak sadar penonton pun menginvestasikan rasa perduli mereka kepada Joe.

Tensi film sedikit meninggi ketika film menyentuh durasi pertengahan, dimana terjadi sedikit twist cerita yang disediakan Ramsay untuk melontarkan kritik sosial di film ini. Saya yang jujur sedikit mengalami kebosanan di pertengahan durasi akibat dari lambannya pergerakan menit ke menit di film ini, harus dipaksa kembali untuk memfokuskan perhatian kepada film. Saya dibuat penasaran bagaimana Joe bisa selamat dari ancaman yang datang dari sosok yang lebih memiliki sumber daya jauh lebih besar dibandingkan Joe yang hanya bekerja seorang diri. Dari sini lah film tidak mengendurkan tensi nya, walau memang pergerakan narasi masih bisa dibilang cenderung lambat. Tidak hanya itu, YWNRH juga cukup minim akan dialog. Mungkin hal ini lah yang membuat YWNRH menjadi tontonan yang cukup segmented.

Seperti yang saya nyatakan sebelumnya, saya sedikit mengalami kebosanan akibat lambannya penceritaan bergerak, lalu faktor apa yang kemudian membuat saya berhasil mengakhiri YWNRH? Tidak lain tidak bukan jawabannya adalah Joaquin Phoenix. Tentu bagi Phoenix bukanlah hal yang sukar dalam memerankan Joe, karena Phoenix adalah salah satu aktor di Hollywood yang bisa memerankan karakter jenis apapun. Phoenix berhasil mengeluarkan aura intimidatif di setiap kehadirannya. Sosoknya bagaikan monster raksasa yang mampu memberikan tekanan kepada siapapun hanya dengan menatap matanya (terlepas dari karakternya yang memiliki jenggot yang lebat). Karakternya yang jarang berbicara pun menambah kesan menyeramkan pada sosok Joe. Selain itu, Phoenix juga berhasil mengaplikasikan sempurna akan kerapuhan Joe, serta kompleksitas pada diri Joe pun membuat penonton penasaran apa yang akan diperbuat selanjutnya. Entah bagaimana hasil akhir pada film Joker nanti, namun yang pasti tidak salah rasanya pilihan disematkan kepada Phoenix untuk memerankan the prince of crime tersebut.

YWNRH memiliki ending yang membuka interpretasi dari penonton sendiri, setelah Ramsay memberikan juga sebuah adegan yang cukup disturbing bila ditilik dari konsekuensi yang akan terjadi selanjutnya. Pada paruh akhir nya pun, tampak Ramsay menjabarkan secara subtil mengapa ia memilih judul You Were Never Really Here. Masalah dalam film YWNRH tentu adalah pendekatan non konvensional yang dilakukan Ramsay. Narasi yang bergerak begitu perlahan, miskin dialog dan juga sangat minim akan adegan action. Segmented, tapi YWNRH jelas jauh dari mengecewakan.

7,75/10





0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!