Sunday 24 November 2019


Yap. Akhirnya niat saya untuk mereview pertunjukan wrestling terkabulkan juga. Belakangan, saya kembali mengikuti secara rutin bisnis ini, terima kasih atas hadirnya AEW yang sukses mengembalikan rasa cinta saya pada wrestling, setelah sekian lama minat saya sempat hilang setelah saya kecewa berat atas keputusan WWE dalam membunuh momentum hangat cerita dari the rise of Becky Lynch. Mungkin saya akan membahas di postingan lainnya, namun setelah Wrestlemania 35, saya memang tidak terlalu berminat lagi akan dunia wrestling. The rise of Becky Lynch merupakan faktor besar mengapa saya kembali tertarik menyaksikan WWE di pertengahan akhir tahun 2018. Setiap weekly show saya ikuti perkembangannya, apalagi feud antara Becky dengan salah satu WWE rookie terbaik sepanjang sejarah, mantan juara dunia UFC wanita, Ronda Rousey, yang berpotensi besar menjadi one of the best rivalry of the decade. Namun sayang, WWE kembali melakukan blunder akibat overproduced yang sering kali mereka lakukan, hingga akhirnya WWE memutuskan untuk melibatkan Charlotte Flair untuk ikutan "gabung" bersama Becky dan Ronda di main event wanita pertama di Wrestlemania. Dan hasilnya, match mereka pun terasa underwhelming, begitu juga kemenangan Becky yang terasa antiklimaks.

Kekecawaan saya pada WWE semakin bertambah setelah mereka kembali melakukan blunder atas hasil main event di Hell in a Cell pay-per-view yang sukses menjadi salah satu kontroversi terbesar di tahun ini. Tidak hanya Becky yang mereka bunuh momentum nya, namun juga top face WWE, Seth Rollins yang ikutan kena dampak atas keputusan bodoh WWE itu. Saya pun merasa cukup, meninggalkan WWE (lagi), dan mencoba untuk mengikuti AEW, perusahaan wrestling terbaru dengan di dalamnya ada beberapa mantan pro wrestler dari WWE, seperti Chris Jericho dan Jon Moxley. Moxley sendiri sempat menjadi perbincangan hangat setelah hadir dalam podcast Talk is Jericho dan blak-blakan menceritakan mengapa dirinya keluar dari WWE. Saat ini, Jon Moxley berhasil menjadi pro wrestler paling populer dalam AEW, dan AEW sendiri dengan weekly show mereka, AEW Dynamite dan Full Gear, pay-per-view pertama milik AEW setelah era Dynamite, berhasil memuaskan penggemar. Terutama match milik Jon Moxley vs Kenny Omega yang kontroversial itu akibat tingkat kebrutalan dan kekerasannya yang tinggi, sehingga memecah pendapat penggemar, apakah mencintai atau bahkan membenci match tersebut.

AEW Dynamite tayang di setiap malam Rabu, dimana dalam waktu bersamaan, developmental brand milik WWE, NXT, juga tayang, sehingga Wednesday Night War tercipta. Dan berkat ini juga, dunia wrestling kembali bergelora. Perang antara siapa brand yang terbaik pun selalu menjadi perdebatan. NXT sendiri boleh saja diperlakukan layaknya produk kelas 3 dalam WWE setelah Monday Night Raw dan Smackdown, namun NXT dalam beberapa tahun terakhir berhasil menjadi produk kesayangan penggemar WWE. Hal ini dibelakangi akan match quality dari NXT selalu berkualitas, para superstars nya yang menarik dan mudah dicintai. Dan yang paling penting, NXT memiliki niat untuk membuat penggemar senang, tidak seperti main roster yang malah sering kali membuat penggemar marah atas booking yang aneh dan tidak beralasan.

Sebenarnya saya sudah memiliki niat untuk menulis review wrestling pertama saya di blog ini pada Full Gear kemarin, namun dikarenakan saya berhalangan untuk menyaksikan pay-per-view tersebut, saya pun menunda kembali niat itu, dan akhirnya, viola, kehormatan jatuh pada pay-per-view dari NXT, yang berjudul NXT Takeover WarGames. 

NXT WarGames hanya diisi 4 match saja, namun semuanya sangat menjanjikan. Terlebih semenjak debut di 2 tahun lalu, WarGames belum pernah sekalipun mengecewakan, yah, sebenarnya semua Takeover tidak ada yang mengecewakan sih. Ekspektasi penggemar jelas meninggi, ditambah build up di beberapa minggu belakangan terasa seru dan menarik dengan tema invasi antar brand karena WarGames pun diadakan berdekatan dengan pay-per-view dari main roster, yaitu Survivor Series.

Women's WarGames: Team Ripley (Rhea Ripley, Dakota Kai, Tegan Nox & Candice LeRae vs Team Baszler (Shayna Baszler, Io Shirai, Bianca Belair & Kay Lee Ray


WWE tengah gencar menggenjot dunia wrestling wanitanya dengan sering kali mengadakan pertarungan bertajuk "the first ever.....". Setelah tahun ini women's wrestling menciptakan sejarah atas suksesnya mengisi slot main event di Wrestlemania, NXT pun tidak ketinggalan untuk menorehkan sejarah pula dengan mengadakan wargames untuk wanita pertama kali nya. 

Dengan nama-nama yang terlibat, rasanya hampir mustahil jika match ini berakhir tidak memuaskan. Ada Rhea Ripley yang dipercaya akan menjadi top female face (hero dalam dunia wrestling) di masa akan datang, ada juga Io Shirai, one of the best female wrestler right now, serta ada Kay Lee Ray, dan tentunya Shayna Baszler , the NXT Women's Champion, yang mendominasi di kelas nya dalam NXT. 

Setiap kontestan memiliki momen masing-masing, terkecuali mungkin Shayna, yang terlihat sekali harus menyimpan stamina nya karena ia harus berkompetisi lagi esoknya melawan Becky Lynch dan Bayley di Survivor Series. Ripley menjalankan perannya sebagai the powerhouse dengan baik, Bianca pun memiliki momennya sendiri seperti melakukan 450 Splash, dan bersama Kay Lee Ray, she often took a bump from another superstars. Candice LeRae juga menghadirkan top rope reverse rana yang cantik. Namun, favorit saya tentu nya adalah Io Shirai yang kembali membuktikan kehebatannya dalam bergulat. Momen puncaknya adalah ketika Io melakukan beautiful moonsault from the top of the cage. She's insane.


Namun, tidak perduli briliannya pertarungan ini, yang paling tertancap di benak penonton adalah momen turn heel (istilah villain dalam dunia wrestling) dari Dakota Kai yang menghajar secara brutal the poor Tegan Nox. Dalam waktu singkat, Dakota Kai berhasil menjadi heat magnet di NXT untuk kedepannya. Kritik kecil mungkin adalah seringnya NXT melakukan narasi yang sama. Setelah Io yang mengkhianati Candice, kini Dakota juga memiliki narasi yang serupa. Mungkin NXT ingin mengikuti kesuksesan rivalitas antara Gargano dan Ciampa. Selain itu, akibat penyerangan dari Dakota ini, Tegan Nox tidak bisa ikut tampil sehingga pertarungan ini tidak berimbang menjadi 2 vs 4. Narasi sederhana dimana para hero harus overcoming the odds. Hasilnya pun cukup mengejutkan dimana Team Ripley berhasil meraih kemenangan walau hanya berdua saja, mengakibatkan tiap anggota Team Braszley terlihat sedikit lemah. Minor complaint ini sedikit mempengaruhi rating saya pada match ini.

Rating: ****

Triple Threat: Pete Dunn vs Killian Dain vs Damian Priest (The Winner become No. 1 Contender for NXT Championship)


Jujur saja, saya masih asing dengan Damian Priest dan Killian Dain. Saya yakin pun kebanyakan penggemar NXT ikut merasakan hal yang serupa. Maka dari itu, bagi saya sendiri, match ini selain menentukan siapa penantang baru berikutnya untuk Adam Cole (BAY BAY!!), namun juga bertujuan untuk mengenalkan kepada kita akan kemampuan dari Killian Dain dan Damian Priest. Beruntungnya mereka berdua bekerja bersama Pete Dunn, yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi skill bergulat nya. Pete Dunn melakukan tugasnya dengan brilian untuk carry the match tanpa harus membayangi Killian dan Damian. Untuk saya sendiri, saya terkesan dengan Damian Priest. Priest memiliki kharisma, kemampuan nya pun berimbang atas power dan agility, dan juga Priest juga yang paling sering menerima serangan dari Dunn dan Killian, sehingga teknik selling nya pun ikutan bersinar. 

Walau tidak terlalu berkesan, namun triple threat ini masih memiliki memorable moment seperti momen trading punches and kicks antara Dunn-Killian-Damian, the Razor's Edge onto the announce table, drama near-falls nya berjalan meyakinkan. Good match, with a right winner.

Rating: ***3/4

Finn Balor vs Matt Riddle


Easily the worst match of the show, and actually it was not a bad match, it was good, though. Finn Balor yang kembali ke NXT setelah 4 tahun dengan menghadirkan salah satu momen paling mengejutkan di dunia wrestling tahun ini setelah melakukan Pele Kick pada Johnny Gargano, menandai akan turn heel nya Balor. Finn Balor memiliki momentum besar di tangannya, setelah karirnya menemui kebuntuan di main roster, maka sungguh sangat bijak dalam match nya dengan Matt Riddle ini, Balor wajib menggenggam kemenangan. Dibalik cerita sendiri, dalam WarGames ini Balor harusnya menghadapi Gargano, namun dikarenakan cedera, maka option B nya adalah Gargano digantikan Matt Riddle. Meski level Riddle belum setara Gargano, namun dalam beberapa kesempatan, Riddle telah membuktikan kemampuannya. Bahkan Riddle adalah salah satu babyface dalam dunia wrestling yang kredibilitas nya tidak akan rusak meskipun beberapa kali menelan kekalahan.

Narasi dalam match ini sederhana, Finn Balor ingin membuktikan jika dirinya belumlah habis dan ia pun menunjukkan nya disini, dimana ia mampu mengalahkan Riddle tanpa harus melakukan dirty tactics, strategi umum yang sering dilakukan oleh heel. Riddle juga tidak kalah bersinar dimana ia melakukan spear dan Jackhammer combo pada Balor secara meyakinkan.  Match yang cukup menghibur, namun sayang harus sedikit tenggelam akibat match-match lainnya yang memiliki stipulation.

Rating: ***1/2

Men's WarGames: Team Ciampa (Tomasso Ciampa, Keith Lee, Dominik Dijakovic & Mysterious Guest: Kevin Owens) vs Undisputed Era (Adam Cole, Roderick Strong, Kyle O'Reilly & Bobby Fish)


Masih meneruskan tradisi di setiap Takeover WarGames dengan main event nya selalu berhasil menjadi match of the night. Team Ciampa harus menerima fakta karena kekurangan orang dibandingkan Undisputed Era, sebelum nanti mereka mendapatkan kejutan besar dengan return nya Kevin Owens dan bergabung dengan Team Ciampa. Comeback ini pun bukan tanpa narasi karena ini adalah continuity dari build up yang dilakukan dalam beberapa minggu belakang. 

Seolah tidak ingin kalah dengan para wanita, disini semua delapan pegulat pria ini rela melakukan beberapa spot brutal yang mengejutkan dan mudah menjadi highlight di pertarungan ini. Salah satu yang terbaik adalah Panama Sunrise dari Adam Cole on the steel between the rings. That was sick and brutal!

Flow dalam match ini juga mengalir dengan baik, serta menampilkan apik nya kerja sama setiap anggota dari Undisputed Era. Dengan match ini juga, Undisputed Era semakin memperlihatkan jika mereka adalah stable terbaik saat ini di WWE. Tentunya saya berharap, Undisputed Era bisa meneruskan sepak terjang nya di main roster nanti. Siapa tahu, stable ini mampu mengikuti kesuksesan akan The Bullet Club dari NJPW. Dari Team Ciampa, walau Dijakovic masih harus berusaha lebih lagi untuk over di mata penonton, namun tidak untuk Keith Lee yang mencuri perhatian berkat agility nya yang mengagumkan meski dengan tubuh besarnya. 

Match ini diakhiri dengan holyshit spot, yaitu Ciampa melakukan Air Raid Crash from top of the cage and landing trhough two tables. OH. MY. GOD. What a way to ending this match. Dengan comeback mengejutkan dari Kevin Owens serta momen-momen WoW yang terjadi dalam match ini, tentu saja rating tinggi dari saya sudah bisa dipastikan.

Rating: ****1/2

Overall:

Hanya dengan 4 match, namun hampir semuanya memiliki kualitas baik, dengan dua WarGames match nya benar-benar mendefinisikan arti dari epic itu tersendiri. NXT Takeover senantiasa menghadirkan kualitas yang berkelas, dan tidak terkecuali untuk NXT Takeover satu ini.

What. a. war

NXT Takeover WarGames 2019: 8,5/10

0 komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!